Ekonom Ini Preteli Kelemahan Omnibus Law buat Perekonomian Nasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom senior sekaligus pendiri CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan, RUU Omnibus Law bukanlah senjata yang tepat untuk mereformasi ekonomi Indonesia . Jika dilihat dari naskah akademik, Omnibus Law belum memetakan semua masalah.
"Hanya sebagian masalah, yakni kerumitan perizinan, pertumbuhan investasi yang di bawah Malaysia, Thailand dan Vietnam, juga daya saing global (GCI) dan kemudahan berbisnis (EoDB) relatif tertinggal dibanding Malaysia dan Thailand," ungkap Hendri dalam webinar di Jakarta, Jumat (21/8/2020).
Dia mengatakan, dalam Omnibus Law, orientasi pembangunan ekonomi jangka panjang belum menjadi isu penting. Sehingga, tentu RUU ini tidak akan me-reform struktur ekonomi untuk menghilangkan kesenjangan. ( Baca juga:Ternyata Ini Deretan Tokoh yang Difavoritkan Gibran )
"Omnibus Law hanya berfokus untuk memudahkan masuknya investasi baru, sehingga kurang memperhatikan permasalahan dan juga kepentingan dari investasi yang telah ada. Misalnya kebijakan afirmatif pada pelaku usaha rakyat yang telah ada agar dapat beradaptasi dengan perubahan," jelas Hendri.
Dia mengatakan, Omnibus Law seakan hanya ditujukan sebagai solusi perkara yang terkait dengan perubahan regulasi.
"Padahal, permasalahan non-regulasi jauh lebih banyak yang menjadi penghambat pertumbuhan investasi, yang utama adalah konsistensi kebijakan," tutur Hendri.
"Hanya sebagian masalah, yakni kerumitan perizinan, pertumbuhan investasi yang di bawah Malaysia, Thailand dan Vietnam, juga daya saing global (GCI) dan kemudahan berbisnis (EoDB) relatif tertinggal dibanding Malaysia dan Thailand," ungkap Hendri dalam webinar di Jakarta, Jumat (21/8/2020).
Dia mengatakan, dalam Omnibus Law, orientasi pembangunan ekonomi jangka panjang belum menjadi isu penting. Sehingga, tentu RUU ini tidak akan me-reform struktur ekonomi untuk menghilangkan kesenjangan. ( Baca juga:Ternyata Ini Deretan Tokoh yang Difavoritkan Gibran )
"Omnibus Law hanya berfokus untuk memudahkan masuknya investasi baru, sehingga kurang memperhatikan permasalahan dan juga kepentingan dari investasi yang telah ada. Misalnya kebijakan afirmatif pada pelaku usaha rakyat yang telah ada agar dapat beradaptasi dengan perubahan," jelas Hendri.
Dia mengatakan, Omnibus Law seakan hanya ditujukan sebagai solusi perkara yang terkait dengan perubahan regulasi.
"Padahal, permasalahan non-regulasi jauh lebih banyak yang menjadi penghambat pertumbuhan investasi, yang utama adalah konsistensi kebijakan," tutur Hendri.
(uka)