Tensi Perang Dagang AS-China Mereda Jadi Pendorong Bursa Saham

Senin, 16 September 2019 - 06:10 WIB
Tensi Perang Dagang...
Tensi Perang Dagang AS-China Mereda Jadi Pendorong Bursa Saham
A A A
JAKARTA - Meredanya tensi perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) bakal menjadi pendorong bagi bursa saham pekan ini. Terlebih sebelumnya Presiden Donald Trump mengumumkan penundaan kenaikan tarif impor China senilai USD250 miliar atau setara Rp3,491 triliun dari 1 Oktober ke 15 Oktober. Trump mengatakan bahwa ini sebagai isyarat "niat baik".

"Langkah ini meningkatkan harapan dari mencairnya solusi perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia itu. Faktor pengerak pasar pekan ini adalah meredanya tensi perang dagang China dan AS menjadi sentiment positif bagi bursa saham. Peluang The Fed melakukan penurunan suku bunga acuan sebesar 25 bsp pada bulan September menjadi katalis positif bagi bursa saham," ujar Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee kepada SINDOnews di Jakarta.

Presiden Trump kembali meminta Federal Reserve alias Bank Sentral AS untuk secara agresif memotong suku bunga menjadi nol atau kurang. "Tekanan Trump terhadap Fed memberikan harapan penurunan suku bunga di bulan September ini," paparnya.

Ia menambahkan, bahwa risiko Brexit atau keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa (UE) tanpa kesepakatan akibat perbedaan perdana menteri Inggris dan parlemen masih akan menjadi perhatian pasar. "Bila Fed kembali menurunkan suku bunga, membawa peluang bagi BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuan kita 25 bsp. Bila ini terjadi, maka akan membawa sentiment yang positif bagi pasar saham," terang Hans

Sepekan ke depan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang konsolidasi menguat terbatas dengan support di level 6305 sampai 6239 dan resistance di level 6414 sampai 6468.

Sementara itu China telah mengeluarkan 16 jenis barang AS dari bea masuk tambahan, menjelang negosiasi perdagangan bulan depan dengan AS. Di samping itu, China telah menawarkan lebih banyak pembelian produk pertanian AS dan meminta penundaan kenaikan tarif impor.

ECB kembali melakukan program pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) dengan membeli 20 miliar euro (setara Rp311 triliun) per bulan untuk pembelian aset bila dianggap perlu. Presiden Mario Draghi juga mengumumkan ECB memangkas suku bunga simpanan utamanya sebesar 10 basis poin sehinga suku bunga menjadi -0,5%, hal ini sesuai dengan ekspektasi.

"Brexit kembali memicu ketidakpastian pasar setelah PM Inggris, Boris Johnson mengatakan tidak akan meminta perpanjangan Brexit, biarpun UU baru menuntutnya untuk menunda Brexit hingga Januari 2020," imbuh Hans.

Parlemen Inggris juga menolak tawaran Johnson untuk mengadakan pemilu dini. Presiden AS Donald Trump tengah membahas rencana pelonggaran sanksi terhadap Teheran untuk membantu mengamankan pertemuan dengan Presiden Iran Hassan Rouhani.

Hans mengutarakan, bahwa langkah ini diperkirakan akan meningkatkan pasokan minyak mentah global di tengah kekhawatiran tentang perlambatan permintaan energy, sehingga mendorong harga minyak turun.

Index harga produsen China turun 0,8% pada bulan Agustus, ini merupakan penurunan tertinggi dalam tiga tahun terakhir seiring dengan perang dagang yang menghantam laju produksi produk sehingga pada akhirnya memaksa untuk menurunkan harga jual.

Pejabat tinggi China mengatakan akan memangkas jumlah cadangan minimum yang harus dimiliki oleh perbankan sebesar 0.5% yang mulai efektif 16 September. PBOC akan memangkas rasio jumlah cadangan minimum kepada beberapa bank komersil sebesar 1% dan akan mulai efektif 15 Oktober dan 15 November mendatang. Penurunan GWM merupakan penurunan ke level terendahnya sejak 2007. Dengan stimulus itu, China akan menerima 900 miliar yuan (USD126 miliar) likuiditas.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9066 seconds (0.1#10.140)