Kisruh Pelabuhan Marunda, KCN Tolak Syarat Damai yang Diajukan KBN

Senin, 09 September 2019 - 14:52 WIB
Kisruh Pelabuhan Marunda, KCN Tolak Syarat Damai yang Diajukan KBN
Kisruh Pelabuhan Marunda, KCN Tolak Syarat Damai yang Diajukan KBN
A A A
JAKARTA - Pengelola Pelabuhan Marunda, PT Karya Citra Nusantara (KCN) menolak persyaratan perdamaian yang diberikan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) untuk menyelesaikan sengketa pembangunan Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara. Ada banyak alasan atas penolakan itu.

"Jadi, kami (KCN) tidak menerima dan tidak mengerti atas syarat perdamaian versi KBN. Bukannya tidak mau berdamai, justru selama ini hampir 2 tahun KCN selalu mengedepankan langkah-langkah mediasi tapi KBN mengabaikan seluruh rekomendasi Kementerian terkait dan memilih jalur peradilan," kata Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi di Jakarta, Senin (6/9/2019).

Widodo menjelaskan, ada lima syarat perdamaian yang diminta oleh PT KBN. Pertama, KBN tetap meminta komposisi pembagian saham masing-masing 50% untuk PT KBN dan 50% untuk PT KTU (Karya Tehnik Utama).

Kedua, KBN meminta agar 50% dermaga pier 2 serta dermaga pier 3 dikembalikan kepada PT KBN. Ketiga, konsesi antara KCN dengan Kementerian Perhubungan dibatalkan. Keempat, dermaga pier 1 yang sudah beroperasi akan dikenakan biaya sewa kepada KCN.

"Dan syarat yang kelima, KBN meminta kami untuk membayar Rp773 miliar sesuai dengan putusan pengadilan," ujarnya.

Karena berbagai syarat itu, Widodo mengaku tidak akan mau menerima usulan perdamaian versi PT KBN. Jika syarat pembagian komposisi saham di KCN menjadi 50:50 itu diterima, maka konsep awal kerja sama KCN yang telah disepakati sejak 2005 sebagai proyek non APBN/APBD akan berubah total.

“Saat ini terdapat dana sebesar Rp200 miliar yang siap dibagikan sebagai deviden kepada pemegang saham KCN, yakni PT KBN dan PT KTU,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, pembangunan Pelabuhan Marunda kini menuai polemik berlarut-larut. Masalah muncul pada November 2012 usai posisi Direktur Utama PT KBN beralih dari Rahardjo ke Sattar Taba. PT KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50.

Namun, KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan. Ini karena ternyata mereka tidak diizinkan salah satu pemegang saham PT KBN yakni Kementerian BUMN dan juga Dewan Komisaris PT KBN.

Setelahnya PT KBN malah tetap menganggap memiliki saham 50% di PT KCN. Tak hanya itu, PT KBN juga mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada PT KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi. Kini kasus sengketa tersebut telah sampai pada tahap kasasi di Mahkamah Agung.

Pengamat kebijakan publik sekaligus praktisi hukum, Azas Tigor Nainggolanmengatakan, UU No 17/2008 tentang Pelayaran memandatkan swasta harus mendapat konsesi dari regulator kepelabuhanan, yakni Kemenhub. Sehingga ia heran jika sebuah lembaga setingkat kementerian digugat terhadap produknya sendiri.

“Negara tidak mungkin rugi. Apalagi jika proyeknya non APBN/APBD. Jika putusan ini inkracht nantinya, maka Kemenhub sebagai pihak yang kalah wajib membayar denda ratusan miliar kepada negara juga. Bayarnya pakai apa jika bukan pakai APBN? Justru itulah yang berpotensi merugikan negara,” ujarnya.
(poe)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3497 seconds (0.1#10.140)