Ubah Skema Sepihak, Grab Dikeluhkan Mitra Pengemudi
A
A
A
JAKARTA - Grab Indonesia dikeluhkan mitra pengemudi individu dengan dugaan mengubah skema kerja sama secara sepihak. Dalam salinan laporan yang berhasil diperoleh, perubahan skema kerja sama oleh Grab Indonesia dilakukan menyusul dibentuknya SGC (Sahabat Grab Club) yang berfungsi mengubah skema jam operasional mitra pengemudi.
Bagi mitra pengemudi individu yang ingin bergabung ke dalam SGC, jam operasional mereka maka berubah dari semula mulai pukul 05.00 WIB hingga 22.00 WIB menjadi selama 24 jam. Selain beroperasi 24 jam, pengemudi diwajibkan membeli paket benefit berupa CCTV yang dipasang di dalam mobil dengan kamera menghadap depan belakang dengan cicilan Rp10.000 per hari, asuransi Mandiri Inhealth dengan cicilan Rp7.000 per hari, serta URC (unit Reaksi Cepat) Rp.4.400.
Adapun total yang harus dibayar otomatis dipotong setiap hari, berdasarkan link pendaftaran yang dipilih. Masih berdasarkan laporan yang sama, tercantum pula potongan tambahan sebesar Rp2.000 per trip yang akan dialokasikan untuk asuransi pengemudi. Jadi, seandainya minimal dalam sebulan pengemudi dapat mencapai 350 trip, maka dalam kurun waktu itu potongan penghasilan mitra menjadi Rp700.000 per bulan.
Namun, pengemudi dalam hal ini mengeluhkan jika mereka tidak mendapatkan bukti pembayaran premi dan polis yang dibayarkan atau dipotong setiap mendapatkan penumpang. Dari informasi yang dihimpun, tindakan Grab tersebut telah dilaporkan oleh seorang mitra pengemudi ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang juga memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap kemitraan antara pelaku usaha kecil, termasuk perseorangan, dengan pelaku usaha besar.
Mitra yang melaporkan kasus itu ke KPPU juga menyebutkan tindakan manajemen Grab lainnya yang dinilainya tidak adil. Dia menyebutkan Grab Indonesia juga telah melakukan perubahan skema bonus bagi pengemudi tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya, sehingga sangat merugikan pengemudi individu. Kemudian, lanjutnya, praktik pemberian order prioritas yang dilakukan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) juga masih berlaku, hanya dalam bentuk yang berbeda.
“Sejak kasus TPI dan Grab masuk ke KPPU, maka order prioritas di bawah TPI telah diubah menjadi order Greenline dengan fasilitas yang sama seperti dilakukan oleh TPI. Salah satu contohnya di Grab Lounge FX Sudirman, Kota Kasablanka, maka penumpang otomatis mendapatkan pengemudi Green Line terlebih dahulu,” tulis pelapor.
Greenline merupakan layanan teranyar yang diluncurkan Grab berupa layanan taksi konvensional yang menggunakan sistem argo. Sementara itu, Juru Bicara KPPU Guntur Saragih yang dikonfirmasi pada Senin (4/11/2019) menyatakan bahwa pihaknya harus mengadakan pemeriksaan dulu terhadap pelaporan tersebut.
Akan tetapi, berdasarkan Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2019, perkara kemitraan tidak akan dipublikasikan sebelum memasuki agenda persidangan. Berdasarkan aturan itu, sebelum masuk ke pemeriksaan lanjutan hingga jatuhnya putusan pengenaan sanksi, KPPU akan memberikan peringatan sebanyak maksimal 3 kali kepada pelaku usaha untuk melakukan perubahan perilaku.
Masing-masing antar peringatan I, II dan III diberikan jeda waktu 14 hari. Bila telah masuk akhir masa waktu peringatan ketiga, maka kesempatan pelaku usaha untuk melakukan perubahan perilaku akan gugur.
Bagi mitra pengemudi individu yang ingin bergabung ke dalam SGC, jam operasional mereka maka berubah dari semula mulai pukul 05.00 WIB hingga 22.00 WIB menjadi selama 24 jam. Selain beroperasi 24 jam, pengemudi diwajibkan membeli paket benefit berupa CCTV yang dipasang di dalam mobil dengan kamera menghadap depan belakang dengan cicilan Rp10.000 per hari, asuransi Mandiri Inhealth dengan cicilan Rp7.000 per hari, serta URC (unit Reaksi Cepat) Rp.4.400.
Adapun total yang harus dibayar otomatis dipotong setiap hari, berdasarkan link pendaftaran yang dipilih. Masih berdasarkan laporan yang sama, tercantum pula potongan tambahan sebesar Rp2.000 per trip yang akan dialokasikan untuk asuransi pengemudi. Jadi, seandainya minimal dalam sebulan pengemudi dapat mencapai 350 trip, maka dalam kurun waktu itu potongan penghasilan mitra menjadi Rp700.000 per bulan.
Namun, pengemudi dalam hal ini mengeluhkan jika mereka tidak mendapatkan bukti pembayaran premi dan polis yang dibayarkan atau dipotong setiap mendapatkan penumpang. Dari informasi yang dihimpun, tindakan Grab tersebut telah dilaporkan oleh seorang mitra pengemudi ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang juga memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap kemitraan antara pelaku usaha kecil, termasuk perseorangan, dengan pelaku usaha besar.
Mitra yang melaporkan kasus itu ke KPPU juga menyebutkan tindakan manajemen Grab lainnya yang dinilainya tidak adil. Dia menyebutkan Grab Indonesia juga telah melakukan perubahan skema bonus bagi pengemudi tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya, sehingga sangat merugikan pengemudi individu. Kemudian, lanjutnya, praktik pemberian order prioritas yang dilakukan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) juga masih berlaku, hanya dalam bentuk yang berbeda.
“Sejak kasus TPI dan Grab masuk ke KPPU, maka order prioritas di bawah TPI telah diubah menjadi order Greenline dengan fasilitas yang sama seperti dilakukan oleh TPI. Salah satu contohnya di Grab Lounge FX Sudirman, Kota Kasablanka, maka penumpang otomatis mendapatkan pengemudi Green Line terlebih dahulu,” tulis pelapor.
Greenline merupakan layanan teranyar yang diluncurkan Grab berupa layanan taksi konvensional yang menggunakan sistem argo. Sementara itu, Juru Bicara KPPU Guntur Saragih yang dikonfirmasi pada Senin (4/11/2019) menyatakan bahwa pihaknya harus mengadakan pemeriksaan dulu terhadap pelaporan tersebut.
Akan tetapi, berdasarkan Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2019, perkara kemitraan tidak akan dipublikasikan sebelum memasuki agenda persidangan. Berdasarkan aturan itu, sebelum masuk ke pemeriksaan lanjutan hingga jatuhnya putusan pengenaan sanksi, KPPU akan memberikan peringatan sebanyak maksimal 3 kali kepada pelaku usaha untuk melakukan perubahan perilaku.
Masing-masing antar peringatan I, II dan III diberikan jeda waktu 14 hari. Bila telah masuk akhir masa waktu peringatan ketiga, maka kesempatan pelaku usaha untuk melakukan perubahan perilaku akan gugur.
(akr)