Impor Beras Ketan Dinilai Harus Transparan
A
A
A
JAKARTA - Permintaan impor beras ketan 65 ribu ton dari Thailand dan Vietnam yang diajukan pada September 2019 oleh Perum Bulog, menurut pengamat apakah mendesak. Lebih lanjut Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty juga mengingatkan impor yang dilakukan harus memiliki data serta transparan.
“Data stok nasionalnya bagaimana, prediksi demand menjelang akhir tahun sehingga muncul kesimpulan perlu impor beras khusus ini. Jadi perlu transparansi. Mungkin presiden perlu untuk meminta kepada bulog untuk transparansi kebijakannya,” kata Telisa kepada wartawan di Jakarta.
Dia mengatakan, pengawasan impor tersebut harus diperkuat. Artinya, lebih transparan lagi alasan Bulog mengajukan impor beras ketan. Nantinya, kalau alasannya bisa diterima oleh akal sehat, masyarakat bisa memaklumi. Diakui, beras khusus itu memang diskresinya lebih tinggi daripada beras umum. Namun, transparansinya tetap harus didahulukan.
Di kesempatan lain, Sekretaris Perum Bulog, Awaludin Iqbal membenarkan ada permohonan impor beras ketan sebanyak 65 ribu ton dari Bulog ke Kementerian Perdagangan. Ia mengatakan, permintaan impor dari Vietnam dan Thailand tersebut adalah karena ada kebutuhan di dalam negeri yang tidak terpenuhi oleh petani di dalam negeri.
Namun ia tidak merinci berapa ton pasokan dalam negeri dalam setahun dan kebutuhan total di dalam negeri. "Kalau data pasokan dalam negeri ada di Kementan, yang pasti ini kan kebutuhan customer yang minta segitu, kategori beras ini kan khusus dan tidak gampang mendapatkannya," ujarnya.
Ia menambahkan, petani dalam negeri tidak banyak yang menanam beras ketan. Sementara kebutuhannya masih cukup besar dan terutama untuk bisnis, atau industri makanan. "Kalau beras biasa, kita stok sangat berlimpah, Pak Dirut juga sudah katakan tidak akan impor beras biasa. Tetapi komoditas khusus yang lain bisa," ujarnya.
Terhadap permintaan impor beras khusus ini, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu, membenarkan. Ada memang jika permintaan impor beras ketan dari Bulog pada bulan September kemarin. Namun, izin belum diberikan karena belum ada kebutuhan mendesak. "Permintaan ada tetapi belum ada persetujuan," kata Indrasari Wisnu.
Wisnu melanjutkan, saat ini Kemendag masih mengkaji permintaan dari Bulog. Urgensi mendesak menurutnya belum ada. Diyakini, produk petani dalam negeri masih mencukupi. "Masih dikaji terlebih dahulu. Jadi keputusan belum ada. Sejauh ini, kita lihat produksi petani, dari dalam negeri masih mencukupi,”katanya.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi tahun lalu mengatakan rata-rata kebutuhan beras ketan nasional per tahun mencapai 150.000 ton. Sementara produksi dalam negeri hanya 80.000 ton setahun. "Kementan akan terus meningkatkan produksi beras ketan dengan cara menambah luas tanam," imbuhnya.
Ia optimistis, dengan strategi ini, tahun-tahun mendatang tak ada lagi impor beras ketan karena bisa dipenuhi dari lokal. Terkait beras, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso sebelumnya menyatakan Indonesia tidak perlu impor beras hingga tahun 2020. Pasalnya, saat ini stok beras di Perum Bulog sudah sangat melewati batas aman.
Saat ini, Perum Bulog telah menyimpan 2,5 juta ton dan diperkirakan akan mencapai 3 ton pada akhir tahun, mengingat masih adanya panen raya di sejumlah daerah. "Amannya stok negara itu kan 1 juta ton hingga 1,5 juta ton, itu amannya stok. Hari ini sudah 2,5 juta ton lebih, sangat aman dong," kata Budi Waseso.
Waseso mengatakan, kalau itu terjadi, enggak akan ada impor sampai 2020. "Kalau sistemnya seperti ini saya yakin. Kita sudah buktikan, kan 2018 saya pernah menolak impor beras yang 2 juta ton, ya kan? Dan ternyata benar prediksi saya, enggak perlu impor lagi, bahkan berlebih," katanya.
“Data stok nasionalnya bagaimana, prediksi demand menjelang akhir tahun sehingga muncul kesimpulan perlu impor beras khusus ini. Jadi perlu transparansi. Mungkin presiden perlu untuk meminta kepada bulog untuk transparansi kebijakannya,” kata Telisa kepada wartawan di Jakarta.
Dia mengatakan, pengawasan impor tersebut harus diperkuat. Artinya, lebih transparan lagi alasan Bulog mengajukan impor beras ketan. Nantinya, kalau alasannya bisa diterima oleh akal sehat, masyarakat bisa memaklumi. Diakui, beras khusus itu memang diskresinya lebih tinggi daripada beras umum. Namun, transparansinya tetap harus didahulukan.
Di kesempatan lain, Sekretaris Perum Bulog, Awaludin Iqbal membenarkan ada permohonan impor beras ketan sebanyak 65 ribu ton dari Bulog ke Kementerian Perdagangan. Ia mengatakan, permintaan impor dari Vietnam dan Thailand tersebut adalah karena ada kebutuhan di dalam negeri yang tidak terpenuhi oleh petani di dalam negeri.
Namun ia tidak merinci berapa ton pasokan dalam negeri dalam setahun dan kebutuhan total di dalam negeri. "Kalau data pasokan dalam negeri ada di Kementan, yang pasti ini kan kebutuhan customer yang minta segitu, kategori beras ini kan khusus dan tidak gampang mendapatkannya," ujarnya.
Ia menambahkan, petani dalam negeri tidak banyak yang menanam beras ketan. Sementara kebutuhannya masih cukup besar dan terutama untuk bisnis, atau industri makanan. "Kalau beras biasa, kita stok sangat berlimpah, Pak Dirut juga sudah katakan tidak akan impor beras biasa. Tetapi komoditas khusus yang lain bisa," ujarnya.
Terhadap permintaan impor beras khusus ini, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu, membenarkan. Ada memang jika permintaan impor beras ketan dari Bulog pada bulan September kemarin. Namun, izin belum diberikan karena belum ada kebutuhan mendesak. "Permintaan ada tetapi belum ada persetujuan," kata Indrasari Wisnu.
Wisnu melanjutkan, saat ini Kemendag masih mengkaji permintaan dari Bulog. Urgensi mendesak menurutnya belum ada. Diyakini, produk petani dalam negeri masih mencukupi. "Masih dikaji terlebih dahulu. Jadi keputusan belum ada. Sejauh ini, kita lihat produksi petani, dari dalam negeri masih mencukupi,”katanya.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi tahun lalu mengatakan rata-rata kebutuhan beras ketan nasional per tahun mencapai 150.000 ton. Sementara produksi dalam negeri hanya 80.000 ton setahun. "Kementan akan terus meningkatkan produksi beras ketan dengan cara menambah luas tanam," imbuhnya.
Ia optimistis, dengan strategi ini, tahun-tahun mendatang tak ada lagi impor beras ketan karena bisa dipenuhi dari lokal. Terkait beras, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso sebelumnya menyatakan Indonesia tidak perlu impor beras hingga tahun 2020. Pasalnya, saat ini stok beras di Perum Bulog sudah sangat melewati batas aman.
Saat ini, Perum Bulog telah menyimpan 2,5 juta ton dan diperkirakan akan mencapai 3 ton pada akhir tahun, mengingat masih adanya panen raya di sejumlah daerah. "Amannya stok negara itu kan 1 juta ton hingga 1,5 juta ton, itu amannya stok. Hari ini sudah 2,5 juta ton lebih, sangat aman dong," kata Budi Waseso.
Waseso mengatakan, kalau itu terjadi, enggak akan ada impor sampai 2020. "Kalau sistemnya seperti ini saya yakin. Kita sudah buktikan, kan 2018 saya pernah menolak impor beras yang 2 juta ton, ya kan? Dan ternyata benar prediksi saya, enggak perlu impor lagi, bahkan berlebih," katanya.
(akr)