Ini Alasan Sri Mulyani Kenapa Iuran BPJS Kesehatan Perlu Dinaikkan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akhirnya buka suara menanggapi komentar sejumlah pihak terkait rencana pemerintah menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta usulannya untuk mendisiplinkan peserta yang menunggak iurannya, khususnya peserta mandiri.
Sri Mulyani mengungkapkan, kenaikan iuran JKN perlu dilakukan karena sejak 2014, setiap tahun program JKN selalu mengalami defisit. Besaran defisit JKN masing-masing Rp1,9 triliun (2014), Rp9,4 triliun (2015), Rp6,7 triliun (2016), Rp13,8 triliun (2017) dan Rp19,4 triliun (2018).
Dalam rangka mengatasi defisit JKN itu, Pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk PMN sebesar Rp5 triliun (2015) dan Rp6,8 triliun (2016) serta bantuan dalam bentuk bantuan belanja APBN sebesar Rp3,6 triliun (2017) dan Rp10,3 triliun (2018).
Tanpa dilakukan kenaikan iuran, tegas Menkeu, defisit JKN akan terus meningkat, yang diperkirakan akan mencapai Rp32 triliun di tahun 2019. Jumlah defisit itu disebut akan meningkat lagi menjadi Rp44 triliun pada 2020 dan Rp56 triliun pada 2021.
"Dalam rangka menjaga keberlangsungan program JKN, maka kenaikan iuran itu memang diperlukan. Jangan sampai program JKN yang manfaatnya telah dirasakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia ini terganggu keberlangsungannya," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Minggu (8/9/2019).
Dia memerinci, selama tahun 2018, total pemanfaatan layanan kesehatan melalui JKN mencapai 233,9 juta layanan, yang terdiri dari 147,4 juta layanan pada Fasilitas Kesehatan Tahap Pertama (FKTP), 76,8 juta layanan rawat jalan RS dan 9,7 juta layanan rawat inap RS. "Secara rata-rata, jumlah layanan kesehatan melalui JKN mencapai 640.822 layanan setiap hari," jelasnya.
Sri Mulyani pun mengungkapkan mengapa iuran peserta mandiri harus naik 100%. Iuran JKN mandiri ini, jelas dia, hanya berlaku untuk kelas 1 dan kelas 2. Untuk kelas 3, kenaikan iuran tidak sebesar itu. Untuk kelas 3, usulan kenaikannya adalah dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 atau naik 65%.
Kedua, dia beralasan, peserta mandiri adalah penyebab defisit JKN terbesar. Sepanjang 2018, total iuran dari peserta mandiri adalah Rp8,9 triliun, namun total klaimnya mencapai Rp27,9 triliun. "Dengan kata lain, claim ratio dari peserta mandiri ini mencapai 313%," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini, pemerintah telah mempertimbangkan tiga hal utama yaitu kemampuan peserta dalam membayar iuran, upaya memperbaiki keseluruhan sistem JKN sehingga terjadi efisiensi, serta gotong royong dengan peserta pada segmen lain.
"Intinya adalah pemerintah sangat memperhitungkan agar kenaikan iuran tidak sampai memberatkan masyarakat dengan berlebihan. Sangat berjauhan dengan tuduhan yang mengatakan bahwa pejabat publik sangat zalim kepada rakyatnya sendiri," kilahnya.
Sri Mulyani mengungkapkan, kenaikan iuran JKN perlu dilakukan karena sejak 2014, setiap tahun program JKN selalu mengalami defisit. Besaran defisit JKN masing-masing Rp1,9 triliun (2014), Rp9,4 triliun (2015), Rp6,7 triliun (2016), Rp13,8 triliun (2017) dan Rp19,4 triliun (2018).
Dalam rangka mengatasi defisit JKN itu, Pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk PMN sebesar Rp5 triliun (2015) dan Rp6,8 triliun (2016) serta bantuan dalam bentuk bantuan belanja APBN sebesar Rp3,6 triliun (2017) dan Rp10,3 triliun (2018).
Tanpa dilakukan kenaikan iuran, tegas Menkeu, defisit JKN akan terus meningkat, yang diperkirakan akan mencapai Rp32 triliun di tahun 2019. Jumlah defisit itu disebut akan meningkat lagi menjadi Rp44 triliun pada 2020 dan Rp56 triliun pada 2021.
"Dalam rangka menjaga keberlangsungan program JKN, maka kenaikan iuran itu memang diperlukan. Jangan sampai program JKN yang manfaatnya telah dirasakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia ini terganggu keberlangsungannya," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Minggu (8/9/2019).
Dia memerinci, selama tahun 2018, total pemanfaatan layanan kesehatan melalui JKN mencapai 233,9 juta layanan, yang terdiri dari 147,4 juta layanan pada Fasilitas Kesehatan Tahap Pertama (FKTP), 76,8 juta layanan rawat jalan RS dan 9,7 juta layanan rawat inap RS. "Secara rata-rata, jumlah layanan kesehatan melalui JKN mencapai 640.822 layanan setiap hari," jelasnya.
Sri Mulyani pun mengungkapkan mengapa iuran peserta mandiri harus naik 100%. Iuran JKN mandiri ini, jelas dia, hanya berlaku untuk kelas 1 dan kelas 2. Untuk kelas 3, kenaikan iuran tidak sebesar itu. Untuk kelas 3, usulan kenaikannya adalah dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 atau naik 65%.
Kedua, dia beralasan, peserta mandiri adalah penyebab defisit JKN terbesar. Sepanjang 2018, total iuran dari peserta mandiri adalah Rp8,9 triliun, namun total klaimnya mencapai Rp27,9 triliun. "Dengan kata lain, claim ratio dari peserta mandiri ini mencapai 313%," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini, pemerintah telah mempertimbangkan tiga hal utama yaitu kemampuan peserta dalam membayar iuran, upaya memperbaiki keseluruhan sistem JKN sehingga terjadi efisiensi, serta gotong royong dengan peserta pada segmen lain.
"Intinya adalah pemerintah sangat memperhitungkan agar kenaikan iuran tidak sampai memberatkan masyarakat dengan berlebihan. Sangat berjauhan dengan tuduhan yang mengatakan bahwa pejabat publik sangat zalim kepada rakyatnya sendiri," kilahnya.
(fjo)