BI Permudah KPR, Industri Properti Dituntut Berbenah
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu menurunkan suku bunga acuannya alias BI Rate, sebesar 25 bps (basis points) menjadi 5,25%. BI juga mengeluarkan kebijakan untuk melonggarkan aturan Loan to Value ( LTV) dan Finance to Value (FTV) bagi pembiayaan kepemilikan properti. Baik itu rumah tapak, rumah tinggal maupun rumah kantor dan rumah toko.
Country Manager Rumah.com, Marine Novita, menyambut baik adanya dua kebijakan baru dari Bank Indonesia tersebut. Kebijakan ini diharapkan bisa menggairahkan industri properti yang belakangan ini sedang dalam kondisi melandai.
"Adanya penurunan suku bunga BI 7 Days Repo Rate menjadi 5,25% dan pelonggaran aturan LTV diharapkan bisa menjadi stimulus bagi industri properti di Indonesia, terutama dalam penyaluran KPR bagi konsumen yang akan membeli hunian. Dengan kebijakan tersebut, bank memiliki keleluasaan untuk mengambil risiko dalam menyalurkan kredit dan memberikan batas minimum uang muka (down payment) KPR juga akan bisa lebih ringan," tutur Marine di Jakarta, Kamis (26/6/2019).
Landainya industri properti di Tanah Air juga tercermin dari Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2 2019. Di mana kepuasan secara umum terhadap iklim industri properti Indonesia sedang menurun. Iklim industri properti di Tanah Air saat ini tercatat meraih skor 31%, menurun dari skor 34% pada semester sebelumnya.
Rumah.com Property Affordability Sentiment Index ini adalah survei berkala yang diselenggarakan dua kali dalam setahun oleh Rumah.com bekerja sama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura. Hasil survei kali ini diperoleh berdasarkan 952 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2019.
Survei ini dilakukan oleh Rumah.com sebagai portal properti terdepan di Indonesia untuk mengetahui dinamika yang terjadi di pasar properti di Tanah Air.
Tingkat kepuasan terhadap industri properti Indonesia yang sedang menurun ini, menurut hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index disebabkan oleh value yang didapat antara properti yang ditawarkan dengan harga diminta semakin dianggap tidak wajar dan tidak senilai uangnya (worth the money).
Selain itu, juga semakin banyak responden yang menganggap bahwa properti yang ditawarkan saat ini tidak menarik. Sementara harganya terlalu tinggi.
Menurut Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2 2019, selain suku bunga yang tinggi, ketidakpuasan konsumen terhadap iklim properti di Indonesia juga dipicu oleh harga properti yang mahal atau malah overpriced (menurut 82% responden), harga properti yang terus meningkat (menurut 65% responden), kondisi ekonomi yang belum begitu baik (menurut 53% responden), dan keterbatasan pilihan pembiayaan yang bagus (menurut 37% responden).
Marine menjelaskan, harga properti yang mahal dan terus meningkat memang selalu dipandang dari dua sisi. Bagi mereka yang optimistis, mereka melihatnya sebagai peluang investasi di masa depan.
Sedangkan mereka yang pesimistis, ini disebabkan keraguan terhadap kemampuan finansialnya. Mereka yang belum yakin dengan kemampuan kemungkinan adalah mereka yang masih awam atau kurang informasi.
"Sementara jika ada konsumen yang mengeluhkan suku bunga yang tinggi tapi jika kita lihat berdasarkan data dan ditarik mundur, tingkat suku bunga yang berlaku saat ini tidak lebih tinggi dari suku bunga pada 2015. Oleh karena itu, setelah dua kebijakan Bank Indonesia tersebut berlaku secara efektif maka diharapkan industri properti bisa menggeliat kembali," harap Marine.
Ekonom PermataBank, Josua Pardede, menambahkan keputusan BI untuk menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75bps menjadi 5,25% sejak Juli 2019 sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global.
Penurunan suku bunga acuan BI diperkirakan akan langsung diikuti penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), yang pada umumnya akan direspon dengan penurunan suku bunga deposito yang selanjutnya akan mendorong juga penurunan suku bunga kredit.
"Transmisi kebijakan moneter ini yang pada akhirnya mempengaruhi suku bunga kredit, tidak terkecuali suku bunga kredit KPR. Dengan fakta BI sudah merelaksasi kebijakan makroprudensial nya dengan menurunkan LTV sejak Agustus 2018, maka diperkirakan bahwa apabila suku bunga KPR berpotensi turun menyesuaikan penurunan suku bunga acuan BI. Oleh karena itu, permintaan terhadap properti dan KPR diperkirakan akan berangsur naik paling cepat akhir tahun ini atau awal tahun depan," papar Josua.
Dikatakannya, berdasarkan survei Bank Indonesia, indeks harga properti residential pada Q2 2019 menunjukkan kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya. Secara kuartalan, harga properti residential melambat dari 0,49 % qtq (kuartal ke kuartal) menjadi 0,20% qtq dan secara tahunan melambat dari 2,04% yoy menjadi 1,47% yoy.
Peningkatan harga properti didorong oleh kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja. Sementara, harga properti residential pada Q3 2019 diperkirakan masih mengalami kenaikan 1,76% qtq.
"Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, harga properti residential diperkirakan meningkat 1,82%yoy dari Q2 2019 sebesar 1,47%yoy. Kenaikan harga rumah diperkirakan terjadi pada rumah tipe kecil," ucapnya.
Untuk melihat seperti apa produk hunian mutakhir yang ditawarkan industri properti, IIPEX sebagai pameran properti terbesar bisa menjadi salah satu barometer. Pameran yang diselenggarakan serentak di 4 kota ini akan berlangsung hingga 29 September 2019.
Tidak hanya menawarkan pilihan hunian terbanyak, dalam pameran ini Rumah.com juga menyajikan virtual tour, konsultasi seputar hunian, dan keuangan rumah tangga.
Marine menjelaskan, Rumah.com ingin membantu para pencari hunian dengan membuat proses ini menjadi lebih transparan. Rumah.com menghadirkan Rumah.com Property Index dan Rumah.com Property Affordability Sentiment Index untuk membantu masyarakat Indonesia memahami pergerakan pasar properti dengan lebih baik. Para pembeli bisa mendapatkan informasi harga yang masuk akal, sesuai dengan sentimen pasar.
Country Manager Rumah.com, Marine Novita, menyambut baik adanya dua kebijakan baru dari Bank Indonesia tersebut. Kebijakan ini diharapkan bisa menggairahkan industri properti yang belakangan ini sedang dalam kondisi melandai.
"Adanya penurunan suku bunga BI 7 Days Repo Rate menjadi 5,25% dan pelonggaran aturan LTV diharapkan bisa menjadi stimulus bagi industri properti di Indonesia, terutama dalam penyaluran KPR bagi konsumen yang akan membeli hunian. Dengan kebijakan tersebut, bank memiliki keleluasaan untuk mengambil risiko dalam menyalurkan kredit dan memberikan batas minimum uang muka (down payment) KPR juga akan bisa lebih ringan," tutur Marine di Jakarta, Kamis (26/6/2019).
Landainya industri properti di Tanah Air juga tercermin dari Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2 2019. Di mana kepuasan secara umum terhadap iklim industri properti Indonesia sedang menurun. Iklim industri properti di Tanah Air saat ini tercatat meraih skor 31%, menurun dari skor 34% pada semester sebelumnya.
Rumah.com Property Affordability Sentiment Index ini adalah survei berkala yang diselenggarakan dua kali dalam setahun oleh Rumah.com bekerja sama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura. Hasil survei kali ini diperoleh berdasarkan 952 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2019.
Survei ini dilakukan oleh Rumah.com sebagai portal properti terdepan di Indonesia untuk mengetahui dinamika yang terjadi di pasar properti di Tanah Air.
Tingkat kepuasan terhadap industri properti Indonesia yang sedang menurun ini, menurut hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index disebabkan oleh value yang didapat antara properti yang ditawarkan dengan harga diminta semakin dianggap tidak wajar dan tidak senilai uangnya (worth the money).
Selain itu, juga semakin banyak responden yang menganggap bahwa properti yang ditawarkan saat ini tidak menarik. Sementara harganya terlalu tinggi.
Menurut Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2 2019, selain suku bunga yang tinggi, ketidakpuasan konsumen terhadap iklim properti di Indonesia juga dipicu oleh harga properti yang mahal atau malah overpriced (menurut 82% responden), harga properti yang terus meningkat (menurut 65% responden), kondisi ekonomi yang belum begitu baik (menurut 53% responden), dan keterbatasan pilihan pembiayaan yang bagus (menurut 37% responden).
Marine menjelaskan, harga properti yang mahal dan terus meningkat memang selalu dipandang dari dua sisi. Bagi mereka yang optimistis, mereka melihatnya sebagai peluang investasi di masa depan.
Sedangkan mereka yang pesimistis, ini disebabkan keraguan terhadap kemampuan finansialnya. Mereka yang belum yakin dengan kemampuan kemungkinan adalah mereka yang masih awam atau kurang informasi.
"Sementara jika ada konsumen yang mengeluhkan suku bunga yang tinggi tapi jika kita lihat berdasarkan data dan ditarik mundur, tingkat suku bunga yang berlaku saat ini tidak lebih tinggi dari suku bunga pada 2015. Oleh karena itu, setelah dua kebijakan Bank Indonesia tersebut berlaku secara efektif maka diharapkan industri properti bisa menggeliat kembali," harap Marine.
Ekonom PermataBank, Josua Pardede, menambahkan keputusan BI untuk menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75bps menjadi 5,25% sejak Juli 2019 sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global.
Penurunan suku bunga acuan BI diperkirakan akan langsung diikuti penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), yang pada umumnya akan direspon dengan penurunan suku bunga deposito yang selanjutnya akan mendorong juga penurunan suku bunga kredit.
"Transmisi kebijakan moneter ini yang pada akhirnya mempengaruhi suku bunga kredit, tidak terkecuali suku bunga kredit KPR. Dengan fakta BI sudah merelaksasi kebijakan makroprudensial nya dengan menurunkan LTV sejak Agustus 2018, maka diperkirakan bahwa apabila suku bunga KPR berpotensi turun menyesuaikan penurunan suku bunga acuan BI. Oleh karena itu, permintaan terhadap properti dan KPR diperkirakan akan berangsur naik paling cepat akhir tahun ini atau awal tahun depan," papar Josua.
Dikatakannya, berdasarkan survei Bank Indonesia, indeks harga properti residential pada Q2 2019 menunjukkan kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya. Secara kuartalan, harga properti residential melambat dari 0,49 % qtq (kuartal ke kuartal) menjadi 0,20% qtq dan secara tahunan melambat dari 2,04% yoy menjadi 1,47% yoy.
Peningkatan harga properti didorong oleh kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja. Sementara, harga properti residential pada Q3 2019 diperkirakan masih mengalami kenaikan 1,76% qtq.
"Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, harga properti residential diperkirakan meningkat 1,82%yoy dari Q2 2019 sebesar 1,47%yoy. Kenaikan harga rumah diperkirakan terjadi pada rumah tipe kecil," ucapnya.
Untuk melihat seperti apa produk hunian mutakhir yang ditawarkan industri properti, IIPEX sebagai pameran properti terbesar bisa menjadi salah satu barometer. Pameran yang diselenggarakan serentak di 4 kota ini akan berlangsung hingga 29 September 2019.
Tidak hanya menawarkan pilihan hunian terbanyak, dalam pameran ini Rumah.com juga menyajikan virtual tour, konsultasi seputar hunian, dan keuangan rumah tangga.
Marine menjelaskan, Rumah.com ingin membantu para pencari hunian dengan membuat proses ini menjadi lebih transparan. Rumah.com menghadirkan Rumah.com Property Index dan Rumah.com Property Affordability Sentiment Index untuk membantu masyarakat Indonesia memahami pergerakan pasar properti dengan lebih baik. Para pembeli bisa mendapatkan informasi harga yang masuk akal, sesuai dengan sentimen pasar.
(ven)