Pemindahan Ibu Kota Indonesia Ditargetkan Terealisasi di 2045
A
A
A
JAKARTA - Realisasi pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia ditargetkan baru akan terwujud oleh Bappenas pada tahun 2045, mendatang. Sementara itu kajian pemindahan Ibu Kota dari Jakarta, sejatinya bukanlah ide baru karena pernah oleh Presiden pertama RI Soekarno, dimana ada usulan perpindahan Ibu Kota ke Palangkaraya.
"Pengkajian Ibu Kota baru ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2017, dimana Bappenas bekerja sama dengan Kementerian PUPR dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Kami melakukan pencarian lokasi mana yang terbaik dengan pemenuhan kriteria-kriteria tertentu, yang penting ibukota baru ini bisa merefleksikan identitas bangsa Indonesia," ujar anggota Tim Komunikasi Pemindahan Ibu Kota Kementerian BPN/Bappenas Himawan Hariyoga di Jakarta, Selasa(20/8/2019).
Lebih lanjut Himawan menerangkan, pemindahan Ibu Kota tertuang dalam Visi Indonesia 2045 yaitu manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai IPTEK; ekonomi yang maju dan berkelanjutan. Ditambah embangunan yang merata dan inklusif; dan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan yang mantap.
Sementara itu Menteri PPN atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, Jakarta sudah terlalu padat sehingga tidak lagi ideal sebagai Ibu Kota negara. Bahkan akibat Kemacetan dan sistem pengelolaan yang buruk di Jakarta menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp56 triliun per tahun. "Jakarta ini masuk 10 besar kota terpadat di dunia, sayangnya bentuk kotanya tidak ideal," ungkap Bambang Brodjo.
Sambung dia menuturkan, Jakarta harus menampung beban penduduk yang sedemikian besar dengan kapasitas yang kecil. Akibat banyaknya orang berkumpul di Jakarta, kemacetan menjadi hal yang lumrah. "Tetapi masalahnya adalah, kita menjadi melupakan aspek waktu, berapa banyak waktu kita yang terbuang di jalan," paparnya.
Waktu yang terbuang itu, terang dia bisa berdampak pula pada ketahanan keluarga. Waktu yang dinikmati bersama keluarga terbuang di dalam kemacetan. Bambang juga menjelaskan bahwa perlu ada ruang terbuka untuk udara bersih demi kesehatan masyarakat. "Ini hal-hal yang kesannya mungkin sepele, tetapi sangat berdampak pada kehidupan kita," tandas Bambang.
"Pengkajian Ibu Kota baru ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2017, dimana Bappenas bekerja sama dengan Kementerian PUPR dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Kami melakukan pencarian lokasi mana yang terbaik dengan pemenuhan kriteria-kriteria tertentu, yang penting ibukota baru ini bisa merefleksikan identitas bangsa Indonesia," ujar anggota Tim Komunikasi Pemindahan Ibu Kota Kementerian BPN/Bappenas Himawan Hariyoga di Jakarta, Selasa(20/8/2019).
Lebih lanjut Himawan menerangkan, pemindahan Ibu Kota tertuang dalam Visi Indonesia 2045 yaitu manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai IPTEK; ekonomi yang maju dan berkelanjutan. Ditambah embangunan yang merata dan inklusif; dan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan yang mantap.
Sementara itu Menteri PPN atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, Jakarta sudah terlalu padat sehingga tidak lagi ideal sebagai Ibu Kota negara. Bahkan akibat Kemacetan dan sistem pengelolaan yang buruk di Jakarta menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp56 triliun per tahun. "Jakarta ini masuk 10 besar kota terpadat di dunia, sayangnya bentuk kotanya tidak ideal," ungkap Bambang Brodjo.
Sambung dia menuturkan, Jakarta harus menampung beban penduduk yang sedemikian besar dengan kapasitas yang kecil. Akibat banyaknya orang berkumpul di Jakarta, kemacetan menjadi hal yang lumrah. "Tetapi masalahnya adalah, kita menjadi melupakan aspek waktu, berapa banyak waktu kita yang terbuang di jalan," paparnya.
Waktu yang terbuang itu, terang dia bisa berdampak pula pada ketahanan keluarga. Waktu yang dinikmati bersama keluarga terbuang di dalam kemacetan. Bambang juga menjelaskan bahwa perlu ada ruang terbuka untuk udara bersih demi kesehatan masyarakat. "Ini hal-hal yang kesannya mungkin sepele, tetapi sangat berdampak pada kehidupan kita," tandas Bambang.
(akr)