Generasi Z = Generasi Berontak

Minggu, 29 September 2019 - 11:15 WIB
Generasi Z = Generasi Berontak
Generasi Z = Generasi Berontak
A A A
Ada koinsidensi gelombang demonstrasi yang terjadi dalam dua minggu ini di tingkat global dan di berbagai kota di Tanah Air.

Pertama, di tingkat global, gelombang demo di kota-kota besar dunia yang digerakkan oleh remaja 16 tahun, Greta Thunberg, untuk memprotes krisis perubahan iklim dan pemanasan global yang mengancam generasinya. Kedua, demo mahasiswa dan pelajar di Gedung DPR RI yang secara bersamaan juga terjadi di berbagai kota di Tanah Air untuk menolak sejumlah RUU yang bermasalah.

Ada kesamaan dari dua peristiwa itu, yaitu bahwa kedua gelombang protes tersebut dilakukan dan digerakkan oleh mahasiswa dan pelajar yang masuk dalam generasi Z. Generasi Z atau biasa juga disebut “Centennial” adalah generasi yang lahir dalam kurun tahun 1997–2012 (Pew Research, 2019). Di Indonesia generasi ini unik karena mereka hidup di alam yang sudah sepenuhnya demokratis, bebas, dan terbuka pasca- Reformasi.

Spirit Pemberontakan
Kenapa mereka protes? Ini yang menarik. Karena protes itu merupakan manifestasi dari “kegelisahan kolektif” yang dirasakan ketika mereka menghadapi kenyataan pahit berupa masa depan yang muram dan kian mencemaskan. Generasi ini berontak tatkala berbagai kondisi muram itu kian mengancam eksistensi generasinya. Keterancaman ini membentuk spirit generasi ini, yaitu spirit pemberontakan. Pemberontakan kepada siapa? Pemberontakan kepada generasi-generasi sebelumnya yang mereka anggap telah gagal memegang amanah untuk mengelola bumi dan negara. Dalam kasus Greta, kegelisahan kolektif itu terpicu oleh nasib bumi yang kian mencemaskan akibat pemanasan global.

Saking mencemaskannya, Greta menyebutnya “krisis rumah terbakar” seperti diungkapkannya bulan Januari lalu di World Economic Forum, Davos, di depan para pemimpin dunia: “I want you to act as if the house was on fire—because it is.” Greta bahkan menyebut krisis perubahan iklim sebagai the greatest crisis in human history. Sementara itu dalam kasus demo mahasiswa/pelajar, kegelisahan kolektif itu adalah kondisi Indonesia yang kian muram dan mencemaskan. Indonesia yang berada di ambang perpecahan oleh isu SARA, korupsi yang merajalela bak kanker yang menjalar di semua lapisan masyarakat, hukum yang tebang pilih dan kian sulit ditegakkan, pelanggaran HAM yang diinstitusikan, kehidupan ekonomi yang kian sulit hingga akhlak bangsa yang kian dekaden.

Sentimen Generasi
Ada aroma “sentimen generasi” di dalam dua peristiwa di atas, yaitu bahwa generasi Z melihat semua krisis dan bencana itu sebagai “dosadosa” generasi sebelumnya. Dan dengan tegas generasi Z menyalahkan dan meminta pertanggungjawaban generasi-generasi sebelumnya atas kerusakan-kerusakan yang telah mereka timbulkan. Sentimen generasi ini terlihat jelas dari pernyataan-pernyataan Greta dalam setiap protes-protesnya. Greta bilang: “I am doing this because you adults are shifting on my future.”

Ia protes karena generasi pendahulunya telah mencuri masa depannya di mana generasinya harus hidup di bumi yang telah mengalami kerusakan dahsyat. Ia protes karena generasi pendahulunya hanya menyisakan warisan bumi yang kurus, kering-kerontang karena telah dieksploitasi habis-habisan melalui penggundulan hutan, pengurasan minyak bumi dan hasil tambang serta pencemaran udara oleh asap pabrik dan kendaraan. Sementara itu dalam protes mahasiswa/pelajar, sentimen generasi terlihat dari kekecewaan mereka terhadap kinerja para pemimpin dari generasigenerasi sebelumnya.

Mereka melihat para pemimpin dari generasigenerasi sebelum mereka baik di era Orde Lama, Orde Baru maupun Orde Reformasi saat ini tidak becus mengurus bangsa ini. Ketidakbecusan itu menghasilkan kerusakan dan bencana kemanusiaan yang dahsyat (berupa korupsi, ketimpangan ekonomi, tatanan politik-hukum yang pincang, dekadensi moral bangsa) yang terpaksa harus mereka terima sebagai sebuah warisan. Itu sebabnya mereka marah. Itulah kenapa mereka berontak.

Waktunya Lengser
Ketika generasi Z dipaksa menerima bumi dan negara yang compang-camping seperti sekarang ini, lalu apa opsi yang mereka ambil? Persis seperti diteriakkan oleh Greta dalam protesnya: “Kini waktunya bertindak!” Mereka mendesak para pemimpin dari generasi-generasi sebelumnya lengser karena telah gagal dan kinilah waktunya mereka mengambil alih kepemimpinan. Kegagalan itu diakui oleh Sekjen PBB yang mengatakan: “My generation has failed to respond properly to the dramatic challenge of climate change. This is deeply felt by young people. No wonder they are angry.” Karena itu wajar jika sebaiknya pemimpin-pemimpin lama yang tak relevan lagi itu segera lengser.

Dunia telah berubah sedemikian rupa dan begitu cepat sehingga tidak bisa lagi dikelola dengan cara-cara lama yang dijalankan oleh pemimpin-pemimpin obsolete dari generasi lama. Kini waktunya yang muda memimpin karena gaya kepemimpinan mereka lebih fit dengan situasi dunia kekinian. Mereka tak mau menggadaikan nasib dan masa depan mereka kepada pemimpin lama yang ketinggalan zaman. Itu sebabnya mereka marah dan memberontak.

Yuswohady
Managing Partner Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3751 seconds (0.1#10.140)