Ekspor Nikel Dihentikan Sementara, Ini Alasannya
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menghentikan sementara kegiatan ekspor bijih nikel dalam dua pekan ke depan. Langkah tersebut sebagai upaya menertibkan para pelaku usaha yang melakukan ekspor bijih nikel besar-besaran sebelum aturan larangan eskpor diterapkan secara resmi pada 1 Januari 2020 mendatang.
"Kita hentikan sementara karena terjadi lonjakan ekspor yang luar biasa sampai tiga kali lipat melebihi kuota yang ada. Biasanya 30 kapal tapi rata-rata sekarang 100-130 kapal," ujar Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, di Jakarta.
Menurut dia indikasi lonjakan ekspor bijih nikel secara besar-besaran telah terjadi sejak dua bulan terakhir. Bahkan kadar bijih nikel yang di ekspor melebihi ketentuan yang berlaku yakni di bawah 1,7%.
"Kita ingin semua mentaati ketentuan yang ada itu 1,7% tapi ada juga yang 1,8%. Sedangkan kuota ekspor harus sesuai dengan progres pembangunan smelter. Tapi kenyataannya tidak seperti itu," tandas Luhut.
Untuk itu, lanjutnya, sembari kegiatan ekspor dibekukan sementara saat ini dilakukan investigasi yang melibatkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bea Cukai dan kementerian teknis lainnya.
Keterlibatan KPK guna menginvestigasi langsung progres pembangunan smelter di lapangan. Pasalnya masih banyak pelaku usaha yang tidak membangun smelter tapi tetap melakukan ekspor. Luhut mengungkapkan setelah investigasi selesai maka ekspor bijih nikel kembali dibuka sampai 31 Desember 2019.
"Keterlibatan KPK itu supaya melakukan pencegahan apabila terjadi manipulasi. Kalau memang ditemukan manipulasi dilapangan dan perlu ada tindakan, silahkan ditindak," ujar Luhut.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menandaskan, selama kegiatan ekspor bijih nikel dibekukan sementara dan dilakukan investigasi maka tidak akan memberikan rekomendasi ekspor. Terkait investigasi, tim dari Ditjen Minerba sudah mulai terjun ke lapangan guna mengecek progres pembangunan smelter.
Pihaknya juga memastikan, aturan larangan ekspor bijih nikel tetap akan dilakukan pada 1 Januari 2020. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang pengusahaan pertambangan mineral dan batu bara.
"Selama pengecekan dilakukan, kita nggak keluarkan dulu rekomendasi barunya. zin untuk mengeluarkan kuota ekspor itu untuk sementara kita setop dulu karena kita melakukan pemeriksaan dulu," ujar dia.
Sementara itu, Corporate Secretary Central Omega Resources Johanes Supriadi mengutarakan, bahwa secara prinsip akan mematuhi setiap kebijakan dari pemerintah. Selama ini pihaknya telah mematuhi terhadap ketentuan ekspor yang berlaku. Bahkan salah satu produsen nikel ini juga telah merampungkan pembangunan smelter 100%.
"Untuk kuota ekspor telah diberikan sesuai ketentuan. Meskipun kuota ekspor belum dipakai seluruhnya akan diproses di smelter sendiri," tandas dia.
"Kita hentikan sementara karena terjadi lonjakan ekspor yang luar biasa sampai tiga kali lipat melebihi kuota yang ada. Biasanya 30 kapal tapi rata-rata sekarang 100-130 kapal," ujar Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, di Jakarta.
Menurut dia indikasi lonjakan ekspor bijih nikel secara besar-besaran telah terjadi sejak dua bulan terakhir. Bahkan kadar bijih nikel yang di ekspor melebihi ketentuan yang berlaku yakni di bawah 1,7%.
"Kita ingin semua mentaati ketentuan yang ada itu 1,7% tapi ada juga yang 1,8%. Sedangkan kuota ekspor harus sesuai dengan progres pembangunan smelter. Tapi kenyataannya tidak seperti itu," tandas Luhut.
Untuk itu, lanjutnya, sembari kegiatan ekspor dibekukan sementara saat ini dilakukan investigasi yang melibatkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bea Cukai dan kementerian teknis lainnya.
Keterlibatan KPK guna menginvestigasi langsung progres pembangunan smelter di lapangan. Pasalnya masih banyak pelaku usaha yang tidak membangun smelter tapi tetap melakukan ekspor. Luhut mengungkapkan setelah investigasi selesai maka ekspor bijih nikel kembali dibuka sampai 31 Desember 2019.
"Keterlibatan KPK itu supaya melakukan pencegahan apabila terjadi manipulasi. Kalau memang ditemukan manipulasi dilapangan dan perlu ada tindakan, silahkan ditindak," ujar Luhut.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menandaskan, selama kegiatan ekspor bijih nikel dibekukan sementara dan dilakukan investigasi maka tidak akan memberikan rekomendasi ekspor. Terkait investigasi, tim dari Ditjen Minerba sudah mulai terjun ke lapangan guna mengecek progres pembangunan smelter.
Pihaknya juga memastikan, aturan larangan ekspor bijih nikel tetap akan dilakukan pada 1 Januari 2020. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang pengusahaan pertambangan mineral dan batu bara.
"Selama pengecekan dilakukan, kita nggak keluarkan dulu rekomendasi barunya. zin untuk mengeluarkan kuota ekspor itu untuk sementara kita setop dulu karena kita melakukan pemeriksaan dulu," ujar dia.
Sementara itu, Corporate Secretary Central Omega Resources Johanes Supriadi mengutarakan, bahwa secara prinsip akan mematuhi setiap kebijakan dari pemerintah. Selama ini pihaknya telah mematuhi terhadap ketentuan ekspor yang berlaku. Bahkan salah satu produsen nikel ini juga telah merampungkan pembangunan smelter 100%.
"Untuk kuota ekspor telah diberikan sesuai ketentuan. Meskipun kuota ekspor belum dipakai seluruhnya akan diproses di smelter sendiri," tandas dia.
(akr)