Mahal, Vaksin Pneumonia Sulit Digratiskan Sebagai Imunisasi Dasar
A
A
A
JAKARTA - Direktur Kesehatan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan, kebutuhan terhadap vaksin pneumonia masih sulit dipenuhi sebagai daftar imunisasi dasar yang digratiskan oleh negara. Hal ini karena produk tersebut masih sepenuhnya diimpor sehingga harganya mahal.
"Untuk menekan angka kematian bayi kita perlu pencegahan pneumonia dan diare. Dan ini vaksin yang belum menjadi bagian dari pengembangan vaksin ke depan, jika kita ingin menekan angka kematian bayi secara serius," ujarnya pada diskusi panel "Urgensi Optimalisasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Terkait Efisiensi Anggaran" di Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Pungkas melanjutkan, pemerintah telah mengalokasikan 5% anggaran kesehatan dari APBN. Namun pengeluaran kesehatan di Indonesia dari anggaran publik masih sangat kecil, yaitu 1,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini masih tertinggal dari negara-negara dengan PDB yang sama. "Itu tantangan buat kita mengoptimalkan anggaran yang ada, antara lain melalui efisiensi pengadaan obat dan vaksin," tuturnya.
Ekonom kesehatan dari Universitas Padjadjaran Auliya Suwantika mengatakan, Indonesia menempati peringkat ketujuh, negara dengan angka kematian bayi berusia di bawah lima tahun akibat pneumonia.
Data memperlihatkan rata-rata kematian akibat penyakit pneumonia terhadap anak di bawah 5 tahun mencapai 25.000 orang per tahunnya. Kematian akibat penyakit pneumonia menyumbang 17% dari total kematian anak di bawah lima tahun. "Fakta ini harus diperhatikan, lantaran Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka kematian bayi akibat pneumonia, yang tidak memasukkan vaksin pneumonia sebagai wajib imunisasi dasar," ungkapnya.
Sementara Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kementerian Kesehatan Sadiah mengatakan, pemerintah sedang mengupayakan agar vaksin pneumonia dapat masuk dalam paket imunisasi dasar dan dapat diakses masyarakat dengan harga yang terjangkau.
"Kita sedang bahas langkah itu dalam sejumlah pertemuan lintas kementerian dan lembaga. Sebab upaya tersebut membutuhkan regulasi yang pasti, yang bukan hanya dari Kemenkes saja, namun dari kementerian lain," tandasnya.
"Untuk menekan angka kematian bayi kita perlu pencegahan pneumonia dan diare. Dan ini vaksin yang belum menjadi bagian dari pengembangan vaksin ke depan, jika kita ingin menekan angka kematian bayi secara serius," ujarnya pada diskusi panel "Urgensi Optimalisasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Terkait Efisiensi Anggaran" di Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Pungkas melanjutkan, pemerintah telah mengalokasikan 5% anggaran kesehatan dari APBN. Namun pengeluaran kesehatan di Indonesia dari anggaran publik masih sangat kecil, yaitu 1,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini masih tertinggal dari negara-negara dengan PDB yang sama. "Itu tantangan buat kita mengoptimalkan anggaran yang ada, antara lain melalui efisiensi pengadaan obat dan vaksin," tuturnya.
Ekonom kesehatan dari Universitas Padjadjaran Auliya Suwantika mengatakan, Indonesia menempati peringkat ketujuh, negara dengan angka kematian bayi berusia di bawah lima tahun akibat pneumonia.
Data memperlihatkan rata-rata kematian akibat penyakit pneumonia terhadap anak di bawah 5 tahun mencapai 25.000 orang per tahunnya. Kematian akibat penyakit pneumonia menyumbang 17% dari total kematian anak di bawah lima tahun. "Fakta ini harus diperhatikan, lantaran Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka kematian bayi akibat pneumonia, yang tidak memasukkan vaksin pneumonia sebagai wajib imunisasi dasar," ungkapnya.
Sementara Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kementerian Kesehatan Sadiah mengatakan, pemerintah sedang mengupayakan agar vaksin pneumonia dapat masuk dalam paket imunisasi dasar dan dapat diakses masyarakat dengan harga yang terjangkau.
"Kita sedang bahas langkah itu dalam sejumlah pertemuan lintas kementerian dan lembaga. Sebab upaya tersebut membutuhkan regulasi yang pasti, yang bukan hanya dari Kemenkes saja, namun dari kementerian lain," tandasnya.
(fjo)