Melambat, Penyaluran Kredit Perbankan Agustus Tumbuh 8,6%
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit pada Agustus 2019 sebesar Rp5.489,6 triliun atau tumbuh 8,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan 9,7% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan penyaluran kredit terjadi baik pada golongan debitur korporasi maupun perseorangan.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, kredit kepada korporasi tumbuh sebesar 9,4% (yoy), melambat dibandingkan 11,4% (yoy) pada bulan sebelumnya. Sementara kredit kepada debitur perorangan meningkat 8,8% (yoy) pada Agustus 2019, Iebih rendah dibandingkan 9,2% (yoy) pada bulan sebelumnya.
"Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh jenis penggunaannya yaitu modal kerja investasi dan konsumsi," kata Onny di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Kredit modal kerja (KMK) tumbuh melambat dari 9,0% (yoy) menjadi 7,5% (yoy) pada Agustus 2019. Perlambatan tersebut terutama pada sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) serta sektor industri pengolahan. KMK sektor PHR juga melambat dari 7,4% (yoy) menjadi 6,0% (yoy) pada Agustus 2019 terutama kredit yang disalurkan untuk subsektor perdagangan ekspor minyak kelapa sawit mentah di Sumatera Utara.
Sedangkan KMK kepada sektor industri pengolahan juga mengalami perlambatan dari 12,6% (yoy) menjadi 11,2% (yoy) khususnya pada subsektor industri minyak goreng dan kelapa sawit mentah di wilayah Sumatera Selatan dan Banten. Perlambatan juga terjadi pada Kredit Investasi dari 13,8% (yoy) pada bulan Juli 2019 menjadi 12,7% (yoy) terutama berasal dari sektor PHR serta sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan.
"Sektor PHR tercatat mengalami perlambatan, dari 7,2% (yoy) pada Juli 2019 menjadi 5,0% (yoy) terutama pada subsektor ekspor minyak kelapa sawit mentah di Sumatera Utara," ungkap Onny.
Sementara sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan meningkat 7,8% (yoy), Iebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 8,3% (yoy) yang disebabkan oleh subsektor perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat dan Sumatera Barat.
Dia melanjutkan, Kredit Konsumsi (KK) pada Agustus 2019 juga tercatat melambat, dari 7,3% (yoy) menjadi 7,0% (yoy), terutama disebabkan oleh perlambatan kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), serta kredit multiguna. BI mencatat, KPR pada Agustus 2019 meningkat sebesar 11,3% (yoy), Iebih rendah dibandingkan 12,3% (yoy) pada bulan sebelumnya, terutama karena perlambatan KPR tipe 22-70 di wilayah Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.
Adapun KKB tercatat melambat, dari 3,5% (yoy) pada Juli 2019 menjadi 3,1% (yoy) pada bulan laporan yang disebabkan oleh perlambatan kredit pada kendaraan roda empat di wilayah DKI Jakarta dan Sumatera Utara. Sementara itu kredit multiguna tercatat mengalami perlambatan, dari 10,0% (yoy) pada Juli 2019 menjadi 9,5% (yoy) pada bulan laporan.
Onny melanjutkan, kredit properti pada Agustus 2019 tercatat sebesar Rp1.014,8 triliun, tumbuh 15,3% (yoy), Iebih rendah dari 15,9% (yoy) pada bulan sebelumnya, yang disebabkan oleh perlambatan kredit KPR dan KPA serta kredit real estate. Pertumbuhan KPR dan KPA melambat, dari 12,3% (yoy) menjadi 11,3% (yoy) pada Agustus 2019.
Perlambatan juga terjadi pada kredit real estat dari 7,9% (yoy) menjadi 7,3% (yoy) pada Agustus 2019, terutama pada subsektor gedung perkantoran di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Ditengah perlambatan kredit, lannut Onny, penyaluran kredit kepada sektor UMKM pada Agustus 2019 meningkat 13,3% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 11,6% (yoy).
Akselerasi pertumbuhan kredit UMKM sejalan dengan peningkatan pada kredit skala menengah yang meningkat 13,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 9,0% (yoy). Di sisi lain, kredit skala usaha mikro dan kecil masing-masing tumbuh sebesar 15,4% (yoy) dan 11,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 15,9% (yoy) dan 11,9% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, terjadi peningkatan pada kredit UMKM baik dengan jenis penggunaan investasi maupun modal kerja. Di sisi lain, suku bunga kredit pada Agustus 2019 menurun sejalan dengan penurunan suku bunga acuan, begitu pula dengan suku bunga simpanan.
Rata-rata tertimbang suku bunga kredit bulan Agustus 2019 sebesar 10,70%, turun 2 basis poin dibandingkan dengan 10,72% pada bulan sebelumnya. Demikian juga rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka tenor 1, 3, 6, bulan dan 12 bulan menurun, masing-masing dari 6,68%, 6,78%, 7,24%, dan 7,12% pada Juli 2019 menjadi 6,52%, 6,71%, 7,17%, dan 7,11%.
Di sisi Iain, suku bunga simpanan tenor 24 bulan mengalami peningkatan, dari 7,02% pada Juli 2019 menjadi 7,04%. Ke depan, BI memandang bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang akomodatif dapat mendorong pertumbuhan kredit tanpa mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Pertumbuhan kredit perbankan diprediksi dalam kisaran 10-12% (yoy) pada 2019 dan 11-13% (yoy) pada 2020, sementara DPK diprakirakan dalam kisaran 7-9% (yoy) pada 2019 dan 8-10% (yoy) pada 2020.
Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Muhammad Yusron menilai, laju pertumbuhan kredit diperkirakan berpotensi membaik sejalan dengan langkah pelonggaran pada kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) dan penurunan suku bunga moneter dalam 2 bulan terakhir.
"Ruang ekspansi kredit masih cukup terbuka pada bank besar, sementara untuk bank menengah dan kecil cenderung terbatas akan tergantung pada perbaikan laju pertumbuhan sisi DPK," ujar Yusron. Gap pertumbuhan berpotensi menyempit dan mengurangi tekanan risiko segmentasi likuiditas pada beberapa kelompok bank.
Sementara tambahan ekspansi fiskal yang secara siklus lebih tinggi semester II/2019 diharapkan memberikan dampak positif pada pertumbuhan DPK. Sampai dengan akhir tahun 2019 pertumbuhan kredit dan DPK diperkirakan akan mencapai masing-masing sebesar 11,7% dan 7,4%.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, kredit kepada korporasi tumbuh sebesar 9,4% (yoy), melambat dibandingkan 11,4% (yoy) pada bulan sebelumnya. Sementara kredit kepada debitur perorangan meningkat 8,8% (yoy) pada Agustus 2019, Iebih rendah dibandingkan 9,2% (yoy) pada bulan sebelumnya.
"Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh jenis penggunaannya yaitu modal kerja investasi dan konsumsi," kata Onny di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Kredit modal kerja (KMK) tumbuh melambat dari 9,0% (yoy) menjadi 7,5% (yoy) pada Agustus 2019. Perlambatan tersebut terutama pada sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) serta sektor industri pengolahan. KMK sektor PHR juga melambat dari 7,4% (yoy) menjadi 6,0% (yoy) pada Agustus 2019 terutama kredit yang disalurkan untuk subsektor perdagangan ekspor minyak kelapa sawit mentah di Sumatera Utara.
Sedangkan KMK kepada sektor industri pengolahan juga mengalami perlambatan dari 12,6% (yoy) menjadi 11,2% (yoy) khususnya pada subsektor industri minyak goreng dan kelapa sawit mentah di wilayah Sumatera Selatan dan Banten. Perlambatan juga terjadi pada Kredit Investasi dari 13,8% (yoy) pada bulan Juli 2019 menjadi 12,7% (yoy) terutama berasal dari sektor PHR serta sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan.
"Sektor PHR tercatat mengalami perlambatan, dari 7,2% (yoy) pada Juli 2019 menjadi 5,0% (yoy) terutama pada subsektor ekspor minyak kelapa sawit mentah di Sumatera Utara," ungkap Onny.
Sementara sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan meningkat 7,8% (yoy), Iebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 8,3% (yoy) yang disebabkan oleh subsektor perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat dan Sumatera Barat.
Dia melanjutkan, Kredit Konsumsi (KK) pada Agustus 2019 juga tercatat melambat, dari 7,3% (yoy) menjadi 7,0% (yoy), terutama disebabkan oleh perlambatan kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), serta kredit multiguna. BI mencatat, KPR pada Agustus 2019 meningkat sebesar 11,3% (yoy), Iebih rendah dibandingkan 12,3% (yoy) pada bulan sebelumnya, terutama karena perlambatan KPR tipe 22-70 di wilayah Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.
Adapun KKB tercatat melambat, dari 3,5% (yoy) pada Juli 2019 menjadi 3,1% (yoy) pada bulan laporan yang disebabkan oleh perlambatan kredit pada kendaraan roda empat di wilayah DKI Jakarta dan Sumatera Utara. Sementara itu kredit multiguna tercatat mengalami perlambatan, dari 10,0% (yoy) pada Juli 2019 menjadi 9,5% (yoy) pada bulan laporan.
Onny melanjutkan, kredit properti pada Agustus 2019 tercatat sebesar Rp1.014,8 triliun, tumbuh 15,3% (yoy), Iebih rendah dari 15,9% (yoy) pada bulan sebelumnya, yang disebabkan oleh perlambatan kredit KPR dan KPA serta kredit real estate. Pertumbuhan KPR dan KPA melambat, dari 12,3% (yoy) menjadi 11,3% (yoy) pada Agustus 2019.
Perlambatan juga terjadi pada kredit real estat dari 7,9% (yoy) menjadi 7,3% (yoy) pada Agustus 2019, terutama pada subsektor gedung perkantoran di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Ditengah perlambatan kredit, lannut Onny, penyaluran kredit kepada sektor UMKM pada Agustus 2019 meningkat 13,3% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 11,6% (yoy).
Akselerasi pertumbuhan kredit UMKM sejalan dengan peningkatan pada kredit skala menengah yang meningkat 13,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 9,0% (yoy). Di sisi lain, kredit skala usaha mikro dan kecil masing-masing tumbuh sebesar 15,4% (yoy) dan 11,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 15,9% (yoy) dan 11,9% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, terjadi peningkatan pada kredit UMKM baik dengan jenis penggunaan investasi maupun modal kerja. Di sisi lain, suku bunga kredit pada Agustus 2019 menurun sejalan dengan penurunan suku bunga acuan, begitu pula dengan suku bunga simpanan.
Rata-rata tertimbang suku bunga kredit bulan Agustus 2019 sebesar 10,70%, turun 2 basis poin dibandingkan dengan 10,72% pada bulan sebelumnya. Demikian juga rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka tenor 1, 3, 6, bulan dan 12 bulan menurun, masing-masing dari 6,68%, 6,78%, 7,24%, dan 7,12% pada Juli 2019 menjadi 6,52%, 6,71%, 7,17%, dan 7,11%.
Di sisi Iain, suku bunga simpanan tenor 24 bulan mengalami peningkatan, dari 7,02% pada Juli 2019 menjadi 7,04%. Ke depan, BI memandang bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang akomodatif dapat mendorong pertumbuhan kredit tanpa mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Pertumbuhan kredit perbankan diprediksi dalam kisaran 10-12% (yoy) pada 2019 dan 11-13% (yoy) pada 2020, sementara DPK diprakirakan dalam kisaran 7-9% (yoy) pada 2019 dan 8-10% (yoy) pada 2020.
Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Muhammad Yusron menilai, laju pertumbuhan kredit diperkirakan berpotensi membaik sejalan dengan langkah pelonggaran pada kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) dan penurunan suku bunga moneter dalam 2 bulan terakhir.
"Ruang ekspansi kredit masih cukup terbuka pada bank besar, sementara untuk bank menengah dan kecil cenderung terbatas akan tergantung pada perbaikan laju pertumbuhan sisi DPK," ujar Yusron. Gap pertumbuhan berpotensi menyempit dan mengurangi tekanan risiko segmentasi likuiditas pada beberapa kelompok bank.
Sementara tambahan ekspansi fiskal yang secara siklus lebih tinggi semester II/2019 diharapkan memberikan dampak positif pada pertumbuhan DPK. Sampai dengan akhir tahun 2019 pertumbuhan kredit dan DPK diperkirakan akan mencapai masing-masing sebesar 11,7% dan 7,4%.
(fjo)