Aprindo Rugi Rp200 Miliar Akibat Black Out, BPKN Minta PLN Tanggung Jawab
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rolas Sitinjak meminta PT PLN (Persero) bertanggung jawab atas pemadaman listrik (black out) yang terjadi Minggu (4/8/2019). Menurutnya, perusahaan listrik pelat merah tersebut harus mengganti kerugian masyrakat, termasuk pelaku usaha.
Menurut Rolas, pemerintah bisa bertindak tegas melakukan evaluasi kinerja PLN. Bahkan, membuka keran pihak lain yang ingin berkesempatan mengelola listrik nasional. Rolas menunjuk, hak konsumen tenaga listrik diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Tokoh perlindungan konsumen ini menegaskan, kalangan kalangan konsumen pengguna listrik harus mendapatkan hak dan kompensasi ganti rugi. Dia bilang, kompensasi ganti rugi akibat gangguan listrik diatur Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh PLN.
"Konsumen paling dirugikan. Mereka bisa menggunakan hak hukumnya melakukan berbagai gugatan. Termasuk pelaku usaha yang tergabung dalam Aprindo mengaku rugi Rp200 miliar," ujarnya ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Sebelumnya, Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) menyatakan potensi kerugian material anggotanya ditaksir total lebih dari Rp200 miliar pada 82 pusat perbelanjaan dan 2.500 lebih toko ritel modern swakelola untuk wilayah di Jakarta saja.
Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey mengungkapkan, PLN seyogyanya memberi pengumuman terlebih dahulu kepada pelaku usaha agar bisa mempersiapkan cara tetap memberi pelayanan maksimal kepada konsumen dan masyarakat pun tetap bisa mendapat haknya sebagai konsumen. "Kenyamanan masyarakat terganggu, terutama di hari Minggu, sehingga potensi kehilangan penjualan terlihat betul," serunya.
Selain itu, menurutnya kondisi diperparah akibat membengkaknya biaya operasional lantaran beberapa gerai menggunakan genset disel agar bisa tetap buka. "Demi kenyamanan konsumen, kami menggunakan genset diesel berbahan bakar solar yang tentu berimbas pada naiknya biaya operasional, dan itu seharusnya tidak perlu kami keluarkan," imbuhnya.
PLN sebagai satu-satunya perusahaan nusantaran, lanjutnya, seharusnya bisa bertindak lebih cepat dan tanggap apabila ada gangguan gardu listrik seperti yang diberitakan. "Kami setuju bahwa seharusnya PLN mempunyai sistem mumpuni untuk mengantisipasi masalah semacam ini, back up plan yang reaktif terhadap gangguan dan contigency plan yang terencana," terangnya.
Menurut Rolas, pemerintah bisa bertindak tegas melakukan evaluasi kinerja PLN. Bahkan, membuka keran pihak lain yang ingin berkesempatan mengelola listrik nasional. Rolas menunjuk, hak konsumen tenaga listrik diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Tokoh perlindungan konsumen ini menegaskan, kalangan kalangan konsumen pengguna listrik harus mendapatkan hak dan kompensasi ganti rugi. Dia bilang, kompensasi ganti rugi akibat gangguan listrik diatur Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh PLN.
"Konsumen paling dirugikan. Mereka bisa menggunakan hak hukumnya melakukan berbagai gugatan. Termasuk pelaku usaha yang tergabung dalam Aprindo mengaku rugi Rp200 miliar," ujarnya ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Sebelumnya, Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) menyatakan potensi kerugian material anggotanya ditaksir total lebih dari Rp200 miliar pada 82 pusat perbelanjaan dan 2.500 lebih toko ritel modern swakelola untuk wilayah di Jakarta saja.
Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey mengungkapkan, PLN seyogyanya memberi pengumuman terlebih dahulu kepada pelaku usaha agar bisa mempersiapkan cara tetap memberi pelayanan maksimal kepada konsumen dan masyarakat pun tetap bisa mendapat haknya sebagai konsumen. "Kenyamanan masyarakat terganggu, terutama di hari Minggu, sehingga potensi kehilangan penjualan terlihat betul," serunya.
Selain itu, menurutnya kondisi diperparah akibat membengkaknya biaya operasional lantaran beberapa gerai menggunakan genset disel agar bisa tetap buka. "Demi kenyamanan konsumen, kami menggunakan genset diesel berbahan bakar solar yang tentu berimbas pada naiknya biaya operasional, dan itu seharusnya tidak perlu kami keluarkan," imbuhnya.
PLN sebagai satu-satunya perusahaan nusantaran, lanjutnya, seharusnya bisa bertindak lebih cepat dan tanggap apabila ada gangguan gardu listrik seperti yang diberitakan. "Kami setuju bahwa seharusnya PLN mempunyai sistem mumpuni untuk mengantisipasi masalah semacam ini, back up plan yang reaktif terhadap gangguan dan contigency plan yang terencana," terangnya.
(ven)