Pemerintah Dorong Pertamina Investasi Blok Rokan Tahun Depan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mendorong proses transisi Blok Rokan dapat berjalan mulus pada tahun depan sebelum ladang migas tersebut resmi dikelola PT Pertamina (Persero) pada 2021 mendatang. Keberhasilan masa transisi penting segera dilakukan supaya perseoran dapat segera masuk melakukan investasi pengeboran sumur guna mengantisipasi terjadinya penurunan produksi.
"Investasi ini penting untuk mempercepat pelaksanaan proses pengeboran. Pertamina harus segera melaksanakan 20 poin pengeboran untuk bisa mempetahankan produksi," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, di Jakarta, Kamis (26/12/2019).
Menurut dia pembahasan masa transisi antara Pertamina, Chevron Pacific Indonesia Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih terus berjalan. Pembahasan tersebut terkait bagaimana bersama-sama mencari solusi supaya proses transisi berjalan mulus sebelum 2021.
Apabila transisi berjalan mulus, maka Pertamina dapat segera melakukan investasi supaya produksi tidak turun. Pasalnya dalam dua tahun terakhir Blok Rokan mengalami penurunan produksi karena Chevron tidak lagi melakukan investasi. Untuk itu dengan adanya masa transisi tersebut dapat membuka ruang Pertamina segera berinvestasi.
"Kita sudah minta Pertamina proaktif kemudian Chevron bisa membuka pintu. Tiap pekan Chevron sudah lapor, kemudian kita pertemukan dengan Pertamina," ujarnya.
Meski begitu, Arifin mengakui dalam proses peralihan dari Chevron ke Pertamina masih terdapat beberapa persoalan yakni terkait administrasi dan persoalan penting lainnya yang sifatnya business to business (b to b). "Memang ada beberapa hal yang terkait regulasi dan juga kontrak administratif yang harus diselesaikan. Tapi tahun depan harus selesai," ungkapnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro beranggapan perlu adanya intervensi dari pemerintah supaya Pertamina segera melakukan investasi di Blok Rokan. Menurutnya perlu komunikasi secara intensif supaya masa transisi berjalan mulus.
"Pemerintah memang perlu intervensi akan tetapi bagaimanapun masalah ini merupakan masalah bisnis sehingga penyelesaiannya dilakukan secara business to business," kata dia.
Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman sempat mengatakan bahwa masa transisi Blok Rokan masih terkendala terkait hitung-hitungan skema bagi hasil. Fatar mengungkapkan, apabila Pertamina melakukan investasi sebelum kontrak habis maka bagi hasil menjadi tidak pasti.
"Kalau Pertamina memberikan modal nanti bingung pembagiannya, karena sesuai production sharing contract, Pertamina belum waktunya masuk. Tapi kalau dihitung sebagai partner nanti keuntungannya lebih besar dari Chevron," kata dia.
Fatar memberikan solusi, apabila masa transisi menemui jalan buntu satu-satunya cara Chevron melepas aset Blok Rokan kemudian diambil alih Pertamina. Meski demikian, opsi tersebut dipastikan memberatkan keuangan Pertamina. Sebab itu, pihaknya menyarankan supaya Pertamina mencari mitra strategis untuk memperkuat finansial mengambil alih aset Blok Rokan dari Chevron.
"Itu seperti saran Menteri. Pertamina perlu mitra untuk memperkuat finansial dan teknologi. Kalau sendiri, di samping menggerus keungan negara juga pendapatan Pertamina. Risiko industri hulu migas itu besar jadi seluruh dunia juga bermitra tidak bekerja sendiri," tuturnya.
"Investasi ini penting untuk mempercepat pelaksanaan proses pengeboran. Pertamina harus segera melaksanakan 20 poin pengeboran untuk bisa mempetahankan produksi," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, di Jakarta, Kamis (26/12/2019).
Menurut dia pembahasan masa transisi antara Pertamina, Chevron Pacific Indonesia Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih terus berjalan. Pembahasan tersebut terkait bagaimana bersama-sama mencari solusi supaya proses transisi berjalan mulus sebelum 2021.
Apabila transisi berjalan mulus, maka Pertamina dapat segera melakukan investasi supaya produksi tidak turun. Pasalnya dalam dua tahun terakhir Blok Rokan mengalami penurunan produksi karena Chevron tidak lagi melakukan investasi. Untuk itu dengan adanya masa transisi tersebut dapat membuka ruang Pertamina segera berinvestasi.
"Kita sudah minta Pertamina proaktif kemudian Chevron bisa membuka pintu. Tiap pekan Chevron sudah lapor, kemudian kita pertemukan dengan Pertamina," ujarnya.
Meski begitu, Arifin mengakui dalam proses peralihan dari Chevron ke Pertamina masih terdapat beberapa persoalan yakni terkait administrasi dan persoalan penting lainnya yang sifatnya business to business (b to b). "Memang ada beberapa hal yang terkait regulasi dan juga kontrak administratif yang harus diselesaikan. Tapi tahun depan harus selesai," ungkapnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro beranggapan perlu adanya intervensi dari pemerintah supaya Pertamina segera melakukan investasi di Blok Rokan. Menurutnya perlu komunikasi secara intensif supaya masa transisi berjalan mulus.
"Pemerintah memang perlu intervensi akan tetapi bagaimanapun masalah ini merupakan masalah bisnis sehingga penyelesaiannya dilakukan secara business to business," kata dia.
Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman sempat mengatakan bahwa masa transisi Blok Rokan masih terkendala terkait hitung-hitungan skema bagi hasil. Fatar mengungkapkan, apabila Pertamina melakukan investasi sebelum kontrak habis maka bagi hasil menjadi tidak pasti.
"Kalau Pertamina memberikan modal nanti bingung pembagiannya, karena sesuai production sharing contract, Pertamina belum waktunya masuk. Tapi kalau dihitung sebagai partner nanti keuntungannya lebih besar dari Chevron," kata dia.
Fatar memberikan solusi, apabila masa transisi menemui jalan buntu satu-satunya cara Chevron melepas aset Blok Rokan kemudian diambil alih Pertamina. Meski demikian, opsi tersebut dipastikan memberatkan keuangan Pertamina. Sebab itu, pihaknya menyarankan supaya Pertamina mencari mitra strategis untuk memperkuat finansial mengambil alih aset Blok Rokan dari Chevron.
"Itu seperti saran Menteri. Pertamina perlu mitra untuk memperkuat finansial dan teknologi. Kalau sendiri, di samping menggerus keungan negara juga pendapatan Pertamina. Risiko industri hulu migas itu besar jadi seluruh dunia juga bermitra tidak bekerja sendiri," tuturnya.
(fjo)