Tingkatkan Ekspor Automotif, Pasar Baru Dibidik

Rabu, 04 Desember 2019 - 19:12 WIB
Tingkatkan Ekspor Automotif, Pasar Baru Dibidik
Tingkatkan Ekspor Automotif, Pasar Baru Dibidik
A A A
JAKARTA - Pemerintah bersama pelaku usaha terus berupaya mencari pasar baru, sebagai upaya meningkatkan ekspor automotif. Salah satu yang dibidik adalah negara Australia yang sudah memiliki perjanjian dagang, yakni Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).

"Ini yang sedang kita upayakan. Kita juga sudah menyampaikan ke principal," ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (4/12/2019).

Lebih lanjut Ia menargetkan ekspor kendaraan CBU (completely built up/kendaraan roda empat secara utuh) hingga akhir tahun ini bisa mencapai 300.000 unit. Di sisi lain, kapasitas produksi otomotif di dalam negeri juga terus dioptimalkan.

Pasalnya, total produksi kendaraan baik untuk ekspor maupun pasar domestik saat ini masih berada di bawah total kapasitas produksi industri roda empat. "Kapasitas produksi otomotif Indonesia masih 2,3 juta. Saat ini baru dimanfaatkan 1,3 juta," ungkapnya.

Direktur Industri Maritim Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Ditjen ILMATE Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengatakan, pemerintah menargetkan produksi kendaraan bermotor pada tahun 2025 sebanyak 2 juta kendaraan bermotor di mana 20% dari kendaraan bermotor sudah Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).

"Secara masif, sejak kendaraan hemat energi diluncurkan pada tahun 2013, maka total akumulasi sampai dengan 2025 adalah 40% kendaraan hemat energi," ujarnya.

Putu menambahkan, pemerintah menargetkan ekspor di tahun 2025 sebanyak 310.000 unit kendaraan bebas emisi. Sebelumnya, pada acara GIIAS beberapa waktu lalu, pemerintah menargetkan pada tahun 2025 ekspor kendaraan bermotor bisa mencapai 1 juta unit kendaraan bermotor.

"Itu artinya ada 300% kenaikan ekspor. Berarti produksinya akan meningkatkan," tuturnya.

Chief Economist Danareksa, Moekti Prasetiani Soejachmoen mengatakan, ada tiga tantangan yang dihadapi Indonesia dalam sektor otomotif ke depan. Pertama, partisipasi yang rendah dalam global production network. Kedua, konsistensi kebijakan pemerintah dalam mobil masa depan. Ketiga, sumber listrik bagi mobil listrik.

"Salah satu yang agak tertinggal adalah rendahnya partisipasi Indonesia dalam global production network. Kita hanya memproduksi sebagian, tidak setinggi Thailand dalam global production network," ujarnya.

Menurut dia, rendahnya partisipasi Indonesia dalam global production network disebabkan oleh kebijakan penanaman modal asing. Selanjutnya, tingginya biaya transaksi perdagangan karena adanya hambatan perdagangan, kesiapan tenaga kerja Indonesia, dan terlalu fokus di pasar domestik.

"Kesiapan sumber daya manusia (SDM) penting untuk menjaga daya saing dengan negara lain terutama dalam pengembangan mobil listrik. Walaupun ke depan akan ada otomatisasi, bukan berarti tenaga kerja berkurang tetapi akan berbeda dengan sekarang," jelasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6007 seconds (0.1#10.140)