Sekilas Manfaat dan Substansi Omnibus Law Lapangan Kerja serta Perpajakan
A
A
A
JAKARTA - Dua RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan bakal segera diajukan pemerintah kepada DPR. Kedua RUU ini diharapkan bisa memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.
Hal ini juga sebagai tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan. Setidaknya seperti dipaparkan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian lewat narasinya, ada tiga manfaat dari penerapan Omnibus Law.
"Pertama, menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan. Kedua, efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan. Ketiga, menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan," paparnya.
Substansi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja telah dibahas secara intensif dengan 31 Kementerian/Lembaga terkait, dan mencakup 11 klaster, yaitu: 1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi.
Sesuai perkembangan hasil pembahasan, telah diidentifikasi (tentative) lebih kurang 79 UU dan lebih kurang 1.229 pasal yang terdampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Angka ini masih mungkin berubah, menyesuaikan dengan hasil pembahasan bersama Kementerian dan Instansi terkait. Satu UU bisa masuk dalam beberapa klaster sehingga jumlah UU bukan penjumlahan total dari seluruh klaster (apabila 1 UU terkait dengan 3 klaster, maka dihitung 1 UU).
Sementara itu, Omnibus Law Perpajakan yang telah disiapkan Kementerian Keuangan mencakup 6 pilar, yaitu: 1) Pendanaan Investasi, 2) Sistem Teritori, 3) Subjek Pajak Orang Pribadi, 4) Kepatuhan Wajib Pajak, 5) Keadilan Iklim Berusaha, dan 6) Fasilitas.
Substansi kedua Omnibus Law tersebut telah diselaraskan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dimana substansi yang terkait dengan aspek Perpajakan dan Kebijakan Fiskal, yang menyangkut substansi di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dimasukan ke dalam Omnibus Law Perpajakan.
Pada tanggal 5 Desember 2019, Pemerintah dan DPR RI telah menetapkan kedua RUU Omnibus Law ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Super Prioritas Tahun 2020. Saat ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah siap menyampaikan laporan hasil pembahasan Omnibus Law kepada Presiden RI, termasuk Naskah Akademik dan draft RUU Omnibus Law, untuk kemudian diserahkan ke DPR RI.
Secara paralel dengan pembahasan bersama DPR RI nanti, Pemerintah juga akan menyiapkan regulasi turunannya. Selain itu, agar substansi Omnibus Law selaras dengan kebutuhan pelaku usaha, Pemerintah melibatkan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dalam penyusunan dan konsultasi publik Omnibus Law, melalui pembentukan Satuan Tugas Bersama (Task Force) yang dipimpin oleh Ketua Umum KADIN, dengan anggota berasal dari unsur K/L, KADIN, Pemda, serta Akademisi.
Hal ini juga sebagai tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan. Setidaknya seperti dipaparkan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian lewat narasinya, ada tiga manfaat dari penerapan Omnibus Law.
"Pertama, menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan. Kedua, efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan. Ketiga, menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan," paparnya.
Substansi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja telah dibahas secara intensif dengan 31 Kementerian/Lembaga terkait, dan mencakup 11 klaster, yaitu: 1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi.
Sesuai perkembangan hasil pembahasan, telah diidentifikasi (tentative) lebih kurang 79 UU dan lebih kurang 1.229 pasal yang terdampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Angka ini masih mungkin berubah, menyesuaikan dengan hasil pembahasan bersama Kementerian dan Instansi terkait. Satu UU bisa masuk dalam beberapa klaster sehingga jumlah UU bukan penjumlahan total dari seluruh klaster (apabila 1 UU terkait dengan 3 klaster, maka dihitung 1 UU).
Sementara itu, Omnibus Law Perpajakan yang telah disiapkan Kementerian Keuangan mencakup 6 pilar, yaitu: 1) Pendanaan Investasi, 2) Sistem Teritori, 3) Subjek Pajak Orang Pribadi, 4) Kepatuhan Wajib Pajak, 5) Keadilan Iklim Berusaha, dan 6) Fasilitas.
Substansi kedua Omnibus Law tersebut telah diselaraskan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dimana substansi yang terkait dengan aspek Perpajakan dan Kebijakan Fiskal, yang menyangkut substansi di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dimasukan ke dalam Omnibus Law Perpajakan.
Pada tanggal 5 Desember 2019, Pemerintah dan DPR RI telah menetapkan kedua RUU Omnibus Law ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Super Prioritas Tahun 2020. Saat ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah siap menyampaikan laporan hasil pembahasan Omnibus Law kepada Presiden RI, termasuk Naskah Akademik dan draft RUU Omnibus Law, untuk kemudian diserahkan ke DPR RI.
Secara paralel dengan pembahasan bersama DPR RI nanti, Pemerintah juga akan menyiapkan regulasi turunannya. Selain itu, agar substansi Omnibus Law selaras dengan kebutuhan pelaku usaha, Pemerintah melibatkan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dalam penyusunan dan konsultasi publik Omnibus Law, melalui pembentukan Satuan Tugas Bersama (Task Force) yang dipimpin oleh Ketua Umum KADIN, dengan anggota berasal dari unsur K/L, KADIN, Pemda, serta Akademisi.
(akr)