Neraca Dagang Kembali Defisit, Ekonom Peringatkan Bisa Permanen
A
A
A
JAKARTA - Neraca perdagangan kembali mengalami defisit pada bulan September 2019, ketika nilai impor nasional masih lebih tinggi dibandingkan ekspor. Terkait hal itu, Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperingatkan defisit neraca dagang berpotensi menjadi tren dan bersifat permanan seiring tantangan ekonomi global yang makin berat.
"Proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan akan kembali melambat pada tahun depan, surplus neraca non-migas ke depannya diperkirakan dapat kembali menurun," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Lebih lanjut dia menerangkan, kinerja ekspor non-migas perlu didorong dan diperkuat dengan mendiversifikasi ketergantungan terhadap Tiongkok sebagai pasar utama ekspor Indonesia. Hal itu dengan membangun hubungan dagang dengan negara-negara non-tradisional dalam jangka pendek sembari mendorong percepatan hilirisasi industri domestik.
"Selain itu, perlu mengurangi konsumsi impor barang final dengan cara meningkatkan demand terhadap barang final produksi dalam negeri yang dapat didorong dengan peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)," jelasnya.
Menurutnya penurunan defisit perdagangan pada periode Januari hingga September lebih didorong oleh penurunan defisit neraca migas menjadi USD6,4miliar dari periode yang sama tahun 2018 yang tercatat defisit USD9,4 miliar.
"Penurunan defisit neraca migas yang signifikan didorong oleh tren penurunan harga minyak mentah di pasar internasional serta penurunan volume impor migas sehingga secara keseluruhan mendorong penurunan yang signfikan impor migas sebesar -28,1% yoy," tandasnya.
"Proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan akan kembali melambat pada tahun depan, surplus neraca non-migas ke depannya diperkirakan dapat kembali menurun," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Lebih lanjut dia menerangkan, kinerja ekspor non-migas perlu didorong dan diperkuat dengan mendiversifikasi ketergantungan terhadap Tiongkok sebagai pasar utama ekspor Indonesia. Hal itu dengan membangun hubungan dagang dengan negara-negara non-tradisional dalam jangka pendek sembari mendorong percepatan hilirisasi industri domestik.
"Selain itu, perlu mengurangi konsumsi impor barang final dengan cara meningkatkan demand terhadap barang final produksi dalam negeri yang dapat didorong dengan peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)," jelasnya.
Menurutnya penurunan defisit perdagangan pada periode Januari hingga September lebih didorong oleh penurunan defisit neraca migas menjadi USD6,4miliar dari periode yang sama tahun 2018 yang tercatat defisit USD9,4 miliar.
"Penurunan defisit neraca migas yang signifikan didorong oleh tren penurunan harga minyak mentah di pasar internasional serta penurunan volume impor migas sehingga secara keseluruhan mendorong penurunan yang signfikan impor migas sebesar -28,1% yoy," tandasnya.
(akr)