Inovasi Burket Pertamina EP di Tambun Field Hemat Miliaran Rupiah
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina EP, melalui Asset 3 Tambun Field, melakukan inovasi dengan menggunakan chemical H2S scavenger melalui metode injeksi guna mengatasi ketidakmurnian (impurities) berupa kandungan hydrogen sulfide (H2S) yang sangat berdampak pada kualitas gas dari lapangan tersebut.
General Manager Pertamina EP Asset 3 Wisnu Hindadari menjelaskan, Pertamina EP Asset 3 awalnya mencari alternatif solusi masalah kandungan H2S yang tinggi (rata-rata 12,37 ppm) di Tambun Field. Pasalnya, ambang batas yang diperbolehkan untuk perjanjian jual beli dengan konsumen sebesar 8 ppm. Awalnya H2S ditangani dengan sistem injeksi chemical H2S Scavanger sebanyak 250 L/Day yang merupakan consumable cost.
"Tim kami pun melakukan studi literatur bahan-bahan yang dapat mengadsorbsi dan bereaksi secara kimia dengan H2S. Selanjutnya dilakukan riset dan uji coba terhadap bahan-bahan tersebut dan menemukan campuran yang paling efektif sebagai adsorber," papar Wisnu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/10/2019).
Menurut dia, vessel adsorber H2S sudah diimplementasikan sejak April 2019 dan berhasil menurunkan ketergantungan chemical H2S scavenger dari 250 L/day menjadi 100 L/day. Karena itu, Pertamina EP Asset 3 Tambun Field dapat melakukan penghematan chemical adsorber dari 250 L/day menjadi 100 L/day atau penghematan sebesar Rp1,42 miliar serta penghematan biaya vessel.
"Kami menggunakan vessel yang dimodifikasi, bukan menggunakan vessel yang dibeli sebesar Rp1,275 miliar sehingga secara total penghematan per tahun sekitar Rp2,69 miliar," ujarnya.
Wisnu menjelaskan, pada invensi ini disediakan suatu metode dan alat yang dapat dipergunakan sebagai adsorber H2S dengan memanfaatkan bahan-bahan besi oksida (Fe2O3), kapur (CaCO3), karbon aktif, dan air (H2O) sebagai bahan dasarnya dan akan membentuk camputan burket (bubur lengket). Burket inilah yang akan digunakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya dapat mengatasi impurities H2S tersebut.
Selain itu, inovasi yang dilakukan adalah redesign vessel idle (over capacity asset) menjadi multiports spreading scrubber system sebagai media perfect contact antara gas yang mengandung H2S dan slurry (bubur). Desain ini sesuai dengan standar ASME Section VIII, Section IX, dan API 510 dan ASTM D 1072 Standard Test Method for Total Sulfur in Fuel Gasses.
Inovasi ini, imbuh Wisnu, berpotensi untuk direplikasi di lokasi lain yang memiliki permasalahan H2S sejenis, serta berpeluang besar untuk dilakukan paten baik invensi slurry (burket) maupun desain vessel yang unik sebagai kesatuan sistem karena belum ada ditemukan sistem yang sejenis di dunia migas. Sistem ini didesain sehingga sistem operasi produksi di Stasiun Pengumpul (SP) Tambun tidak terganggu sehingga volume produksi gas yang dialirkan ke konsumen tetap terjaga. "Sistem tersebut merupakan ide dari tim di Tambun Field," pungkasnya.
General Manager Pertamina EP Asset 3 Wisnu Hindadari menjelaskan, Pertamina EP Asset 3 awalnya mencari alternatif solusi masalah kandungan H2S yang tinggi (rata-rata 12,37 ppm) di Tambun Field. Pasalnya, ambang batas yang diperbolehkan untuk perjanjian jual beli dengan konsumen sebesar 8 ppm. Awalnya H2S ditangani dengan sistem injeksi chemical H2S Scavanger sebanyak 250 L/Day yang merupakan consumable cost.
"Tim kami pun melakukan studi literatur bahan-bahan yang dapat mengadsorbsi dan bereaksi secara kimia dengan H2S. Selanjutnya dilakukan riset dan uji coba terhadap bahan-bahan tersebut dan menemukan campuran yang paling efektif sebagai adsorber," papar Wisnu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/10/2019).
Menurut dia, vessel adsorber H2S sudah diimplementasikan sejak April 2019 dan berhasil menurunkan ketergantungan chemical H2S scavenger dari 250 L/day menjadi 100 L/day. Karena itu, Pertamina EP Asset 3 Tambun Field dapat melakukan penghematan chemical adsorber dari 250 L/day menjadi 100 L/day atau penghematan sebesar Rp1,42 miliar serta penghematan biaya vessel.
"Kami menggunakan vessel yang dimodifikasi, bukan menggunakan vessel yang dibeli sebesar Rp1,275 miliar sehingga secara total penghematan per tahun sekitar Rp2,69 miliar," ujarnya.
Wisnu menjelaskan, pada invensi ini disediakan suatu metode dan alat yang dapat dipergunakan sebagai adsorber H2S dengan memanfaatkan bahan-bahan besi oksida (Fe2O3), kapur (CaCO3), karbon aktif, dan air (H2O) sebagai bahan dasarnya dan akan membentuk camputan burket (bubur lengket). Burket inilah yang akan digunakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya dapat mengatasi impurities H2S tersebut.
Selain itu, inovasi yang dilakukan adalah redesign vessel idle (over capacity asset) menjadi multiports spreading scrubber system sebagai media perfect contact antara gas yang mengandung H2S dan slurry (bubur). Desain ini sesuai dengan standar ASME Section VIII, Section IX, dan API 510 dan ASTM D 1072 Standard Test Method for Total Sulfur in Fuel Gasses.
Inovasi ini, imbuh Wisnu, berpotensi untuk direplikasi di lokasi lain yang memiliki permasalahan H2S sejenis, serta berpeluang besar untuk dilakukan paten baik invensi slurry (burket) maupun desain vessel yang unik sebagai kesatuan sistem karena belum ada ditemukan sistem yang sejenis di dunia migas. Sistem ini didesain sehingga sistem operasi produksi di Stasiun Pengumpul (SP) Tambun tidak terganggu sehingga volume produksi gas yang dialirkan ke konsumen tetap terjaga. "Sistem tersebut merupakan ide dari tim di Tambun Field," pungkasnya.
(fjo)