Menteri Basuki: Infrastruktur Perlu Jadi Pengungkit dan Dongkrak Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas pembangunan nasional merupakan sebuah pilihan yang logis dan strategis untuk mengejar ketertinggalan dan meningkatkan daya saing bangsa. Daya tahan Indonesia sangat tergantung pada ketangguhan infrastruktur yang kita miliki, di kota, di desa, di kawasan pedalaman, di kawasan perbatasan, serta pulau-pulau terluar dan terdepan.
Daya tahan ini terbukti dengan bertahannya Indonesia dalam stagnasi ekonomi dunia lima tahun terakhir ini. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, peringkat daya saing infrastruktur Indonesia mengalami peningkatan, dari posisi 61 pada tahun 2013 menjadi 52 pada tahun 2018.
Presiden menyadari sepenuhnya bahwa infrastruktur yang handal merupakan salah satu kunci penting dalam meningkatkan daya saing Indonesia. Kemudian pada Tahun 2019 ini ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,08%, sementara Negara maju dan Negara berpenduduk besar lain tumbuh di bawah angka Indonesia.
“Presiden Joko Widodo dalam Visi Indonesia yang disampaikan beliau pada tanggal 14 Juli 2019 silam di Sentul, Bogor, menyampaikan bahwa infrastruktur akan terus dilanjutkan, namun tidak berhenti disana, melainkan harus dikaitkan dengan kemanfaatan ekonomi dari infrastruktur tersebut.,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat menyampaikan Orasi Ilmiah pada acara Dies Natalis ke -53 dan wisuda semester genap tahun akademik 2018/2019 Universitas Pancasila.
Disamping itu, Ia juga dipastikan bahwa infrastruktur harus dihubungkan dengan kawasan industri rakyat, industri kecil, kawasan ekonomi khusus, kawasan pariwisata dan kawasan pertumbuhan lain
Kondisi ini juga berkaitan dengan fakta bahwa ICOR (Incremental Capital Output Ratio) pada Tahun 2018, berada pada angka 6,3. Artinya setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi 1% membutuhkan peningkatan investasi infrastruktur sebesar 6,3%, sementara Vietnam yang 4,31, atau Negara berpenduduk besar lain yang memiliki ICOR dibawah 5.
ICOR merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara peningkatan belanja modal (termasuk infrastruktur) dan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi. ICOR bisa menjadi salah satu parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Semakin tinggi nilai ICOR semakin tidak efisien suatu negara untuk investasi.
“Ekonomi kita belum efisien, dan belanja infrastruktur belum memicu sektor ekonomi lain bergerak. Singkatnya, “kurang nendang”. Infrastruktur kita perlukan sebagai pengungkit dan memberikan dampak terhadap transformasi dan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Basuki.
Daya tahan ini terbukti dengan bertahannya Indonesia dalam stagnasi ekonomi dunia lima tahun terakhir ini. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, peringkat daya saing infrastruktur Indonesia mengalami peningkatan, dari posisi 61 pada tahun 2013 menjadi 52 pada tahun 2018.
Presiden menyadari sepenuhnya bahwa infrastruktur yang handal merupakan salah satu kunci penting dalam meningkatkan daya saing Indonesia. Kemudian pada Tahun 2019 ini ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,08%, sementara Negara maju dan Negara berpenduduk besar lain tumbuh di bawah angka Indonesia.
“Presiden Joko Widodo dalam Visi Indonesia yang disampaikan beliau pada tanggal 14 Juli 2019 silam di Sentul, Bogor, menyampaikan bahwa infrastruktur akan terus dilanjutkan, namun tidak berhenti disana, melainkan harus dikaitkan dengan kemanfaatan ekonomi dari infrastruktur tersebut.,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat menyampaikan Orasi Ilmiah pada acara Dies Natalis ke -53 dan wisuda semester genap tahun akademik 2018/2019 Universitas Pancasila.
Disamping itu, Ia juga dipastikan bahwa infrastruktur harus dihubungkan dengan kawasan industri rakyat, industri kecil, kawasan ekonomi khusus, kawasan pariwisata dan kawasan pertumbuhan lain
Kondisi ini juga berkaitan dengan fakta bahwa ICOR (Incremental Capital Output Ratio) pada Tahun 2018, berada pada angka 6,3. Artinya setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi 1% membutuhkan peningkatan investasi infrastruktur sebesar 6,3%, sementara Vietnam yang 4,31, atau Negara berpenduduk besar lain yang memiliki ICOR dibawah 5.
ICOR merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara peningkatan belanja modal (termasuk infrastruktur) dan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi. ICOR bisa menjadi salah satu parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Semakin tinggi nilai ICOR semakin tidak efisien suatu negara untuk investasi.
“Ekonomi kita belum efisien, dan belanja infrastruktur belum memicu sektor ekonomi lain bergerak. Singkatnya, “kurang nendang”. Infrastruktur kita perlukan sebagai pengungkit dan memberikan dampak terhadap transformasi dan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Basuki.
(akr)