Ada Bonus Demografi, Indonesia Perlu Bangun SDM Berkualitas
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mencanangkan program prioritas pembangunan nasional ke depan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Langkah strategis ini menjadi penting karena untuk mengambil peluang dengan adanya bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia.
"Pada periode tahun 2020 hingga 2024, kita berada di puncak periode bonus demografi. Artinya, Indonesia diprediksi mengalami jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) yang lebih besar," kata Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Komunikasi Masrokhan di Jakarta, Sabtu (21/9/2019).
Menurut Masrokhan, potensi yang bakal dimiliki Indonesia tersebut, perlu dioptimalkan secara baik terutama dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu Indonesia perlu lebih fokus mengembangkan kualitas SDM dan menggunakan cara-cara baru, agar bonus demografi itu menjadi bonus lompatan kemajuan nasional.
Oleh karena itu, kata Masrokhan, pemerintah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai wujud kesiapan memasuki era industri 4.0. Salah satu poin yang ditekankan adalah memacu kompetensi SDM industri. Sebab, industri selama ini konsisten menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri masih memberikan kontribusi paling besar terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) nasional pada triwulan II tahun 2019 dengan capaian 19,52% (y-on-y). "Kinerja industri manufaktur kita masih terlihat agresif, seiring dengan adanya ekspansi dan investasi baru," ungkap Masrokhan.
Kementerian Perindustrian mencatat, investasi di sektor industri manufaktur pada tahun 2014 sebesar Rp195,74 triliun, naik menjadi Rp226,18 triliun di tahun 2018. Hal ini mencerminkan bahwa iklim investasi di Indonesia masih tetap kondusif, seiring dengan upaya pemerintah memberikan kemudahan izin usaha serta memfasilitasi insentif fiskal dan nonfiskal.
Peningkatan investasi menjadi kunci daya saing selain membawa efek pengganda, seperti pada penambahan serapan tenaga kerja baru. Sebagai gambaran, pada tahun 2015, jumlah tenaga kerja di sektor industri sebanyak 15,54 juta orang, meningkat menjadi 18 juta orang di tahun 2018 atau naik 17,4%.
Masrokhan pun menyampaikan, bergulirnya era ekonomi digital dan penerapan industri 4.0, diproyeksi mampu membuka hingga 10 juta lapangan kerja baru pada tahun 2030. Jumlah itu dinilai cukup realistis karena rata-rata keseluruhan industri bisa menyerap 700 ribuan tenaga kerja per tahun.
"Apalagi, pemerintah sedang giat menarik investasi masuk ke Indonesia. Di samping itu, dengan adanya industri 4.0, perkembangan teknologi semakin berkembang, dan membutuhkan SDM yang kompeten dan harus melek dengan yang namanya digitalisasi," paparnya.
Terkait dengan itu, dia menyebutkan lima kompetensi yang perlu dikembangkan untuk menciptakan SDM unggul agar bisa menopang implementasi industri 4.0. Generasi muda antara lain harus mengusai tentang coding dan programming, mekatronika atau otomasi, data analysis dan statistics, artificial intelligence, serta soft skill flexibility.
Ke depan, pekerjaan diyakini akan berbasis pada data, dan selalu berhubungan dengan internet of things. Oleh karena itu, hal-hal tersebut harus dikuasai SDM ke depan, bahkan bukan hanya kelompok milenial, tetapi juga kelompok Selenial atau setelah milenial.
"Pada periode tahun 2020 hingga 2024, kita berada di puncak periode bonus demografi. Artinya, Indonesia diprediksi mengalami jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) yang lebih besar," kata Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Komunikasi Masrokhan di Jakarta, Sabtu (21/9/2019).
Menurut Masrokhan, potensi yang bakal dimiliki Indonesia tersebut, perlu dioptimalkan secara baik terutama dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu Indonesia perlu lebih fokus mengembangkan kualitas SDM dan menggunakan cara-cara baru, agar bonus demografi itu menjadi bonus lompatan kemajuan nasional.
Oleh karena itu, kata Masrokhan, pemerintah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai wujud kesiapan memasuki era industri 4.0. Salah satu poin yang ditekankan adalah memacu kompetensi SDM industri. Sebab, industri selama ini konsisten menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri masih memberikan kontribusi paling besar terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) nasional pada triwulan II tahun 2019 dengan capaian 19,52% (y-on-y). "Kinerja industri manufaktur kita masih terlihat agresif, seiring dengan adanya ekspansi dan investasi baru," ungkap Masrokhan.
Kementerian Perindustrian mencatat, investasi di sektor industri manufaktur pada tahun 2014 sebesar Rp195,74 triliun, naik menjadi Rp226,18 triliun di tahun 2018. Hal ini mencerminkan bahwa iklim investasi di Indonesia masih tetap kondusif, seiring dengan upaya pemerintah memberikan kemudahan izin usaha serta memfasilitasi insentif fiskal dan nonfiskal.
Peningkatan investasi menjadi kunci daya saing selain membawa efek pengganda, seperti pada penambahan serapan tenaga kerja baru. Sebagai gambaran, pada tahun 2015, jumlah tenaga kerja di sektor industri sebanyak 15,54 juta orang, meningkat menjadi 18 juta orang di tahun 2018 atau naik 17,4%.
Masrokhan pun menyampaikan, bergulirnya era ekonomi digital dan penerapan industri 4.0, diproyeksi mampu membuka hingga 10 juta lapangan kerja baru pada tahun 2030. Jumlah itu dinilai cukup realistis karena rata-rata keseluruhan industri bisa menyerap 700 ribuan tenaga kerja per tahun.
"Apalagi, pemerintah sedang giat menarik investasi masuk ke Indonesia. Di samping itu, dengan adanya industri 4.0, perkembangan teknologi semakin berkembang, dan membutuhkan SDM yang kompeten dan harus melek dengan yang namanya digitalisasi," paparnya.
Terkait dengan itu, dia menyebutkan lima kompetensi yang perlu dikembangkan untuk menciptakan SDM unggul agar bisa menopang implementasi industri 4.0. Generasi muda antara lain harus mengusai tentang coding dan programming, mekatronika atau otomasi, data analysis dan statistics, artificial intelligence, serta soft skill flexibility.
Ke depan, pekerjaan diyakini akan berbasis pada data, dan selalu berhubungan dengan internet of things. Oleh karena itu, hal-hal tersebut harus dikuasai SDM ke depan, bahkan bukan hanya kelompok milenial, tetapi juga kelompok Selenial atau setelah milenial.
(fjo)