BI Terbitkan Surat Berharga Komersial Demi Jaga Likuiditas Pasar Keuangan
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menerbitkan instrumen bernama Surat Berharga Komersial (SBK) untuk memperdalam produk pasar keuangan. Instrumen tersebut juga diterbitkan untuk memberikan opsi bagi pelaku pasar untuk membantu pembiayaan yang masuk dalam skema jangka pendek.
“Pendekatan kami dari BI ingin dekat dengan pasar, saya menekankan sinergi dengan market dam regulator yang aplicable terhadap tujuan kita. BI ingin perdalam pasar agar semakin kokoh," ujar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti di Bursa Efek Indonesia, Rabu (25/9/2019).
Lebih lanjut Ia menerangkan, ingin likuiditas di pasar tercipta pembiayaan yang smooth, baik dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Adapun instrumen SBK bukan merupakan barang baru. Bank Indonesia sebelumnya telah memiliki instrumen serupa dengan nama Commercial Paper.
Instrumen tersebut sebelumnya banyak dikeluarkan oleh perusahaan atau BUMN pada kurun waktu 1997 hingga 2000-an. Terakhir instrumen tersebut diterbitkan pada 2005. Namun, demikian instrumen tersebut kemudian tak lagi banyak dipilih karena banyak terjadi persoalan.
Destry mengakui, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam penerapan SBT dimana salah satunya trauma pada masa penerbitan commercial paper (CP) yang masih belum sempurna. Salah satunya terkait tata kelola penerbitan instrumen yang masih belum baik. Akibatnya banyak terjadi mismatch pembiayaan, currency missmatch dan munculnya potensi pemalsuan karena diterbitkan dalam bentuk warkat.
Akan tetapi Ia menyatakan, penerbitan instrumen SBK tersebut kini sudah lebih baik dibandingkan instrumen yang sama pada tahun lampau. Sambung dia menerangkan, untuk pendalaman pasar keuangan sangat dibutuhkan karena Indonesia kekurangan referensi instrumen jangka pendek.
"Utamanya untuk instrumen yang kurang dari 1 tahun. Kami mau isi kekosongan di likuiditas pasar itu. Padahal melalui SBK, target stabilitas nilai tukar terjaga dan memberi imbas juga pada perbaikan ekonomi ke depan. Hal ini mengingat kondisi global yang tidak pasti masih cukup tinggi," jelasnya.
“Pendekatan kami dari BI ingin dekat dengan pasar, saya menekankan sinergi dengan market dam regulator yang aplicable terhadap tujuan kita. BI ingin perdalam pasar agar semakin kokoh," ujar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti di Bursa Efek Indonesia, Rabu (25/9/2019).
Lebih lanjut Ia menerangkan, ingin likuiditas di pasar tercipta pembiayaan yang smooth, baik dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Adapun instrumen SBK bukan merupakan barang baru. Bank Indonesia sebelumnya telah memiliki instrumen serupa dengan nama Commercial Paper.
Instrumen tersebut sebelumnya banyak dikeluarkan oleh perusahaan atau BUMN pada kurun waktu 1997 hingga 2000-an. Terakhir instrumen tersebut diterbitkan pada 2005. Namun, demikian instrumen tersebut kemudian tak lagi banyak dipilih karena banyak terjadi persoalan.
Destry mengakui, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam penerapan SBT dimana salah satunya trauma pada masa penerbitan commercial paper (CP) yang masih belum sempurna. Salah satunya terkait tata kelola penerbitan instrumen yang masih belum baik. Akibatnya banyak terjadi mismatch pembiayaan, currency missmatch dan munculnya potensi pemalsuan karena diterbitkan dalam bentuk warkat.
Akan tetapi Ia menyatakan, penerbitan instrumen SBK tersebut kini sudah lebih baik dibandingkan instrumen yang sama pada tahun lampau. Sambung dia menerangkan, untuk pendalaman pasar keuangan sangat dibutuhkan karena Indonesia kekurangan referensi instrumen jangka pendek.
"Utamanya untuk instrumen yang kurang dari 1 tahun. Kami mau isi kekosongan di likuiditas pasar itu. Padahal melalui SBK, target stabilitas nilai tukar terjaga dan memberi imbas juga pada perbaikan ekonomi ke depan. Hal ini mengingat kondisi global yang tidak pasti masih cukup tinggi," jelasnya.
(akr)