Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dipangkas, Ini Kata Kemenkeu
A
A
A
TANGERANG - Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 menjadi 5%. Angka ini lebih rendah dari laporan kuartalan Bank Dunia bulan Juni lalu, dimana lembaga internasional tersebut meramal ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% tahun ini dan kemudian akan naik menjadi 5,2% pada tahun 2020.
Menanggapi perkembangan itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih yakin bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di atas 5% tahun ini, di tengah ketidakpastian global yang semakin tak menentu. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh 5,08% hingga akhir tahun.
"Perkiraan kita juga 5,08%, ya sama dengan pertimbangan kita yang lain seperti melihat kondisi ekonomi dunia, kalau sedang turun, ekspor kita juga turun. Perdagangan turun, pendapatan di luar negeri juga tidak naik secepat yang dibayangkan," ujar suahasil di Tangerang, Jumat (11/10/2019).
Dia mengatakan dampak ketidakpastian ekonomi global membuat kinerja perdagangan Indoensia tertekan. Namun, dia meyakini pemerintah bisa memperbaiki sektor perdagangan agar tidak mengalami defisit.
"Kalau ekspor turun, menjalar ke yang lain lain, ke manufaktur kita. Terus perang dagang dan seterusnya punya impak ke kita. Dari beberapa bulan lalu kita sudah memperkirakan pertumbuhan ekonomi indonesia sepanjang 2019 di 5,08%," jelasnya.
Sebagai informasi, dalam laporan berjudul Weathering Growing Risk, laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2019, yang baru dirilis Bank Dunia disebutkan bahwa risiko penurunan prospek pertumbuhan telah meningkat di tengah ketidakpastian global yang masih terus berlanjut.
Perang dagang dan ketidakpastian kebijakan perdagangan global menimbulkan risiko bagi perdagangan dunia dan prospek pertumbuhan ekonomi China. Perselisihan dagang yang terus berlanjut ini, kata Bank Dunia, dapat membebani pertumbuhan regional dan harga komoditas.
Hal tersebut juga berimbas pada penerimaan ekspor Indonesia yang lebih rendah sehingga pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan saldo transaksi berjalan. Di sisi lain, Bank Dunia memandang konsumsi swasta di Indonesia akan tetap kuat karena inflasi masih rendah dan pasar tenaga kerja kuat.
Menanggapi perkembangan itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih yakin bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di atas 5% tahun ini, di tengah ketidakpastian global yang semakin tak menentu. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh 5,08% hingga akhir tahun.
"Perkiraan kita juga 5,08%, ya sama dengan pertimbangan kita yang lain seperti melihat kondisi ekonomi dunia, kalau sedang turun, ekspor kita juga turun. Perdagangan turun, pendapatan di luar negeri juga tidak naik secepat yang dibayangkan," ujar suahasil di Tangerang, Jumat (11/10/2019).
Dia mengatakan dampak ketidakpastian ekonomi global membuat kinerja perdagangan Indoensia tertekan. Namun, dia meyakini pemerintah bisa memperbaiki sektor perdagangan agar tidak mengalami defisit.
"Kalau ekspor turun, menjalar ke yang lain lain, ke manufaktur kita. Terus perang dagang dan seterusnya punya impak ke kita. Dari beberapa bulan lalu kita sudah memperkirakan pertumbuhan ekonomi indonesia sepanjang 2019 di 5,08%," jelasnya.
Sebagai informasi, dalam laporan berjudul Weathering Growing Risk, laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2019, yang baru dirilis Bank Dunia disebutkan bahwa risiko penurunan prospek pertumbuhan telah meningkat di tengah ketidakpastian global yang masih terus berlanjut.
Perang dagang dan ketidakpastian kebijakan perdagangan global menimbulkan risiko bagi perdagangan dunia dan prospek pertumbuhan ekonomi China. Perselisihan dagang yang terus berlanjut ini, kata Bank Dunia, dapat membebani pertumbuhan regional dan harga komoditas.
Hal tersebut juga berimbas pada penerimaan ekspor Indonesia yang lebih rendah sehingga pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan saldo transaksi berjalan. Di sisi lain, Bank Dunia memandang konsumsi swasta di Indonesia akan tetap kuat karena inflasi masih rendah dan pasar tenaga kerja kuat.
(fjo)