Pengusaha Wanita Paling Sukses di Inggris Soroti Kesenjangan Upah
A
A
A
LONDON - Kelompok 100 pengusaha wanita paling sukses di Inggris telah meluncurkan kampanye untuk menghentikan kesenjangan upah berdasarkan gender. Beberapa nama perusahaan terbesar Inggris berada di balik gerakan tersebut dengan tagar #MeTooPay, termasuk Dame Minouche Shafik yang berpeluang menjadi Gubernur Bank of England (BoE) dan Bos GSK Emma Walmsley.
Kampanye ini dipicu menyusul mencuatnya kasus bias gender yang melibatkan bank BNP Paribas. Gerakan kesetaraan upah bagi semua gender juga dipelopori oleh mantan kepala Royal Mail yakni Dame Moya Greene.
"Diskriminasi upah lebih luas daripada yang kita duga, meskipun kami telah memiliki undang-undang tentang ini selama 40 tahun. Kami ingin menjaga masalah ini tetap menjadi perhatian," katanya kepada BBC.
"Sebagian besar perusahaan memiliki kebijakan yang sangat baik, tetapi dalam banyak kasus mereka (wanita) tidak diberlakukan dengan benar (dalam hal upah). Ditambah juga tidak selalu mengarah pada hasil yang baik," sambung usai #MeTooPay telah meluncurkan situs web dan kampanye media sosial untuk menjaga kesenjangan pembayaran gender tetap menjadi sorotan.
Bias Gender
Pengalaman karyawan bank BNP Paribas Stacey Macken yang bekerja di divisi broker utama perusahaan telah mengejutkan para kelompok pengusaha wanita. Pengadilan ketenagakerjaan mengungkapkan gaji pokok Macken tercatat 25% lebih rendah dari rekan kerjanya dengan gender pria, bahkan pembayaran bonus tahun pertama kurang dari setengahnya.
Hal itu didapatkan Macken, meski mendapatkan nilai dari kinerja yang sama. Tiga tahun setelah bergabung, perbedaan antara bonus Macken dan bonus rekan kerja laki-lakinya telah melebar menjadi 85%. Kemudian Macken memenangkan klaim atas diskriminasi gender terhadap bank investasi tersebut.
"Ini adalah bagian dari serangkaian kasus diskriminatif tingkat tinggi yang telah kami saksikan selama 12 hingga 18 bulan terakhir. Diskriminasi upah pada dasarnya masalah manajemen, mereka memutuskan siapa yang akan dibayar berapa," kata Dame Moya, bos Royal Mail dari 2010 hingga 2018 yang saat ini menjadi direktur non-eksekutif di maskapai Easyjet.
Namun dia mengatakan, bahwa sebagian besar kasus diskriminasi tidak disengaja, tetapi apakah sama dalam kasus "bias gender".
Kampanye ini dipicu menyusul mencuatnya kasus bias gender yang melibatkan bank BNP Paribas. Gerakan kesetaraan upah bagi semua gender juga dipelopori oleh mantan kepala Royal Mail yakni Dame Moya Greene.
"Diskriminasi upah lebih luas daripada yang kita duga, meskipun kami telah memiliki undang-undang tentang ini selama 40 tahun. Kami ingin menjaga masalah ini tetap menjadi perhatian," katanya kepada BBC.
"Sebagian besar perusahaan memiliki kebijakan yang sangat baik, tetapi dalam banyak kasus mereka (wanita) tidak diberlakukan dengan benar (dalam hal upah). Ditambah juga tidak selalu mengarah pada hasil yang baik," sambung usai #MeTooPay telah meluncurkan situs web dan kampanye media sosial untuk menjaga kesenjangan pembayaran gender tetap menjadi sorotan.
Bias Gender
Pengalaman karyawan bank BNP Paribas Stacey Macken yang bekerja di divisi broker utama perusahaan telah mengejutkan para kelompok pengusaha wanita. Pengadilan ketenagakerjaan mengungkapkan gaji pokok Macken tercatat 25% lebih rendah dari rekan kerjanya dengan gender pria, bahkan pembayaran bonus tahun pertama kurang dari setengahnya.
Hal itu didapatkan Macken, meski mendapatkan nilai dari kinerja yang sama. Tiga tahun setelah bergabung, perbedaan antara bonus Macken dan bonus rekan kerja laki-lakinya telah melebar menjadi 85%. Kemudian Macken memenangkan klaim atas diskriminasi gender terhadap bank investasi tersebut.
"Ini adalah bagian dari serangkaian kasus diskriminatif tingkat tinggi yang telah kami saksikan selama 12 hingga 18 bulan terakhir. Diskriminasi upah pada dasarnya masalah manajemen, mereka memutuskan siapa yang akan dibayar berapa," kata Dame Moya, bos Royal Mail dari 2010 hingga 2018 yang saat ini menjadi direktur non-eksekutif di maskapai Easyjet.
Namun dia mengatakan, bahwa sebagian besar kasus diskriminasi tidak disengaja, tetapi apakah sama dalam kasus "bias gender".
(akr)