Pabrikan Rokok Kecil Minta Pabrikan Besar Asing Bayar Cukai Tinggi

Senin, 14 Oktober 2019 - 11:26 WIB
Pabrikan Rokok Kecil...
Pabrikan Rokok Kecil Minta Pabrikan Besar Asing Bayar Cukai Tinggi
A A A
JAKARTA - Asosiasi perusahaan rokok kecil yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mendesak Pemerintah agar merumuskan kebijakan cukai yang adil agar upaya-upaya pensiasatan maupun kecurangan yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing dapat diminimalisir.

Cara yang dapat dilakukan yakni dengan menggabungkan Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) supaya produksinya menjadi 3 miliar batang per tahun sehingga pabrikan besar membayar tarif cukai rokok tertinggi, yakni golongan 1.

"Pengabungan SKM dan SPM supaya pabrik rokok besar asing mainnya harus di atas. Ada pabrik besar asing produk SKM-nya golongan satu, tapi SPM masuk layer dua. Itu perusahaan asing dan golongan gede, tapi bayarnya sama dengan saya (perusahaan kecil)," ujar Ketua Harian Formasi, Heri Susianto di Jakarta, Senin (14/10/2019).

Menurut Heri, siasat yang digunakan dengan membatasi volume produksinya agar tetap di bawah golongan 1, yakni 3 miliar batang per tahun, sehingga terhindar dari kewajiban membayar tarif cukai tertinggi. Padahal tarif cukai golongan 2 SPM dan SKM lebih murah sekitar 50%-60% dibandingkan golongan I.

"Kondisi ini sama halnya naik transportasi kelas bisnis tapi bayarnya ekonomi," kata Heri.

Dia mencontohkan tarif cukai di segmen SPM yang memiliki ketimpangan sosial sehingga menekan pabrikan kecil. Pada golongan 1 di segmen rokok mesin SPM, Marlboro (Philip Morris Indonesia) menggunakan tarif cukai Rp625 per batang. Namun untuk golongan 2A, produk rokok mesin SPM Mevius milik Japan Tobacco Indonesia, memakai tarif Rp370 per batang atau 40% lebih rendah dari tarif golongan 1.

Tak hanya Mevius, produk SPM milik perusahaan besar asing lainnya turut menikmati tarif murah. Lucky Strike dan Dunhill yang diproduksi oleh Bentoel grup atau British American Tobacco serta Esse Blue yang dibuat oleh Korea Tomorrow & Global juga menggunakan tarif Rp370 per batang.

Permasalahan tarif murah juga terjadi di segmen SKM. A Mild (HM Sampoerna), Djarum Super (Djarum), dan Gudang Garam Surya (Gudang Garam) yang masuk dalam golongan I, menggunakan tarif Rp590 per batang. Namun produk SKM milik Korea Tomorrow & Global, Esse Mild, memakai tarif golongan 2 sebesar Rp385 per batang.

Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) merilis data adanya potensi kehilangan pendapatan negara akibat pabrikan rokok besar membayar tarif cukai murah mencapai Rp926 miliar.

Data INDEF bahkan menunjukkan terdapat pabrikan asing yang memproduksi SPM sebanyak 2,9 miliar batang atau hanya 100 ribu di bawah batas 3 miliar batang agar mereka terhindar dari cukai tertinggi dan cukup membayar tarif golongan 2 yang nilainya juh lebih murah.

"Dia menahan produksi, lalu gantinya dia menciptakan merek baru. Padahal kalau ditotal jumlahnya lebih dari tiga miliar batang," jelas Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad.

Oleh karena itu sejumlah kalangan mendesak Pemerintah menggabungkan batasan produksi SKM dan SPM. Kebijakan ini bukanlah menggabungkan cukai SKM dan SPM dalam satu tarif.

Akan tetapi, pabrikan manapun yang jumlah produksi SKM dan SPM secara kumulatif telah mencapai tiga miliar batang harus dikenakan tarif cukai tertinggi di masing-masing kategori karena mereka termasuk perusahaan besar.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1003 seconds (0.1#10.140)