Telkom Berminat Akuisisi Menara BTS Indosat
A
A
A
JAKARTA - PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) menyatakan salah satu anak usahanya yakni PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) berminat untuk mengakuisisi 3.000 menara telekomunikasi (BTS) milik PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat Ooredoo.
Direktur Keuangan Telkom Harry M Zen mengatakan jika perseroan nantinya dinyatakan sebagai pemenang dalam proses tender penjualan menara BTS tersebut, sebanyak 3.000 menara telekomunikasi ini akan menjadi aset Mitratel.
Sebagai informasi, Mitratel adalah penyedia menara pemancar telekomunikasi dan infrastruktur bagi beberapa operator telekomunikasi di Indonesia. Menurut Harry, saat ini Mitratel memiliki 12.000-13.000 menara telekomunikasi.
“Kita ikut proses penjualan tower milik Indosat, jadi kalau kami yang dinyatakan sebagai pemenang, asetnya akan masuk di Mitratel, saat ini kita ikuti saja prosesnya dan terkait detailnya belum bisa dibuka ke publik,” kata Harry dalam paparan publik perseroan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Diungkapkannya, Telkom mengijinkan Mitratel untuk ikut dalam lelang itu guna memperkuat portfolionya. Di sisi lain, perseroan terus menggenjot pembangunan infrastruktur broadband yang berkelanjutan dan diharapkan mampu menjadi pendorong kinerja Telkom.
“Menara yang dilepas lumayan bagus lokasi dan teknisnya. Tak ada sangkut paut dengan mau membawa Mitratel ke bursa saham. Belum ada rencana kesana (IPO) bagi Mitratel,” tegasnya.
Lebih lanjut Harry menyatakan, hingga semester I/2019 perseroan telah menyerap belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp15,1 triliun atau 21,8% dari pendapatan.
Belanja modal tersebut digunakan untuk pengembangan jaringan dan infrastruktur untuk mobile maupun fixed broadband. Pada bisnis mobile, capex diperuntukkan bagi pembangunan Radio Access Network (BTS 4G) dan pengembangan sistem IT.
“Pemanfaatan belanja modal di layanan fixed broadband terutama untuk membangun jaringan akses dan infrastruktur backbone berbasis fiber optic untuk mendukung bisnis broadband seluler maupun fixed line, sebagian belanja modal juga dimanfaatkan untuk pengembangan proyek lain seperti pembangunan menara,” paparnya.
Untuk diketahui, hingga akhir Juni 2019 perseroan mencatat kinerja yang cemerlang dengan membukukan laba bersih sebesar Rp11,08 triliun atau tumbuh hingga 27,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara pendapatan konsolidasi juga naik 7,7% menjadi Rp69,35 triliun dan EBITDA meningkat 16,9% menjadi Rp33,12 triliun.
“Pendapatan ini tidak lepas dari fokus kami terhadap bisnis digital yang konsisten tumbuh dan menunjukkan kinerja signifikan, bisnis ini tumbuh 22,6% menjadi Rp48,29 triliun atau berkontribusi kepada 69,6% total pendapatan konsolidasi,” tambahnya.
Direktur Keuangan Telkom Harry M Zen mengatakan jika perseroan nantinya dinyatakan sebagai pemenang dalam proses tender penjualan menara BTS tersebut, sebanyak 3.000 menara telekomunikasi ini akan menjadi aset Mitratel.
Sebagai informasi, Mitratel adalah penyedia menara pemancar telekomunikasi dan infrastruktur bagi beberapa operator telekomunikasi di Indonesia. Menurut Harry, saat ini Mitratel memiliki 12.000-13.000 menara telekomunikasi.
“Kita ikut proses penjualan tower milik Indosat, jadi kalau kami yang dinyatakan sebagai pemenang, asetnya akan masuk di Mitratel, saat ini kita ikuti saja prosesnya dan terkait detailnya belum bisa dibuka ke publik,” kata Harry dalam paparan publik perseroan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Diungkapkannya, Telkom mengijinkan Mitratel untuk ikut dalam lelang itu guna memperkuat portfolionya. Di sisi lain, perseroan terus menggenjot pembangunan infrastruktur broadband yang berkelanjutan dan diharapkan mampu menjadi pendorong kinerja Telkom.
“Menara yang dilepas lumayan bagus lokasi dan teknisnya. Tak ada sangkut paut dengan mau membawa Mitratel ke bursa saham. Belum ada rencana kesana (IPO) bagi Mitratel,” tegasnya.
Lebih lanjut Harry menyatakan, hingga semester I/2019 perseroan telah menyerap belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp15,1 triliun atau 21,8% dari pendapatan.
Belanja modal tersebut digunakan untuk pengembangan jaringan dan infrastruktur untuk mobile maupun fixed broadband. Pada bisnis mobile, capex diperuntukkan bagi pembangunan Radio Access Network (BTS 4G) dan pengembangan sistem IT.
“Pemanfaatan belanja modal di layanan fixed broadband terutama untuk membangun jaringan akses dan infrastruktur backbone berbasis fiber optic untuk mendukung bisnis broadband seluler maupun fixed line, sebagian belanja modal juga dimanfaatkan untuk pengembangan proyek lain seperti pembangunan menara,” paparnya.
Untuk diketahui, hingga akhir Juni 2019 perseroan mencatat kinerja yang cemerlang dengan membukukan laba bersih sebesar Rp11,08 triliun atau tumbuh hingga 27,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara pendapatan konsolidasi juga naik 7,7% menjadi Rp69,35 triliun dan EBITDA meningkat 16,9% menjadi Rp33,12 triliun.
“Pendapatan ini tidak lepas dari fokus kami terhadap bisnis digital yang konsisten tumbuh dan menunjukkan kinerja signifikan, bisnis ini tumbuh 22,6% menjadi Rp48,29 triliun atau berkontribusi kepada 69,6% total pendapatan konsolidasi,” tambahnya.
(ind)