Tekan Impor Ayam Ras, Guru Besar IPB Minta Pemerintah Kembangkan Ayam Lokal
A
A
A
BOGOR - Masih rendahnya peran ayam asli dan ayam lokal (10,63%) dalam pemenuhan kebutuhan daging ternak unggas secara nasional (80% ayam ras), menuai reaksi beragam sejumlah kalangan, khususnya dari kalangan akademisi.
Guru Besar IPB University, Niken Palupi, mengatakan sumbangan ayam lokal terhadap permintaan telur secara nasional juga masih sangat kecil. Kondisi tersebut menyebabkan nilai importasi, khususnya bibit dan pakannya menjadi meningkat.
"Padahal Indonesia memiliki sumber daya genetik berupa rumpun ayam lokal dengan keragaman genetik yang cukup besar disertai banyak keunggulan. Hingga saat ini, ayam lokal secara turun temurun diperlihara masyarakat secara ekstensif," kata Niken di Kampus IPB University Baranangsiang, Bogor, Kamis (21/11/2019).
Menurutnya, hasil penelitian membuktikan ayam asli atau lokal Indonesia mempunyai kemampuan hidup pada suhu tinggi di daerah tropis. Dengan kondisi, kata dia, pakan yang marjinal dan lingkungan tidak higienis, tapi keberadaan ayam tersebut tetap eksis dan populasinya terus mengalami peningkatan, meskipun tak tinggi.
"Kenyataan ini menunjukkan rumpun ayam yang ada di Indonesia memiliki keunggulan. Secara genetik, gen HSP-70 (yang mengontrol kemampuan beradaptasi pada lingkungan panas), gen pengontrol penyakit antara lain gen TLR4 (yang mengontrol ketahanan tubuh terhadap penyakit insfeksi bakteri) dan gen SCD yang mengontrol perlemakan daging, dapat berekspresi lebih tinggi pada ayam lokal Indonesia ketimbang ayam ras (petelur/daging)," katanya.
Dengan demikian, lanjut dia, ayam lokal Indonesia mempunyai fenotipik, yang tahan pada lingkungan panas, penyakit infeksi bakteri, maupun virus, dan menghasilkan daging dengan kadar lemak intrasmuskuler lebih tinggi.
"Dengan cita rasa khas, namun lebih sehat karena kandungan kolesterol dan malonaldehide yang lebih rendah daripada daging yang dihasilkan ayam ras," jelasnya.
Menurutnya, pengembangan ayam lokal ini tak cukup hanya diserahkan kepada masyarakat yang hingga saat ini masih dikelola secara tradisional saja, tapi perlu penanganan dalam skala industri dengan prioritas utama peningkatan populasi.
"Industri dan perguruan tinggi atau lembaga penelitian secara sinergi dapat berperan terutama sebagai breeder untuk menghasilkan dan menyediakan bibit ayam lokal berkualitas bagi masyarakat peternak," ujarnya.
Selain industri, lembaga penelitian dan perguruan tinggi, agar dapat mewujudkan kemandirian pangan asal ternak berbasis pengembangan ayam lokal perlu didukung banyak pihak.
"Terutama dalam penyediaan bahan baku, pakannya, serta pemerintah dengan regulasinya harus bisa menjamin perlindungan semua pihak yang terlibat. Dengan terintergrasinya semua pihak dapat meningkatkan peranan ayam lokal menjadi lebih besar dari yang sekarang," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar IPB University lainnya, Usman Ahmad menyoroti masalah pengembangan buah asli Indonesia sebagai buah kebanggaan nasional dalam pengelolaannya masih tak sesuai dengan semangat era industri 4.0 yang sering digaungkan pemerintah.
"Sehingga dari segi mutu masih kalah bersaing dengan buah impor karena kurang seragam. Padahal banyak teknologi pascapanen buah-buahan yang sudah diterapkan. Namun tetap saja keseragaman kualitas dan kematangan buah tersebut tetap menjadi faktor penentu," ujarnya.
Upaya untuk menghasilkan produk buah lokal yang berkualitas, harus terus dilakukan melalui teknik budidaya dan penerapan Good Agricultural Practices (GAP).
"Dalam kegiatan penanganan pascapanen, selain upaya memenuhi good handling practices (GHP), kiranya perlu dipertimbangkan penerapan teknologi digital dan kecerdasan buatan, disamping peningkatan kapasitas sumber daya manusianya yang juga terampil," katanya.
Menurutnya, diantara teknologi yang dapat diterapkan pada mesin sortasi dan pemutuan buah secara otomatis adalah teknik pengolahan citra.
"Teknologi ini, sekarang menjadi lebih murah karena hanya membutuhkan kamera digital dan komputer yang dilengkapi dengan fasilitas koneksi digital yang sudah menjadi standar pada komputer," ujarnya.
Ia menambahkan, teknik pengolahan citra di Indonesia belum banyak dimanfaatkan untuk keperluan sortasi dan pemutuan produk hortikultura, dikarenakan pengembangannya masih terbatas.
"Penggunaan teknik pengolahan citra diharapkan dapat meningkatkan kecepatan dan akurasi sortasi dan pemutuan buah berdasarkan kualitas dan kemasakannya. Jika kegiatan tadi dilakukan menggunakan teknologi digital, data-datanya dapat langsung diunggah ke server, sehingga dapat dimonitor setiap saat oleh eksportir. Tentu ini suatu keniscayaan dalam industri modern bidang pertanian," pungkasnya.
Guru Besar IPB University, Niken Palupi, mengatakan sumbangan ayam lokal terhadap permintaan telur secara nasional juga masih sangat kecil. Kondisi tersebut menyebabkan nilai importasi, khususnya bibit dan pakannya menjadi meningkat.
"Padahal Indonesia memiliki sumber daya genetik berupa rumpun ayam lokal dengan keragaman genetik yang cukup besar disertai banyak keunggulan. Hingga saat ini, ayam lokal secara turun temurun diperlihara masyarakat secara ekstensif," kata Niken di Kampus IPB University Baranangsiang, Bogor, Kamis (21/11/2019).
Menurutnya, hasil penelitian membuktikan ayam asli atau lokal Indonesia mempunyai kemampuan hidup pada suhu tinggi di daerah tropis. Dengan kondisi, kata dia, pakan yang marjinal dan lingkungan tidak higienis, tapi keberadaan ayam tersebut tetap eksis dan populasinya terus mengalami peningkatan, meskipun tak tinggi.
"Kenyataan ini menunjukkan rumpun ayam yang ada di Indonesia memiliki keunggulan. Secara genetik, gen HSP-70 (yang mengontrol kemampuan beradaptasi pada lingkungan panas), gen pengontrol penyakit antara lain gen TLR4 (yang mengontrol ketahanan tubuh terhadap penyakit insfeksi bakteri) dan gen SCD yang mengontrol perlemakan daging, dapat berekspresi lebih tinggi pada ayam lokal Indonesia ketimbang ayam ras (petelur/daging)," katanya.
Dengan demikian, lanjut dia, ayam lokal Indonesia mempunyai fenotipik, yang tahan pada lingkungan panas, penyakit infeksi bakteri, maupun virus, dan menghasilkan daging dengan kadar lemak intrasmuskuler lebih tinggi.
"Dengan cita rasa khas, namun lebih sehat karena kandungan kolesterol dan malonaldehide yang lebih rendah daripada daging yang dihasilkan ayam ras," jelasnya.
Menurutnya, pengembangan ayam lokal ini tak cukup hanya diserahkan kepada masyarakat yang hingga saat ini masih dikelola secara tradisional saja, tapi perlu penanganan dalam skala industri dengan prioritas utama peningkatan populasi.
"Industri dan perguruan tinggi atau lembaga penelitian secara sinergi dapat berperan terutama sebagai breeder untuk menghasilkan dan menyediakan bibit ayam lokal berkualitas bagi masyarakat peternak," ujarnya.
Selain industri, lembaga penelitian dan perguruan tinggi, agar dapat mewujudkan kemandirian pangan asal ternak berbasis pengembangan ayam lokal perlu didukung banyak pihak.
"Terutama dalam penyediaan bahan baku, pakannya, serta pemerintah dengan regulasinya harus bisa menjamin perlindungan semua pihak yang terlibat. Dengan terintergrasinya semua pihak dapat meningkatkan peranan ayam lokal menjadi lebih besar dari yang sekarang," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar IPB University lainnya, Usman Ahmad menyoroti masalah pengembangan buah asli Indonesia sebagai buah kebanggaan nasional dalam pengelolaannya masih tak sesuai dengan semangat era industri 4.0 yang sering digaungkan pemerintah.
"Sehingga dari segi mutu masih kalah bersaing dengan buah impor karena kurang seragam. Padahal banyak teknologi pascapanen buah-buahan yang sudah diterapkan. Namun tetap saja keseragaman kualitas dan kematangan buah tersebut tetap menjadi faktor penentu," ujarnya.
Upaya untuk menghasilkan produk buah lokal yang berkualitas, harus terus dilakukan melalui teknik budidaya dan penerapan Good Agricultural Practices (GAP).
"Dalam kegiatan penanganan pascapanen, selain upaya memenuhi good handling practices (GHP), kiranya perlu dipertimbangkan penerapan teknologi digital dan kecerdasan buatan, disamping peningkatan kapasitas sumber daya manusianya yang juga terampil," katanya.
Menurutnya, diantara teknologi yang dapat diterapkan pada mesin sortasi dan pemutuan buah secara otomatis adalah teknik pengolahan citra.
"Teknologi ini, sekarang menjadi lebih murah karena hanya membutuhkan kamera digital dan komputer yang dilengkapi dengan fasilitas koneksi digital yang sudah menjadi standar pada komputer," ujarnya.
Ia menambahkan, teknik pengolahan citra di Indonesia belum banyak dimanfaatkan untuk keperluan sortasi dan pemutuan produk hortikultura, dikarenakan pengembangannya masih terbatas.
"Penggunaan teknik pengolahan citra diharapkan dapat meningkatkan kecepatan dan akurasi sortasi dan pemutuan buah berdasarkan kualitas dan kemasakannya. Jika kegiatan tadi dilakukan menggunakan teknologi digital, data-datanya dapat langsung diunggah ke server, sehingga dapat dimonitor setiap saat oleh eksportir. Tentu ini suatu keniscayaan dalam industri modern bidang pertanian," pungkasnya.
(ven)