Properti Hunian Masih Potensial
A
A
A
PASAR properti hunian di Indonesia dinilai masih sangat potensial. Selain ditopang laju pertumbuhan penduduk, selisih pasokan dan permintaan (backlog) hunian di Indonesia pun masih tinggi, yakni 11,4 juta unit.
“Kami meyakini bahwa peluang bisnis properti hunian tapak maupun vertikal masih cukup besar,” ujar Aulia Firdaus, Chief Executive Officer (CEO) Repower Asia Indonesia.
Dia menambahkan, potensi tersebut salah satunya mengingat rumah tapak masih diminati konsumen, terutama dari segmen keluarga, termasuk keluarga usia muda. Karena itu, Repower Asia terus mengembangkan proyek rumah tapak di Depok, Jawa Barat.
Dalam kacamata pengamat bisnis properti, Panangian Simanungkalit, sampai akhir 2019, permintaan rumah tapak bakal meningkat 6-8% dibandingkan tahun lalu. “Kapitalisasi pasar perumahan sampai akhir 2019 saya perkirakan berkisar Rp110 triliun- Rp120 triliun,” papar dia.
Melihat tingginya kebutuhan akan hunian, pemerintah sejak 2015 mencanangkan Program Sejuta Rumah (PSR). Lewat program itu, pemerintah menggulirkan dana subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu dana subsidi yang digulirkan pemerintah adalah melalui kredit pemilikan rumah (KPR) berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sejak 2010-24 Agustus 2019, jumlah penyaluran subsidi melalui KPR berskema FLPP mencapai Rp41,94 triliun untuk 631.122 rumah.
Sepanjang rentang empat tahun terakhir, 2015-2018, pemerintah mengklaim bahwa torehan PSR terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2015 disebutkan bahwa PSR merealisasikan 699.770 unit, lalu tahun 2016 (805.169 unit), 2017 (904.758 unit), dan 2018 (1.132.621 unit).
Untuk 2019, pemerintah menargetkan pembangunan 1,25 juta rumah. Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi A Hamid pernah mengatakan, tantangan ke depan antara lain ketersediaan lahan di kawasan strategis, terutama untuk membangun rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu cara mengatasi hal itu misalnya dengan membangun rumah susun (rusun) dekat dengan stasiun kereta atau transit oriented development (TOD). Lalu, membangun rusun dengan kombinasi pasar seperti Rusun Pasar Rumput, Jakarta, setinggi 25 lantai berjumlah tiga menara.
Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan mengatakan, pasar properti DKI Jakarta mulai menunjukkan kenaikan setelah sempat stagnan dalam satu tahun terakhir. Sebaliknya dari sisi suplai, terjadi penurunan pada properti residensial di DKI Jakarta.
Rumah.com Property Index mencatat, indeks harga properti di DKI Jakarta berada pada angka 131,1 atau naik 2% (q-o-q ). “Kenaikan ini jauh di atas rata-rata kenaikan per kuartal sepanjang 2018 sebesar 0,2%.
Secara tahunan, kenaikan harga properti residensial di DKI Jakarta sebesar 4%. Kenaikan secara tahunan ini masih sama dengan tahun lalu,” ujar Ike. Data Rumah.com Property Index ini memiliki akurasi cukup tinggi untuk mengetahui dinamika yang terjadi di pasar properti di Indonesia.
Hal itu karena merupakan hasil analisis dari 400.000 listing properti dijual dan disewa dari seluruh Indonesia, dengan lebih dari 17 juta halaman yang dikunjungi setiap bulan dan diakses lebih dari 5,5 juta pencari properti setiap bulannya.
Geliat harga properti di DKI Jakarta, terutama pada kuartal Q2 2019, tidak lepas dari perkembangan infrastruktur transportasi umum massal. Setelah MRT resmi beroperasi pada April 2019, giliran lintas rel terpadu (LRT) menjalani uji coba pada Juni 2019 di wilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara, serta Pulomas dan Rawamangun, Jakarta Timur.
Kenaikan indeks properti di DKI Jakarta didorong kenaikan di kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Jakarta Selatan yang dilintasi MRT mengalami kenaikan hingga 2% (q-o-q), sementara Jakarta Utara mengalami kenaikan hingga 3% (q-o-q), di antaranya didukung adanya uji coba LRT Kelapa Gading. (Rendra Hanggara)
“Kami meyakini bahwa peluang bisnis properti hunian tapak maupun vertikal masih cukup besar,” ujar Aulia Firdaus, Chief Executive Officer (CEO) Repower Asia Indonesia.
Dia menambahkan, potensi tersebut salah satunya mengingat rumah tapak masih diminati konsumen, terutama dari segmen keluarga, termasuk keluarga usia muda. Karena itu, Repower Asia terus mengembangkan proyek rumah tapak di Depok, Jawa Barat.
Dalam kacamata pengamat bisnis properti, Panangian Simanungkalit, sampai akhir 2019, permintaan rumah tapak bakal meningkat 6-8% dibandingkan tahun lalu. “Kapitalisasi pasar perumahan sampai akhir 2019 saya perkirakan berkisar Rp110 triliun- Rp120 triliun,” papar dia.
Melihat tingginya kebutuhan akan hunian, pemerintah sejak 2015 mencanangkan Program Sejuta Rumah (PSR). Lewat program itu, pemerintah menggulirkan dana subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu dana subsidi yang digulirkan pemerintah adalah melalui kredit pemilikan rumah (KPR) berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sejak 2010-24 Agustus 2019, jumlah penyaluran subsidi melalui KPR berskema FLPP mencapai Rp41,94 triliun untuk 631.122 rumah.
Sepanjang rentang empat tahun terakhir, 2015-2018, pemerintah mengklaim bahwa torehan PSR terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2015 disebutkan bahwa PSR merealisasikan 699.770 unit, lalu tahun 2016 (805.169 unit), 2017 (904.758 unit), dan 2018 (1.132.621 unit).
Untuk 2019, pemerintah menargetkan pembangunan 1,25 juta rumah. Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi A Hamid pernah mengatakan, tantangan ke depan antara lain ketersediaan lahan di kawasan strategis, terutama untuk membangun rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu cara mengatasi hal itu misalnya dengan membangun rumah susun (rusun) dekat dengan stasiun kereta atau transit oriented development (TOD). Lalu, membangun rusun dengan kombinasi pasar seperti Rusun Pasar Rumput, Jakarta, setinggi 25 lantai berjumlah tiga menara.
Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan mengatakan, pasar properti DKI Jakarta mulai menunjukkan kenaikan setelah sempat stagnan dalam satu tahun terakhir. Sebaliknya dari sisi suplai, terjadi penurunan pada properti residensial di DKI Jakarta.
Rumah.com Property Index mencatat, indeks harga properti di DKI Jakarta berada pada angka 131,1 atau naik 2% (q-o-q ). “Kenaikan ini jauh di atas rata-rata kenaikan per kuartal sepanjang 2018 sebesar 0,2%.
Secara tahunan, kenaikan harga properti residensial di DKI Jakarta sebesar 4%. Kenaikan secara tahunan ini masih sama dengan tahun lalu,” ujar Ike. Data Rumah.com Property Index ini memiliki akurasi cukup tinggi untuk mengetahui dinamika yang terjadi di pasar properti di Indonesia.
Hal itu karena merupakan hasil analisis dari 400.000 listing properti dijual dan disewa dari seluruh Indonesia, dengan lebih dari 17 juta halaman yang dikunjungi setiap bulan dan diakses lebih dari 5,5 juta pencari properti setiap bulannya.
Geliat harga properti di DKI Jakarta, terutama pada kuartal Q2 2019, tidak lepas dari perkembangan infrastruktur transportasi umum massal. Setelah MRT resmi beroperasi pada April 2019, giliran lintas rel terpadu (LRT) menjalani uji coba pada Juni 2019 di wilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara, serta Pulomas dan Rawamangun, Jakarta Timur.
Kenaikan indeks properti di DKI Jakarta didorong kenaikan di kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Jakarta Selatan yang dilintasi MRT mengalami kenaikan hingga 2% (q-o-q), sementara Jakarta Utara mengalami kenaikan hingga 3% (q-o-q), di antaranya didukung adanya uji coba LRT Kelapa Gading. (Rendra Hanggara)
(nfl)