AirNav Pemegang Kunci Navigasi Langit Nusantara

Jum'at, 04 Oktober 2019 - 19:34 WIB
AirNav Pemegang  Kunci Navigasi Langit Nusantara
AirNav Pemegang Kunci Navigasi Langit Nusantara
A A A
PESAWAT jenis Airbus 320-200 Citilink nomor penerbangan QG792 melaju pelan menuju runway bandara Soekarno-Hatta. Meski Bandara Halim Perdanakusuma ditutup sementara, namun penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta tetap lancar. Tepat pukul 07:00 WIB, burung besi anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, itu mengudara menuju Semarang, Jawa Tengah.

"Penerbangan akan ditempuh dalam waktu 50 menit di ketinggian 27 ribu kaki," begitu bunyi pengumuman yang disuarakan pilot kapten Norman.

Muhammad Ridwan (28) dan Wisnu Prasetyo (34), yang duduk di kursi 19D dan 19E melakukan obrolan ringan soal cerahnya cuaca saat itu. "Cuaca cerah jadi bisa tidur nyenyak. Enggak khawatir guncangan," kata Ridwan. Wisnu pun menimpali, jika kondisi cuaca buruk tentu pilot akan memberi kabar. "Komunikasi pilot dengan ATC enggak bakal putus sampai kita mendarat," katanya.

Keduanya pun menikmati perjalanan itu dan sampai di tujuan dengan selamat. Pengalaman berbeda dirasakan oleh Rochmad Purboyo (49). Pria yang bermukim di Depok, Jawa Barat itu bepergian ke Medan, Sumatra Utara saat pulau Sumatra diselimuti kabut asap.

Hari Sabtu tiga pekan lalu, Rochmad dan beberapa koleganya akan bertolak dengan penerbangan Citilink nomor QG914. Tepat pukul 08:45 WIB, pesawat Airbus 320 seri 200 itu melaju perlahan menuju landas pacu. "Makan kentang bersama darling, selamat datang di Citilink," begitu kata pramugari mencairkan suasana di dalam kabin yang dingin.

Namun, penerbangan saat itu berbeda dari biasanya. Tak ada lantunan pantun dari sang pilot di ruang kemudi. Setelah hampir satu setengah jam mengudara, pesawat menurunkan ketinggian jelajahnya. Rochmad yang duduk di kursi 18B terbangun dari tidurnya. Notifikasi agar penumpang mengencangkan sabuk pengaman sudah menyala, pramugari mengumumkan pesawat sudah bersiap landing. Meski cuaca dari balik jendela terlihat mendung, namun tak ada air hujan menetes sedikitpun di Bandara Kualanamu Medan.

Para penumpang turun dari pesawat dengan rapih. Seorang petugas ground handling mengatakan, mendung bukan berasal dari gumpalan awan, namun berasal dari asap akibat kebakaran lahan di Pekanbaru, Provinsi Riau. "Biasa ada orang kaya bakar-bakar lahan. Mereka seenaknya saja tak tersentuh oleh hukum," katanya setengah berkelakar.

Sembari berjalan menuju terminal kedatangan, Rochmad pun menyayangkan, kebakaran lahan yang kerap terjadi di kawasan Sumatra. "Pantas tadi tak ada pantun dari pilot, mungkin sedang berkonsentrasi," katanya.

Siang itu, di terminal kedatangan Bandara Kualanamu cukup padat. Juga tampak di terminal keberangkatannya. Meskipun kabut asap terlihat tebal, layar monitor bandara tak menunjukkan ada jadwal penerbangan yang dibatalkan. "Penumpang tujuan Sibolga dipersilahkan naik ke pesawat," begitu bunyi pengumuman yang disiarkan dari pengeras suara di terminal.

Sejurus kemudian, Rochmad beserta rekan-rekannya teringat kejadian 22 tahun silam. Di bulan yang sama September, pada 1997, kota Medan diselimuti kabut asap tebal. Sejumlah penerbangan pun terganggu. Puncaknya, penerbangan Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan 152 mengalami kecelakaan.

Pesawat jenis Airbus A300 seri B4 jatuh di Sibolangit, tak jauh dari kota Medan. Sebanyak 222 penumpang dan 12 awak tewas. Kecelakaan itu merupakan kecelakaan pesawat terburuk dalam sejarah penerbangan Indonesia.

Pengalaman yang sama dirasakan Indah Susanti yang akan menuju Pangkal Pinang pada 24 September silam. Pesawat yang ditumpanginya, Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA136 rute Jakarta-Pangkal Pinang harus kembali ke Bandara Soekarno Hatta. Padahal, pesawat yang take off pukul 10:00 WIB itu dijadwalkan mendarat di Pangkal Pinang pada 11:20 WIB. "Sudah mau mendarat tapi pesawat muter-muter selama 30 menit dan akhirnya kembali lagi ke Jakarta," katanya.

Corporate Secretary Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan, mengungkapkan kendala beberapa penerbangan tersebut karena kondisi di bandara tujuan tidak memungkinkan untuk mendarat. "Ada Notam dari AirNav, tentu itu menjadi pertimbangan. Keselamatan, kenyamanan dan keamanan penumpang menjadi prioritas kami di seluruh penerbangan," tegasnya.

Peran Vital AirNav Mengatur Lalu Lintas Udara
Bencana kebakaran hutan dan lahan di Sumatra dan Kalimatan itu tentu saja membuat banyak penrbangan terganggu. Tak hanya itu, jika tidak cermat dalam mengantisipasinya, insiden yang tak diinginkan bisa saja terjadi.

"Karena itulah peran Perum LPPNPI atau yang dikenal dnegan AirNav Indonesia sangat vital, tak hanya mengatur lalu lintas udara saja tetapi juga berkomunikasi dengan pilot tentang kondisi di bandara melalui pemandu lalu lintas udara," ujar pengamat industri transportasi udara Agus Wahyudin.

Mantan dosen Universitas Bhayangkara, Bekasi ini menambahkan, pemandu lalu lintas udara, merupakan komponen yang sangat penting di dalam pelayanan lalu lintas penerbangan. Hal ini karena pemandu lalu lintas udara memiliki peran pencegahan agar jarak pesawat yang satu dengan lainnya tidak terlalu dekat. Juga mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara dan mencegah tabrakan antara pesawat udara dengan obyek lainnya selama beroperasi.

"Pemandu lalu lintas udara juga berperan memberikan bantuan kepada pilot dalam mengendalikan keadaan-keadaan darurat. Misalnya memberikan informasi yang dibutuhkan pilot selama penerbangan seperti informasi cuaca, informasi navigasi penerbangan, juga informasi lalu lintas udara," paparnya.

Tak hanya itu, kata Agus, jarak pandang pilot pun juga menjadi perhatian pemandu lalu lintas udara. Termasuk kondisi cuaca saat pesawat terbang dari bandara asal, kondisi cuaca di perjalanan hingga di sekitar bandara tujuan.

"AirNav punya peran sangat penting, memberi tahu pilot jika ada badai dan sebagainya. Ibaratnya, sebagai pemegang kunci lalu lintas udara di Indonesia, juga memiliki peran menjaga keselamatan penerbangan," tuturnya.

Di masa yang akan datang, Agus meyakini peran AirNav akan semakin dibutuhkan. Dan beban kerjanya akan semakin berat. Ini karena jumlah armada maskapai penerbangan nasional terus bertambah, yang disebabkan ekspansi maskapai-maskapai nasional membuka rute baru, tak hanya domestik tapi juga internasional.

"Traffic, frekuensi, rute bertambah. Pemerintahan Presiden Joko Widodo banyak membangun bandara baru. Jadi fungsi dan peran AirNav ini luar biasa strategis," tegasnya.

Saat ini, pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur yang menghubungkan daerah-daerah di Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk membangun bandara di beberapa daerah di Indonesia sangat mendukung pertumbuhan industri penerbangan domestik dan internasional. Karena itulah, AirNav harus memperkuat peralatan dan sumber daya manusianya untuk menghadapi industri penerbangan di masa yang akan datang. "Pemerintah juga harus memberikan dukungan penuh kepada AirNav," papar Agus.

Peluang dan tantangan yang dihadapi oleh AirNav Indonesia tidak terlepas dari dinamika industri penerbangan nasional. Sejalan dengan kondisi tersebut, AirNav Indonesia memiliki kebutuhan untuk terus memperbaiki dan meningkatkan layanan navigasi penerbangannya. Yaitu melayani hingga 12.600 movement per hari.

"Peran AirNav sangat vital, karena itu harus memiliki sumber daya manusia yang ahli dan dapat diandalkan. AirNav juga memerlukan peralatan dengan teknologi yang mumpuni dalam menjalankan kegiatan usaha layanan navigasi penerbangan," tegas pengamat penerbangan Hendrowiyono.

Menurut Hendro, sebagai pemegang peranan yang vital dalam konektivitas di udara Nusantara, AirNav harus mampu mengatasi tantangan eksternal, antara lain perubahan regulasi penerbangan, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

Juga dampak bencana alam terhadap kegiatan operasional pelayanan pengaturan lalu lintas udara. "Sebab, AirNav yang memberikan data-data kondisi di lapangan seperti kondisi cuaca, bandara, runway dan sebagainya. Meskipun yang memutuskan pesawat landing atau tidak itu pilot, tapi data-data dari AirNav sangat menentukan," tegas Hendrowiyono.

Prospek usaha AirNav Indonesia secara prinsip bergantung pada kebijakan pemangku kepentingan lain, terutama maskapai penerbangan dan pemerintah Indonesia. Diantara kebijakan tersebut yaitu penambahan rute baru oleh maskapai dan peningkatan kapasitas bandar udara oleh pemerintah.

Kegiatan usaha AirNav Indonesia ke depan, diperkirakan tetap berkembang seiring dengan bertambahnya bandara baru dan meningkatnya jumlah armada perusahaan penerbangan di Indonesia. "Selain itu, jumlah penumpang angkutan udara akan terus meningkat sejalan dengan daya beli masyarakat. Meskipun agak turun tahun ini, ke depan pasti naik lagi karena masyarakat butuh angkutan udara," tegas Hendro.

Berkomitmen Memberikan Pelayanan Terbaik
Dari aspek bisnis, AirNav Indonesia masih memiliki potensi pertumbuhan, meski akan mendapat tantangan yang berat yakni naiknya harga tiket pesawat sejak kuartal I-2019.

Prospek usaha AirNav kini difokuskan pada peran aktif menciptakan sistem keselamatan transportasi udara serta membangun citra positif Indonesia di mata dunia melalui pelayanan navigasi udara yang prima.

Apalagi, Indonesia diprediksi akan mendapatkan pertumbuhan penumpang sebesar 135 juta penumpang per tahun, dengan China sebesar 817 juta, India sebesar 322 juta, dan Vietnam sebesar 112 juta penumpang.

Data AirNav Indonesia mencatat kenaikan traffic movement kantor cabang sebesar 6,86% pada 2018, dari 2.257.666 traffic movement pada tahun 2017 menjadi 2.412.647 traffic movement.

"Untuk itu, kami berupaya meningkatkan kualitas pelayanan, fasilitas, serta SDM untuk mensejajarkan kualitas layanan navigasi dengan negara-negara lain di kawasan regional," tegas Direktur Utama AirNav Indonesia Novie Riyanto.

AirNav juga menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas layanan navigasi penerbangan dalam rangka merangkai konektivitas Nusantara melalui transportasi udara.

Mengutip keterangan resmi AirNav, selama enam tahun memberikan layanan navigasi angkutan udara, AirNav Indonesia terus meningkatkan kualitas layanan. Bahkan, dalam kurun 2019, disiapkan investasi Rp2,6 triliun untuk 290 program peningkatan pelayanan di bandara-bandara besar maupun perintis.

"Investasi ini meningkat dibandingkan dengan tahun lalu senilai Rp1,9 triliun," ungkap Novie Riyanto.

Investasi sebesar itu digunakan untuk modernisasi peralatan CNS-A (Communication, Navigation, Surveillance dan Automation) juga untuk meningkatkan kualitas personel layanan navigasi penerbangan.

Dari catatan AirNav Indonesia, pada 2019 program yang dijalankan yakni pembangunan menara pengendali lalu lintas penerbangan (ATC Tower) di New International Yogyakarta Airport (NYIA), Banjarmasin, Solo, Ilaga, Wamena, Palu, Silangit, Bengkulu, Letung, Muara Teweh, Dekai dan Sintang, peremajaan dan upgrade ADS-B (Automatic Dependent Surveillance Broadcast) di sejumlah bandara, A-SMGCS (Advanced-Surface Movement Guidance and Control System) level 2 di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, penambahan mobile tower, serta 3D ATC simulator dan surveillance simulator.

Seluruh program investasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan layanan navigasi penerbangan secara merata di seluruh ruang udara Indonesia. Layanan navigasi penerbangan yang diberikan oleh AirNav Indonesia sepanjang tahun 2018 mendapatkan predikat excellent dari maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia.

“Sinergi dengan seluruh stakeholder penerbangan adalah kunci keberhasilan dalam merangkai konektivitas udara," tegas Novie.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3608 seconds (0.1#10.140)