Pemerintah Diminta Tak Tunda Kenaikan Tarif Angkutan Penyeberangan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta untuk tidak menunda kenaikan tarif angkutan penyeberangan. Penundaan kenaikan tarif angkutan penyeberangan dinilai tidak hanya mengancam kelangsungan usaha tersebut tetapi juga jaminan keselamatan nyawa dan barang publik.
"Usaha angkutan penyeberangan sudah berdarah-darah karena regulator kurang perhatian dan menunda-nunda kenaikan tarif. Banyak operator yang sudah kolaps, tidak sanggup bayar gaji berbulan-bulan dan mencicil tagihan. Apa kondisi ini dibiarkan terus," ujar Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Bambang Haryo, di Jakarta, Rabu (9/10/2019).
Dia meminta pemerintah tidak mempolitisasi tarif angkutan penyeberangan dengan menunda lagi kenaikannya sebab taruhannya sangat besar, yakni keselamatan publik. "Apa pemerintah berani bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan?" cetusnya.
Sebagai informasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengeluarkan regulasi penyesuaian tarif angkutan kapal penyeberangan dalam waktu dekat ini. Adapun penyesuaian tarif itu ditaksir mengalami kenaikan rata-rata 28% di setiap lintasan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menjelaskan, penyesuaian tarif ini mulanya diusulkan oleh asosiasi angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP) di mana pertimbangannya adalah belum ada lagi penyesuaian tarif sejak Mei 2017. Di sisi lain, biaya operasional yang ditanggung operator mengalami penaikan.
"Regulasi (tarif penyeberangan) ini tentang tarif sudah 2,5 tahun (tidak ada penyesuaian). Kalau formulasinya sendiri sudah 16 tahun belum ada perubahan. Tapi kalau bicara menyangkut angkanya sudah 2,5 tahun belum berubah," ungkap Budi Setiyadi.
Setelah menerima masukan dari sejumlah pihak, lanjut Budi, Kemenhub lalu menyusun rancangan peraturan menteri perhubungan terkait penyesuaian tarif penyeberangan.
Kemudian, sejak Selasa (8/10), Kemenhub melaksanakan uji publik terkait draf peraturan menteri itu. Uji publik dilakukan dengan melibatkan semua operator angkutan penyebrangan termasuk juga Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai perwakilan dari konsumen.
"Walaupun ada kenaikan tetapi dengan kemampuan masyarakat sekarang ini jangan sampai masyarakat tidak terakomodir perwakilannya," ujar Budi.
Budi meminta, dengan adanya penyesuaian tarif, operator penyeberangan juga harus bisa meningkatkan aspek keselamatan dan pelayanannya. "Saya harapkan kalau sudah begini tidak ada lagi didengar ada penumpang jatuh atau mobil jatuh, semua harus diperbaiki," ungkap Budi Setiyadi.
Sementara itu, Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo menyampaikan, mekanisme penetapan dan formulasi perhitungan tarif angkutan penyeberangan diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No KM 58/2003. Regulasi itu sudah berjalan selama 16 tahun dan belum ada perubahan. Sedangkan, dinamika yang terjadi di lapangan berlangsung luar biasa.
"Dulu waktu KM 58/2003 itu isi kosong dihitung sama. Saat ini karena kita memperhatikan keselamatan pelayaran dengan regulasi internasional yang sangat tinggi. Jadi semua penumpang di atas kendaraan itu harus dicatat dan dilaporkan," ungkapnya.
Menurut Khoiri, untuk besaran tarifnya sendiri, angkutan penyeberangan tidak mengalami perubahan sejak Mei 2017. Padahal, komponen biaya sudah sangat tinggi. "Contoh kapal-kapal itu sampai hari ini tidak ada komponen kapal, terutama mesin induk, mesin bantu, alat navigasi yang dibuat di dalam negeri. Semuanya impor itu dan kita bayar dengan valuta asing," pungkas dia.
"Usaha angkutan penyeberangan sudah berdarah-darah karena regulator kurang perhatian dan menunda-nunda kenaikan tarif. Banyak operator yang sudah kolaps, tidak sanggup bayar gaji berbulan-bulan dan mencicil tagihan. Apa kondisi ini dibiarkan terus," ujar Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Bambang Haryo, di Jakarta, Rabu (9/10/2019).
Dia meminta pemerintah tidak mempolitisasi tarif angkutan penyeberangan dengan menunda lagi kenaikannya sebab taruhannya sangat besar, yakni keselamatan publik. "Apa pemerintah berani bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan?" cetusnya.
Sebagai informasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengeluarkan regulasi penyesuaian tarif angkutan kapal penyeberangan dalam waktu dekat ini. Adapun penyesuaian tarif itu ditaksir mengalami kenaikan rata-rata 28% di setiap lintasan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menjelaskan, penyesuaian tarif ini mulanya diusulkan oleh asosiasi angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP) di mana pertimbangannya adalah belum ada lagi penyesuaian tarif sejak Mei 2017. Di sisi lain, biaya operasional yang ditanggung operator mengalami penaikan.
"Regulasi (tarif penyeberangan) ini tentang tarif sudah 2,5 tahun (tidak ada penyesuaian). Kalau formulasinya sendiri sudah 16 tahun belum ada perubahan. Tapi kalau bicara menyangkut angkanya sudah 2,5 tahun belum berubah," ungkap Budi Setiyadi.
Setelah menerima masukan dari sejumlah pihak, lanjut Budi, Kemenhub lalu menyusun rancangan peraturan menteri perhubungan terkait penyesuaian tarif penyeberangan.
Kemudian, sejak Selasa (8/10), Kemenhub melaksanakan uji publik terkait draf peraturan menteri itu. Uji publik dilakukan dengan melibatkan semua operator angkutan penyebrangan termasuk juga Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai perwakilan dari konsumen.
"Walaupun ada kenaikan tetapi dengan kemampuan masyarakat sekarang ini jangan sampai masyarakat tidak terakomodir perwakilannya," ujar Budi.
Budi meminta, dengan adanya penyesuaian tarif, operator penyeberangan juga harus bisa meningkatkan aspek keselamatan dan pelayanannya. "Saya harapkan kalau sudah begini tidak ada lagi didengar ada penumpang jatuh atau mobil jatuh, semua harus diperbaiki," ungkap Budi Setiyadi.
Sementara itu, Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo menyampaikan, mekanisme penetapan dan formulasi perhitungan tarif angkutan penyeberangan diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No KM 58/2003. Regulasi itu sudah berjalan selama 16 tahun dan belum ada perubahan. Sedangkan, dinamika yang terjadi di lapangan berlangsung luar biasa.
"Dulu waktu KM 58/2003 itu isi kosong dihitung sama. Saat ini karena kita memperhatikan keselamatan pelayaran dengan regulasi internasional yang sangat tinggi. Jadi semua penumpang di atas kendaraan itu harus dicatat dan dilaporkan," ungkapnya.
Menurut Khoiri, untuk besaran tarifnya sendiri, angkutan penyeberangan tidak mengalami perubahan sejak Mei 2017. Padahal, komponen biaya sudah sangat tinggi. "Contoh kapal-kapal itu sampai hari ini tidak ada komponen kapal, terutama mesin induk, mesin bantu, alat navigasi yang dibuat di dalam negeri. Semuanya impor itu dan kita bayar dengan valuta asing," pungkas dia.
(fjo)