Pemerintah Menyiapkan Sistem Upah per Jam

Sabtu, 28 Desember 2019 - 07:30 WIB
Pemerintah Menyiapkan...
Pemerintah Menyiapkan Sistem Upah per Jam
A A A
JAKARTA - Sistem upah bakal dihitung per jam? Inilah yang tengah digodok pemerintah. Namun, model pengupahan tidak berlaku secara keseluruhan, karena ketentuan sistem upah per jam ini hanya untuk pekerja yang jam kerjanya 35 jam ke bawah per minggu. Adapun standar jam kerja di Indonesia 40 jam seminggu.

Rencana pembayaran upah kerja dengansistem per jam ini rencananya akan dimasukkan di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang kini dikebut pemerintah. Bersama RUU Omnibus Law Perpajakan, rancangan undang-undang ini diharapkan memperkuat perekonomian nasional melaluiperbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia.

Berapa standar upah per jamnya? Pemerintah belum memastikan. Namun Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah menyatakan, basis penghitungan sistem ini tetap seperti penghitungan upah pada umumnya, namun dengan formulater sendiri. Menurut dia, sistem ini akan mengakomodasi seseorang bekerjadi beberapa tempat, sehingga akan lebih mudah dalam penghitungan upah.

“Dalam konteks fleksibilitas waktu kerja karena fleksibilitas ternyata banyak dibutuhkan. Saya sounding dengan banyak teman-teman pekerja. Mereka juga memahami itu, bahkan dalam konteks itu dibutuhkan fleksibilitas,” ujar Ida Fauziah di Istana Bogor kemarin.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin memperingatkan agar tak ada pasal titipan dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dia juga meminta penyusunan omnibus law tidak menjadi ajang menampung keinginan kementerian/lembaga. Hal ini mengingat setidaknya terdapat 30 kementerian/lembaga yang terlibat dalam penyusunan draf omnibuslaw.

“Saya minta visi besar dan framework-nya harus memiliki fokus jelas agar dijaga konsistensinya, harus betul-betul sinkron, terpadu. Saya tidak ingin rancangan undang-undang ini hanya menjadi tempat menampung keinginan-keinginan kementerian dan lembaga. Jangan sampai hanyamenampung keinginan, tapi tidak masuk ke visi besar yang saya sampaikan,” ujar dia.

Untuk mematangkan omnibus law,Jokowi memerintahkan Menko Perekonomian, Menkumham, Mensesneg, dan Seskab untuk melakukan pendalaman terhadap draf tersebut. Dia juga meminta Jaksa Agung, Polri, dan BIN melihat dampak-dampak dari omnibuslaw tersebut.

“Jangan sampai menyebabkan hal-hal yang tidak kita inginkan. Sehingga tolong agar dikomunikasikan dengan yang terkait dengan yang ada di dalam omnibus. Seluruh menteri juga dikomunikasikan dan juga dikonsultasikan dengan seluruh pemangku kepentingan,” imbaunya.

Selain itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini meminta agar perumusan regulasi turunan dari omnibuslaw juga disiapkan secara paralel. Dengan begitu, setelah omnibus law disahkan dapat segera dilaksanakan.

“Tolong ini, sebelum inimasuk DPR, Menko, Menkumham, Mensesneg, agar mengekspos ke publik. Kalau ada hal yang perludiakomodasikan, harus kitaperhatikan. Ini sebuah prosesketerbukaan yang kitainginkan,” ujarnya.

Di tempat terpisah,Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengungkapkan, pemerintah akan mengajukan omnibus law pada Januari 2020. Menurut dia, sebenarnya pemerintah berencana menyerahkan sejumlah rancangan undang-undang sebelum masa sidang DPR berakhir bulan ini. Namun, rencana ini urung dilakukan karena ada halangan.

“Kebetulan Prolegnas tertunda pengesahannya kemarin. Maka, setelah DPR seminggu bersidang kami akan mengajukan RUU Omnibus Law (terkait) cipta lapangan kerja dan perpajakan,” ungkap Yasonna di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin.

Dia menuturkan, RUU Omnibus Law ini sengaja didesain untuk menciptakan lapangan kerja secara besar-besaran, menumbuhkan UMKM, dan mendorong investasi. Menurut dia, nantinya ada 11 bidang besar yang dirangkum dari 74 undang-undang yang ada menjadi sebuah undang-undang yang utuh. Yasonna pun berharap DPR mendukung penyelesaian omnibus law ini dengan menjadikannya sebagai rancangan undang-undang superprioritas dalam pembahasannya. Dengan demikian, pembahasan bisa dilakukan secara cepat.

Pengamat ekonomi dari UI Lana Soelistianingsih memahami isu upah saat ini memang tidak diikuti produktivitas. Namun, di sisi lain, pelaku usaha semestinya tidak terus menekan biaya upah jadi semurah mungkin.Karena itu, dia berharap hadirnya omnibus law menjadi peluang akal-akalan pelaku usaha terhadap pekerja.

”Saat ini dengan UMP, trik yang digunakan perusahaan dengan mengatur durasi kerja dari pukul 9 pagi hingga 4 sore. Itu berarti hanya 6 jam tapi upahnya 6/8 dikalikan UMP. Apalagi kalau bisa ditentukan upah per jam. Nanti semakin tertekan upah yang diterima pekerja,” ujar Lana.

Dia pun berharap pemerintah tetap mengikutiaturan UMP dan bersikap seimbang antara kepentingan pelaku usaha dan pekerja. “Jangan jadi kesempatan untuk eksploitasi pekerja. Padahal biaya upah kurang 15% dari produksi, sedangkan mayoritas biaya itu dari highcost economy seperti pungli. Memang banyak aturan yang memberatkan pelaku usaha, tapi kita harus berimbang,” ujarnya.

Pengamat ekonomi Indef Nailul Huda juga menilai semangat omnibus law untuk cipta lapangan kerja melanggengkan kepentingan pengusaha. Dalam pandangannya, sistem upah jam kerja di bawah 35 jam akan menerima perlakuan pengupahan yang berbeda dari orang yang mempunyai 35 jam ke atas. ”Di negara lain sudah mulai diturunkan jam kerjanya, namun masih memiliki pengupahan penuh. Sedangkan di Indonesia malah dikurangi jam kerja dan dikurangi pula pengupahannya. Sungguhmiris,” ujar Huda.

Sebelumnya Kemenko Perekonomian berharap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law bisa memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia,khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.

Hadirnya omnibus law yang merupakan tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)—sebagaimana disampaikan saat pidato pelantikan sebagai presiden untuk periode kedua—diharapkan akan menghilangkan tumpang tindih antarperaturan perundang-undangan. Selain itu, omibus law mewujudkan efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan dan menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan.Substansi RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja telah dibahas secara intensifdengan 31 kementerian/lembaga terkait. Omnibus law ini mencakup 11 kluster: 1) penyederhanaan perizinan, 2) persyaratan investasi, 3) ketenagakerjaan, 4) kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan umk-m, 5)kemudahan berusaha, 6)dukungan riset dan inovasi, 7)administrasi pemerintahan, 8)pengenaan sanksi, 9)pengadaan lahan, 10) investasidan proyek pemerintah, dan 11) kawasan ekonomi. (Dita Angga/Hafid Fuad/Sindonews)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7752 seconds (0.1#10.140)