Indonesia-Australia Kerja Sama Bangun Pabrik Detonator
A
A
A
JAKARTA - Indonesia terus memacu pemenuhan kebutuhan bahan peledak guna mendorong kemandirian ekonomi dan mengurangi impor sehingga menghemat devisa. Hal ini dilakukan dengan membangun pabrik detonator non-elektrik dan elektronik di Muara Badak, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
Pabrik dengan nilai investasi awal 12 juta dolar Australia itu dibangun oleh perusahaan asal Indonesia PT Trifita Perkasa bekerja sama dengan Orica Mining Services asal Australia. Keduanya melakukan penandatanganan kerja sama di Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Presiden dan CEO PT Trifita Service Hery Kusnanto mengatakan pabrik berada di lahan seluas 25 hektare dan akan mulai pembangunan konstruksi pada Maret dan selesai pada November 2019.
"Untuk kapasitas produksi detonator non-elektrik sebesar 3 juta unit dan kapasitas elektronik sebesar 1 juta unit. Produk detonator untuk kebutuhan komersial seperti pertambangan dan lain-lain seperti konstruksi," katanya di sela penandatanganan bersama Presiden Direktur PT Orisca Mining Service Damien Marik.
Nantinya, seluruh detonator akan dipasok ke dalam negeri mengingat pasar yang sangat besar. Dia menambahkan, investasi sebesar 12 juta dollar Australia tersebut merupakan tahap awal dan akan bertambah sesuai perkembangan produksi.
Hery juga optimistis, kerja sama ini memperkuat industri di Indonesia terlebih detonator banyak dibutuhkan dalam aktivitas pertambangan seperti batu bara dan emas. Selain itu, bermanfaat dalam memacu alih teknologi dan sejalan dengan anjuran Kementerian Pertahanan untuk mengoptimalkan kemampuan industri domestik yang terkait dengan bahan peledak.
"Kerja sama dilakukan dengan Orica. Teknologi juga dari Orica dan kita menyiapkan lahan, pabrik, dan para pekerjanya. Penggunaan lahan juga akan terus berkembang dan memenuhi standar safety internasional,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Direktur Teknologi Industri Pertahanan Ditjen Pothan Kementerian Pertahanan, Laksamana Pertama TNI Sri Yanto mengapresiasi dan mendukung penuh kerja sama ini mengingat produksi detonator nantinya dapat mensubstitusi impor. Apalagi komposisi pasokan detonator dari dalam dan luar negeri masih 30:70.
"Dengan adanya kerja sama ini juga semoga dapat mendorong investasi untuk pergerakan ekonomi nasional , menurunkan bahan impor dalam bidang detonator dan Indonesia bisa mandiri. Ke depan semoga bisa 100% detonator dari Indonesia sendiri," jelasnya.
Selain itu, pabrik ini juga mendukung pembangunan infrastruktur karena detonator digunakan pula dalam kegiatan konstruksi. Seperti, membuka dan menyiapkan lahan jalan di kawasan perbukitan serta pegunungan.
"Kalau di konstruksi misalnya pada pembangunan jalan yang menembus bukit. Bukitnya kita ledakkan, setelah itu land clearing areanya baru kita mulai konstruksi," ucap Yanto.
Adapun pemerintah Australia juga mendukung kolaborasi antar dua perusahaan swasta ini dan bisa mendorong kerja sama oleh pihak-pihak lainnya. Terlebih Orica merupakan perusahaan terdepan dan memiliki rekam jejak di banyak usaha pertambangan dan jasa.
"Ini dapat menjadi contoh yang baik bagaimana perusahaan Indonesia dan Australia saling bekerja sama," ungkap Minister-Counsellor dari Kedutaan Australia, Alison Duncan.
Pabrik dengan nilai investasi awal 12 juta dolar Australia itu dibangun oleh perusahaan asal Indonesia PT Trifita Perkasa bekerja sama dengan Orica Mining Services asal Australia. Keduanya melakukan penandatanganan kerja sama di Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Presiden dan CEO PT Trifita Service Hery Kusnanto mengatakan pabrik berada di lahan seluas 25 hektare dan akan mulai pembangunan konstruksi pada Maret dan selesai pada November 2019.
"Untuk kapasitas produksi detonator non-elektrik sebesar 3 juta unit dan kapasitas elektronik sebesar 1 juta unit. Produk detonator untuk kebutuhan komersial seperti pertambangan dan lain-lain seperti konstruksi," katanya di sela penandatanganan bersama Presiden Direktur PT Orisca Mining Service Damien Marik.
Nantinya, seluruh detonator akan dipasok ke dalam negeri mengingat pasar yang sangat besar. Dia menambahkan, investasi sebesar 12 juta dollar Australia tersebut merupakan tahap awal dan akan bertambah sesuai perkembangan produksi.
Hery juga optimistis, kerja sama ini memperkuat industri di Indonesia terlebih detonator banyak dibutuhkan dalam aktivitas pertambangan seperti batu bara dan emas. Selain itu, bermanfaat dalam memacu alih teknologi dan sejalan dengan anjuran Kementerian Pertahanan untuk mengoptimalkan kemampuan industri domestik yang terkait dengan bahan peledak.
"Kerja sama dilakukan dengan Orica. Teknologi juga dari Orica dan kita menyiapkan lahan, pabrik, dan para pekerjanya. Penggunaan lahan juga akan terus berkembang dan memenuhi standar safety internasional,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Direktur Teknologi Industri Pertahanan Ditjen Pothan Kementerian Pertahanan, Laksamana Pertama TNI Sri Yanto mengapresiasi dan mendukung penuh kerja sama ini mengingat produksi detonator nantinya dapat mensubstitusi impor. Apalagi komposisi pasokan detonator dari dalam dan luar negeri masih 30:70.
"Dengan adanya kerja sama ini juga semoga dapat mendorong investasi untuk pergerakan ekonomi nasional , menurunkan bahan impor dalam bidang detonator dan Indonesia bisa mandiri. Ke depan semoga bisa 100% detonator dari Indonesia sendiri," jelasnya.
Selain itu, pabrik ini juga mendukung pembangunan infrastruktur karena detonator digunakan pula dalam kegiatan konstruksi. Seperti, membuka dan menyiapkan lahan jalan di kawasan perbukitan serta pegunungan.
"Kalau di konstruksi misalnya pada pembangunan jalan yang menembus bukit. Bukitnya kita ledakkan, setelah itu land clearing areanya baru kita mulai konstruksi," ucap Yanto.
Adapun pemerintah Australia juga mendukung kolaborasi antar dua perusahaan swasta ini dan bisa mendorong kerja sama oleh pihak-pihak lainnya. Terlebih Orica merupakan perusahaan terdepan dan memiliki rekam jejak di banyak usaha pertambangan dan jasa.
"Ini dapat menjadi contoh yang baik bagaimana perusahaan Indonesia dan Australia saling bekerja sama," ungkap Minister-Counsellor dari Kedutaan Australia, Alison Duncan.
(fjo)