Gapensi: Perbankan Kurang Berpihak Memberi Kredit ke Pengusaha
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), La Ode Saiful Akbar, mengeluhkan keberpihakan perbankan terhadap pengusaha dalam pengajuan kredit yang sangat minim. Hal ini mengakibatkan kontraktor kesulitan mengakses pembiayaan perbankan.
"Selama ini, pekerjaan konstruksi dipegang mayoritas oleh BUMN, jarang di tangan swasta. Persyaratan kredit perbankan memberatkan para pengusaha konstruksi, misal mewajibkan ada aset ataupun tanah dengan nilai hingga 120% dari harga kontrak," ujar La Ode dalam diskusi bertajuk "Keketatan Likuiditas dan NPL Ancam Perbankan Nasional" di Jakarta, Senin (4/11/2019).
La Ode menambahkan yang terjadi saat ini, pihak perbankan sangat minim mengucurkan pinjaman kepada para pengusaha, yang kemudian menjadi kendala bagi mereka untuk berusaha.
"Relaksasi aturan kredit perlu dipertimbangkan. Kita pinjam untuk pembangunan jalan tapi kita harus ada jaminan tanah, padahal harusnya cukup dengan menunjukkan surat kontrak resmi dengan pemerintah," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Komite Tetap Koperasi dan UKM Kadin, Syarmila, menjelaskan berdasarkan data BPS, penopang ekonomi Indonesia sebesar 98% dari kelas UMKM, terutama di sektor tekstil.
"Pengusaha tekstil kebanyakan skala UMKM, mereka banyak yang tutuo karena pembelian rendah. Kalau kredit perbankan ini diperketat lagi, mereka tambah bermasalah," ujarnya.
Syarmila memaklumi perlambatan kredit dari perbankan, karena sistem pruden bank harus berjalan agar kredit bermasalah (NPL) tidak meninggi.
"Memang sistem pruden bank harus berjalan, tapi harus ada keberpihakan terhadap pihak UKM dan UMKM. Mereka punya kemampuan membayar atas apa yang mereka pinjam," tutur Syarmila.
"Selama ini, pekerjaan konstruksi dipegang mayoritas oleh BUMN, jarang di tangan swasta. Persyaratan kredit perbankan memberatkan para pengusaha konstruksi, misal mewajibkan ada aset ataupun tanah dengan nilai hingga 120% dari harga kontrak," ujar La Ode dalam diskusi bertajuk "Keketatan Likuiditas dan NPL Ancam Perbankan Nasional" di Jakarta, Senin (4/11/2019).
La Ode menambahkan yang terjadi saat ini, pihak perbankan sangat minim mengucurkan pinjaman kepada para pengusaha, yang kemudian menjadi kendala bagi mereka untuk berusaha.
"Relaksasi aturan kredit perlu dipertimbangkan. Kita pinjam untuk pembangunan jalan tapi kita harus ada jaminan tanah, padahal harusnya cukup dengan menunjukkan surat kontrak resmi dengan pemerintah," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Komite Tetap Koperasi dan UKM Kadin, Syarmila, menjelaskan berdasarkan data BPS, penopang ekonomi Indonesia sebesar 98% dari kelas UMKM, terutama di sektor tekstil.
"Pengusaha tekstil kebanyakan skala UMKM, mereka banyak yang tutuo karena pembelian rendah. Kalau kredit perbankan ini diperketat lagi, mereka tambah bermasalah," ujarnya.
Syarmila memaklumi perlambatan kredit dari perbankan, karena sistem pruden bank harus berjalan agar kredit bermasalah (NPL) tidak meninggi.
"Memang sistem pruden bank harus berjalan, tapi harus ada keberpihakan terhadap pihak UKM dan UMKM. Mereka punya kemampuan membayar atas apa yang mereka pinjam," tutur Syarmila.
(ven)