Mau Investasi di Perdagangan Berjangka, Pahami Peluang dan Risikonya

Jum'at, 13 September 2019 - 15:14 WIB
Mau Investasi di Perdagangan...
Mau Investasi di Perdagangan Berjangka, Pahami Peluang dan Risikonya
A A A
BANDUNG - Kendati pertumbuhan kelas menengah di Indonesia diperkirakan mencapai 64% hingga 2020, namun minat masyarakat berinvestasi di perdagangan berjangka komoditi (PBK) dan produk derivatif indek (PDI) masih rendah. Padahal, investasi pada industri ini diprediksi cukup prospektif bila dibarengi pengetahuan akan peluang dan risiko.

Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) Fajar Wibhiyadi mengakui, rendahnya investor perdagangan berjangka komoditi tak bisa dilepaskan dari minimnya pengetahuan akan peluang dan risiko.

"Terkadang, bagi mereka yang masih awam, kemudian ikut perdagangan berjangka, kemudian terjadi risiko, mereka akan menyebut pialang berjangka sebagai perusahaan abal-abal. Padahal, tidak. Selama memiliki izin Bappebti, kami adalah perusahaan legal," kata Fajar pada pelatihan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) dan Produk Derivatif Indeks oleh PT Rifan Financindo Berjangka (RFB) cabang Bandung, di Hotel Prama Grand Preanger, Jalan Asia Afrika, Bandung, Kamis (12/9/2019).

Menurut dia, hal terpenting yang mesti dipahami calon investor pada perdagangan berjangka komoditi adalah peluang dan risikonya. Bahwa investasi pada industri ini memiliki risiko besar, namun sebanding dengan margin yang bakal diterima (high risk-high return).

"Bagi mereka yang bisa baca peluang, baik itu transaksi dari perdagangan berjangka atau perdagangan alternatif akan memberi banyak keuntungan. Bahkan, marginnya bisa jauh di atas bunga bank," jelas dia.

Namun, industri ini tidak menawarkan return flat setiap bulannya. Karena, margin akan sangat dipengaruhi kondisi global. Sehingga, akan sangat aneh bila masih ada masyarakat yang masih mempercayai bila ada pialang berjangka yang menjanjikan keuntungan bulanan dengan nilai cukup besar di atas 7%.

Kondisi seperti itu, kata dia, terkadang membuat citra negatif terhadap pialang berjangka. "Jadi, industri ini sebenarnya sangat cocok bagi mereka yang tahu risikonya. Upaya kami, juga terus melakukan edukasi kepada masyarakat, bahwa investasi ini high risk tapi high return," katanya.

Ada beberapa tips untuk mengenali legalitas dari pialang berjangka. Pertama, masyarakat harus memastikan pialang berjangka menjadi anggota bursa berjangka dan KBI.

Kedua, melihat apakah nasabah mereka menggunakan Sistem Informasi Transaksi Nasabah (SITNa). Pasalnya, setiap transaksi dari anggota PT KBI dan PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) akan terdaftar dan tercatat di sistem tersebut.

"Artinya, setiap nasabah dapat melihat laporan transaksi mereka kapanpun dan dimanapun secara transparan melalui sistem SITNa," tegas dia.

Di Indonesia, kata dia, perdagangan perusahaan berjangka diawasi Bappebti dan dilindungi undang undang (UU). UU yang mengatur diantaranya UU Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, UU Nomor 10 Tahun 2011 Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, PP Nomor 10 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi, dan PP Nomor 49 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi.

PT KBI sendiri berfungsi dalam melakukan proses kliring pada setiap transaksi perusahaan pialang berjangka yang menjadi anggotanya. Ini meliputi tiga hal, yaitu pengelolaan risiko, penjamin transaksi, dan melakukan perhitungan IRCA.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Stephanus Paulus Lumintang mengatakan, kehadiran Bursa Berjangka Jakarta di Indonesia dimulai pada tahun 1999. Perdagangan ini muncul pertama kali pada perdagangan beras di Dojima, Jepang pada tahun 1710. Misi dan fungsi utama bursa berjangka adalah sebagai lindung nilai terhadap komoditi di Indonesia dari perubahan kurs.

"Indonesia ini kaya sumber alam di sektor perkebunan, migas dan pertambangan. BBJ ingin menjadi sarana bagi setiap pelaku komoditi di Indonesia dengan menjalankan fungsi sebagai sarana price discovery, sarana hedging, dan sarana investasi," kata Paulus.

Pimpinan PT Rifan Financindo Berjangka (RFB) Cabang Bandung Anthony Martanu menjelaskan, kontrak produk derivatif di industri berjangka komoditi terbagi dua yaitu multilateral dan bilateral.

Multilateral meliputi komoditi seperti kontrak berjangka olein, kopi, kakao, dan timah. Sementara bilateral antara lain, kontrak berjangka loco gold, forex dan index.

Berbicara indeks, untuk saat ini ada indeks Hang Seng dan Indeks Nikkei. Pergerakan produk derivatif ini termasuk high risk, high return. Semua posisi harus diperhitungkan dengan cermat dengan memperhitungkan analisis fundamental dan teknikal.

"Meski indeks memiliki peluang keuntungan yang cukup baik, namun harus diakui saat ini kontrak berjangka emas merupakan primadona seiring kenaikan tren harga emas yang positif dalam beberapa waktu terakhir," ujarnya.
(ind)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1383 seconds (0.1#10.140)