PNM Siap Terbitkan Obligasi Rp1,35 Triliun
A
A
A
JAKARTA - PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM siap menerbitkan obligasi berkelanjutan III tahap II tahun 2019 senilai Rp1,35 triliun.
Rencana penerbitan obligasi ini terdiri dari dua seri, yaitu Seri A, bertenor tiga tahun ditawarkan Rp586 miliar dengan kupon 8,40% per tahun. Adapun, Seri B, bertenor 5 tahun ditawarkan Rp763 miliar dengan kupon 8,75%.
Direktur Utama PNM Arief Mulyadi mengatakan, dana yang diraup melalui obligasi ini akan digunakan untuk memperkuat modal kerja seiring meningkatnya nasabah PNM melalui pembiayaan ultra mikro pada program ULaMM dan Mekaar.
"Dana yang diperoleh dari hasil penawaran obligasi ini akan digunakan seluruhnya untuk modal kerja PNM guna memperkuat program UlaMM dan Mekaar," ujarnya di Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Masa penawaran umum obligasi ini akan berlangsung pada 22-25 November 2019 dengan penjatahan pada 26 November dan distribusi obligasi secara elektronik pada 28 November.
PNM akan mencatatkan obligasi ini di Bursa Efek Indonesia pada 29 November 2019. PNM menunjuk tiga sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi obligasi. Ketiga sekuritas ini adalah PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Indo Premier Sekuritas, dan Mandiri Sekuritas.
Kinerja positif PNM juga berdampak pada keputusan PT PEFINDO menaikkan peringkat PNM pada 23 Oktober 2019 dari idA menjadi idA+ (Single A Plus, Stable Outlook). Kenaikan peringkat ini menjadi sentimen positif perseroan. Rating yang naik didorong sentimen besarnya dukungan Pemerintah termasuk tambahan modal PMN di APBN 2020.
Selain itu juga diperkuat kemampuan jangka panjang perusahaan yang meningkat, dan lainnya. "Sentimen positif juga turut dibuktikan dengan meningkatnya kepercayaan investor, yang mengambil Kupon Obligasi yang diterbitkan lebih banyak diminati tenor 5 tahun," ujarnya.
Lebih lanjut dia juga mengatakan perseroan berhasil mencatatkan total kenaikan penyaluran modal ultra mikro mencapai 77,11% hingga Oktober 2019 dibandingkan periode sama tahun lalu. Permodalan yang disalurkan masih didominasi dari program Mekaar yang mencapai Rp15,3 Triliun yang tumbuh 111,44% dari tahun lalu.
Untuk total volume penyaluran Mekaar dan UlaMM mencapai Rp18,5 triliun hingga Oktober 2019 atau naik dari Rp10,5 triliun di tahun 2018. Secara outstanding total nilainya juga mencapai Rp16,7 triliun atau naik 52% dari Rp10,9 triliun di tahun 2018.
Sementara itu rasio nasabah bermasalah justru menurun yang terlihat dari gross NPL 1,5% pada Oktober 2019 yang turun dari 1,68% pada 2018. "Dalam target penyaluran permodalan minimal Rp16,6 triliun tapi realisasi yang bisa kami capai sekitar Rp20-21 Triliun di akhir tahun ini," ujar Arief.
Dia juga menjelaskan mengenai kinerja penyaluran modal dengan program UlaMM mencapai Rp3,17 triliun atau sedikit melandai dari Rp3,2 triliun tahun lalu. Menurut dia, program ULaMM tetap tumbuh, namun tidak seagresif Mekaar. Hal ini karena perseroan sedang dalam tahap menurunkan rerata plafon yang diberikan.
Penurunan plafon ini disebutnya terkait dengan ketentuan Micro Financing Ratio sesuai POJK 16/2019, yang mengatur PNM harus memiliki pembiayaan dengan plafon Rp10 juta minimal 50% dari total pembiayaan.
"Ada penyesuaian untuk program ULaMM mengikuti aturan dalam POJK. Kami punya POJK 16/2019 yang diterbitkan khusus untuk pengawasan PNM," ujarnya.
Rencana penerbitan obligasi ini terdiri dari dua seri, yaitu Seri A, bertenor tiga tahun ditawarkan Rp586 miliar dengan kupon 8,40% per tahun. Adapun, Seri B, bertenor 5 tahun ditawarkan Rp763 miliar dengan kupon 8,75%.
Direktur Utama PNM Arief Mulyadi mengatakan, dana yang diraup melalui obligasi ini akan digunakan untuk memperkuat modal kerja seiring meningkatnya nasabah PNM melalui pembiayaan ultra mikro pada program ULaMM dan Mekaar.
"Dana yang diperoleh dari hasil penawaran obligasi ini akan digunakan seluruhnya untuk modal kerja PNM guna memperkuat program UlaMM dan Mekaar," ujarnya di Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Masa penawaran umum obligasi ini akan berlangsung pada 22-25 November 2019 dengan penjatahan pada 26 November dan distribusi obligasi secara elektronik pada 28 November.
PNM akan mencatatkan obligasi ini di Bursa Efek Indonesia pada 29 November 2019. PNM menunjuk tiga sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi obligasi. Ketiga sekuritas ini adalah PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Indo Premier Sekuritas, dan Mandiri Sekuritas.
Kinerja positif PNM juga berdampak pada keputusan PT PEFINDO menaikkan peringkat PNM pada 23 Oktober 2019 dari idA menjadi idA+ (Single A Plus, Stable Outlook). Kenaikan peringkat ini menjadi sentimen positif perseroan. Rating yang naik didorong sentimen besarnya dukungan Pemerintah termasuk tambahan modal PMN di APBN 2020.
Selain itu juga diperkuat kemampuan jangka panjang perusahaan yang meningkat, dan lainnya. "Sentimen positif juga turut dibuktikan dengan meningkatnya kepercayaan investor, yang mengambil Kupon Obligasi yang diterbitkan lebih banyak diminati tenor 5 tahun," ujarnya.
Lebih lanjut dia juga mengatakan perseroan berhasil mencatatkan total kenaikan penyaluran modal ultra mikro mencapai 77,11% hingga Oktober 2019 dibandingkan periode sama tahun lalu. Permodalan yang disalurkan masih didominasi dari program Mekaar yang mencapai Rp15,3 Triliun yang tumbuh 111,44% dari tahun lalu.
Untuk total volume penyaluran Mekaar dan UlaMM mencapai Rp18,5 triliun hingga Oktober 2019 atau naik dari Rp10,5 triliun di tahun 2018. Secara outstanding total nilainya juga mencapai Rp16,7 triliun atau naik 52% dari Rp10,9 triliun di tahun 2018.
Sementara itu rasio nasabah bermasalah justru menurun yang terlihat dari gross NPL 1,5% pada Oktober 2019 yang turun dari 1,68% pada 2018. "Dalam target penyaluran permodalan minimal Rp16,6 triliun tapi realisasi yang bisa kami capai sekitar Rp20-21 Triliun di akhir tahun ini," ujar Arief.
Dia juga menjelaskan mengenai kinerja penyaluran modal dengan program UlaMM mencapai Rp3,17 triliun atau sedikit melandai dari Rp3,2 triliun tahun lalu. Menurut dia, program ULaMM tetap tumbuh, namun tidak seagresif Mekaar. Hal ini karena perseroan sedang dalam tahap menurunkan rerata plafon yang diberikan.
Penurunan plafon ini disebutnya terkait dengan ketentuan Micro Financing Ratio sesuai POJK 16/2019, yang mengatur PNM harus memiliki pembiayaan dengan plafon Rp10 juta minimal 50% dari total pembiayaan.
"Ada penyesuaian untuk program ULaMM mengikuti aturan dalam POJK. Kami punya POJK 16/2019 yang diterbitkan khusus untuk pengawasan PNM," ujarnya.
(ind)