Wamenparekraf Angela Beberkan 5 Solusi Tantangan Pariwisata di Era Digital

Kamis, 12 Desember 2019 - 15:14 WIB
Wamenparekraf Angela Beberkan 5 Solusi Tantangan Pariwisata di Era Digital
Wamenparekraf Angela Beberkan 5 Solusi Tantangan Pariwisata di Era Digital
A A A
BOGOR - Era digital membuat dunia semakin dinamis dan kompetitif. Presiden Jokowi pada Oktober 2019 lalu memberikan arahan agar jajarannya mampu menjawab sejumlah tantangan kedepan, di antaranya melalui pembangunan infrastruktur, SDM, siginifikansi regulasi, penyederhanaan birokrasi dan transformasi ekonomi.

Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo saat menjadi pembicara di seminar sekaligus peluncuran Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kesatuan (IBIK) dengan tema "Revolusi 4.0 Tantangan dan Peluang Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Era Industri Digital" di Kota Bogor, Kamis (12/12/2019).

"Seperti kita ketahui bersama, pariwisata sudah ditunjuk sebagai leading sector. Presiden Jokowi juga mengarahkan agar seluruh kementerian mendukung sektor pariwisata ini. Karena kita lihat ya, kalau kita membangun sebuah destinasi itu membutuhkan kolaborasi yang luar biasa antarkementerian seperti jalan, perhubungan, investasi, transportasi, BUMN, UMKM, hingga pertanian untuk mendukung suplai," paparnya.

Ia menambahkan, alasan sektor pariwisata dijadikan sebagai leading sector karena berdasarkan data statistik dari United Nation World Trade Organization (UN WTO) sebanyak 1,4 miliar orang telah bepergian ke seluruh penjuru dunia. "Bahkan, 25% ke Asia Pasifik dan 129,2 juta nya ke ASEAN, 15,8 jutanya ke Indonesia. Dan dari 10 ASEAN countries, Indonesia ini nomor 4 di bawah Thailand, Malaysia dan Singapura. Dimana potensi pariwisata masih sangat besar, sebagaimana kita ketahui aset kita jauh lebih besar dan banyak yang belum ter-explore, namun satu hal menjadi perhatian, tidak hanya dari kuantitas wisatawan, tapi dari kualitas wisatawan yang bisa disamakan dengan spending mereka," ujarnya.

Maka dari itu, kata Angela, yang perlu diutamakan, adalah ketimbang jumlah wisatawan yang datang, juga penting tentang devisa yang didapatkan dari jumlah pengeluaran wisatawan mancanegara dalam setiap kunjungannya. "Itu didalamnya ada spending mereka per hari, dengan jumlah hari mereka tinggal di Indonesia atau land costing. Pertanyaan bagaimana kita meningkatkan jumlah spending dan lama mereka stay di Indonesia. Yang juga jadi pertanyaan bagaimana menarik mereka juga ke Indonesia, karena masih banyak potensi wisata di Indonesia sangat besar sekali," tuturnya.

Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tersebut, Kemenparekraf memberikan lima solusi konkrit yang bisa dan perlu dilakukan bersama-sama. Pertama, kata Angela, seluruh kementerian harus terus mendukung pembangunan akses amenitas dan atraksi destinasi wisata baru, atau 10 Bali baru dan 5 destinasi wisata super prioritas.

"Kenapa kita harus mendukung ini, karena dengan semakin banyak produk wisata, itu berarti mempunyai peluang untuk semakin banyak lagi wisatawan asing. Karena minat mereka kedepan dalam berwisata adalah kawasan Asia Pasifik. Bahkan akan lebih banyak lagi menampung wisatawan asing," paparnya.

Selain itu, lanjut dia, pengembangan kawasan wisata juga sangat penting untuk menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan ekonomi di berbagai daerah. Sebab di era digital ini banyak perubahan. "Saya sempat berbicara dengan beberapa bisnis owner, ada sebuah fenomena baru dimana mereka menggabungkan hotel-hotel kecil yang tadinya cuma sendiri-sendiri tak punya brand, dikasih satu brand yang sama semua. Mereka juga meningkatkan standardisasi peningkatan SDM melalui pelatihan dan teknologi. Ini penting karena meningkatkan efisiensi manajemen itu sendiri. Brand ini baik sekali karena sudah dikenal wisatawan, sebab bagaimanapun harus menempatkan segala sesuatu di sektor pariwisata ini dari kacamata customer," ungkapnya.

Menurutnya, dengan mengintegrasikan hotel-hotel kecil ini secara tak langsung memberikan kepercayaan kepada wisatawan asing untuk datang dan memilih tinggal di hotel tersebut. Kabarnya, setelah diintegrasikan okupansi menjadi naik, dari 40% menjadi 97-98%. "Dengan memanfaatkan digital itu, mereka juga bisa menaikkan dan menurunkan rate harga disesuaikan dengan low dan high session," jelasnya.

Kemudian, solusi kedua, perlu didukung peningkatan sumber daya manusia (SDM) untuk pariwisata dan ekonomi kreatif. Selain secara kanalisasi berupa pendidikan di kampus, juga penting pelatihan sertifikasi yang diakui oleh industri nasional maupun internasional. "Nah, teknologi dalam hal ini berperan baik selain belajar memahami teknologi itu sendiri, juga sebagai alat belajar, dimana belajar atau pelatihannya secara online akan semakin banyak. Sebab bagaimanapun SDM itu menyangkut service yang sangat penting di sektor pariwisata karena mereka representatif dari owner. Di era digital, netizen bisa memberikan feedback terkait layanan melalui comment dan upload foto. Ini bisa baik dan buruk. Baik jika positif, buruk bisa negatif. Sekarang ini trendnya wisatawan sebelum berpergian mengecek preview-nya di platform-platform digital," tambahnya.

Ketiga, mendukung inisiatif sustainable development tourism atau pengembangan pariwisata berkelanjutan. Dalam hal ini, kata dia, ada banyak elemen di antaranya wish management, energy development, juga water management, inklusif terhadap komunitas gender equality, safety issues dan banyak hal lainnya.

"Ini penting bagi kita, karena tanggung jawab bersama untuk melestarikan alam, budaya, aset kita agar bisa diwariskan ke generasi berikutnya. Selain itu, tren ke depan sustainable tourism salah satu alasan wisatawan berkunjung. Menurut sustainable travel report di 2018, 87% itu ingin sekali traveling sustainable. Walaupun kenyataan masih kurang 50% tapi keinginan itu ada. Di era digital ini , wisatawan dengan mudah mencari informasi tentang travel sustainable," jelasnya.

Menurutnya, seluruh pihak harus terus bersama menjaga citra Indonesia. Bahkan harus menjadi bagian dari perubahan yang ingin dilihat di sini seperti kepedulian terhadap kebersihan atau sampah. "Karena itu impact-nya global," kata dia.

Keempat, berkaitan dengan citra promosi digital, salah satunya mikro targeting tepat sasaran. "Sederhananya, orang suka diving, ya harus diberi promo diving jangan kasih promo hiking. Kemudian orang suka laut jangan kasih promo gunung. Itu yang bisa kita lakukan di era digital ini. Lalu apalagi promosi ini bisa dikaitkan dengan ekonomi kreatif. Contohnya bisa kita jadikan destinasi itu sebagai lokasi pembuatan film," tandasnya.

Jadi, menurutnya, pengunaan promosi harus sangat tepat dan itu menyangkut lima hal yakni platform yang harus tepat, target harus tepat, waktu harus tepat, frekuensi harus tepat, dan konten yang juga harus tepat.

Solusi kelima atau terakhir yakni mendukung kolaborasi antara pariwisata dan ekonomi kreatif. Dua sektor ini saling mendukung. Jika melihat destinasi yang sudah matang di Eropa, ekonomi kreatif kadang sudah menjadi poin utama. "Ini perlu ditingkatkan. Di Bali sudah terjadi. Seperti wedding itu semua di dalamnya ada unsur ekonomi kreatif. Teknologi harus mendorong proses berbisnis," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim yang juga menjadi pembicara lainnya mengungkapkan bahwa solusi atau langkah yang disampaikan Wamenparekraf Angela sangat menarik. "Diantaranya terkait mengintegrasikannya hotel-hotel kecil dengan memanfaatkan teknologi digital. Sebab di Kota Bogor modalitas cukup banyak ada 97 hotel bintang dan non bintang. Ini harus sudah diklasifikasikan dan yang non bintang disinergikan ikut dalam satu etintas digital, sehingga bisa dipasarkan melalui internet ke seluruh dunia. Itu menarik sekali," ujarnya.

Terkait dengan ekonomi kreatif, lanjut dia, Pemkot bersama Pemprov Jawa Barat segera membangun gedung Pusat Ekonomi Kreatif di area lahan bekas Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil). "Di situ nanti akan ada kelas channeling tadi (digitalisasi), kita pun akan membangun kelembagaannya," ujarnya.

Sementara itu, Rektor IBIK Bogor H Iriyadi mengatakan, saat ini Indonesia sedang berada di Era Revolusi Industri 4.0 yang otomatis hampir semua kegiatan bersinggungan dengan digitalisasi. Maka, dengan berkembangnya industri ekonomi kreatif berbasis elektronik menjadikan peluang industri ini semakin banyak diminati.

"Menjawab tantangan dan peluang bisnis di era industri digital saat ini terutama industri pariwisata dan ekonomi kreatif, maka perlu dilakukan perubahan bentuk perguruan tinggi dari STIE Kesatuan menjadi Institut Bisnis Informatika (IBI) Kesatuan dengan menambah 4 program studi baru yaitu S1 Pariwisata, S1 Bio-Kewirausahaan, S1 Sistem Informasi, dan S1 Teknologi Informasi," jelasnya.

Adanya penambahan 4 program studi baru tersebut guna mendukung program studi yang sudah ada yaitu S1 Akuntansi, S1 Manajemen, D3 Akuntansi, serta D3 Keuangan dan Perbankan. Keseluruhan program studi ini terkait satu sama lain dan besar harapan kami untuk dapat menghadapi tantangan dan peluang pada era digital ini.

"Perubahan ini merupakan sebuah prestasi sekaligus langkah besar yang sangat bersejarah bagi Yayasan Kesatuan, karena ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi semakin besar. Kami berupaya untuk dapat menjawab tantangan di atas yaitu, menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang baik di bidang tersebut dan mengambil peluang dalam mengembangkan bisnis di bidang industri pariwisata dan ekonomi kreatif di era industri digital ini," pungkasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3018 seconds (0.1#10.140)