Harga Minyak Mentah Stabil Ditopang Optimisme Kesepakatan Dagang

Senin, 30 Desember 2019 - 10:55 WIB
Harga Minyak Mentah...
Harga Minyak Mentah Stabil Ditopang Optimisme Kesepakatan Dagang
A A A
SINGAPURA - Harga minyak mentah dunia berada di kisaran level tertinggi tiga bulan pada perdagangan, Senin (30/12/2019) seiring penurunan stok AS yang lebih besar. Sentimen lainnya datang dari optimisme atas kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, sementara para pelaku pasar seperti menutup mata atas gejolak di Timur Tengah.

Pasar menunjukkan sedikit reaksi terhadap berita serangan udara AS di Irak dan Suriah terhadap kelompok milisi yang diklaim mendapatkan dukungan dari Iran. Bahkan beberapa pejabat AS memperingatkan aksi tambahan bisa saja terjadi. "Ada beberapa katalis menaikkan harga minyak mentah baru-baru ini seperti optimisme perdagangan, penurunan besar stok komersial AS, USD yang terjun bebas dan serangan udara," kata analis pasar Margaret Yang dari CMC Markets.

Seperti dilansir Reuters hari ini, harga minyak berjangka AS yakni West Texas Intermediate (WTI) merangkak naik 1 sen untuk menyentuh level USD61,73 per barel pada pukuk 02.10 GMT. Sepanjang tahun ini harga patokan minyak AS tercatat telah menguat sekitar 36%. Sementara harga minyak mentah berjangka Brent berada di posisi USD68,28/barel atau meningkat 12 sen. Tolok ukur harga minyak internasional telah bertambah sekitar 27% pada 2019.

Di sisi lain Departemen Perdagangan China mengatakan pada hari Minggu, kemarin bahwa dalam waktu dekat bakal meneken kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat yang sudah lama ditunggu-tunggu. Kedua negara pada 13 Desember, lalu mengumumkan "fase satu" perjanjian yang berujungan pada pengurangan tarif AS sebagai imbalan. Hal ini menurut pejabat AS akan menjadi lompatan besar dalam pembelian China atas produk pertanian Amerika dan barang lainnya.

Harga minyak juga didukung oleh penyusutan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan sebelumnya. Tercatat stok minyak Negeri Paman Sam turun 5.500.000 barel dalam seminggu hingga 20 Dec, jauh melebihi proyeksi sebelumnya hingga 1.700.000 barel dalam jajak pendapat Reuters.

Di Timur Tengah, para demonstran pada hari Sabtu memaksa penutupan ladang minyak Nassiriya di Irak Selatan, sementara Amerika Serikat melakukan serangan udara pada hari Minggu di Irak dan Suriah melawan kelompok milisi Kataib Hizbullah. "Para pelaku pasar mengawasi situasi membara di Irak, produsen besar kedua OPEC," kata Stephen Innes kepala strategi pasar Asia di axitrader.

Pejabat AS mengatakan, serangan udara ke pangkalan militer Irak jadi respons atas pembunuhan seorang kontraktor sipil AS, serta memperingatkan bahwa "tindakan tambahan" mungkin masih akan diambil. Kementerian Minyak Irak mengatakan, bahwa penghentian produksi di ladang minyak Nassiriya tidak akan mempengaruhi ekspor dan operasi produksi negara tersebut karena akan menggunakan tambahan output dari ladang minyak Selatan di Basra.

Protes massa diketahui telah mencengkeram Irak sejak 1 Oktober. Di tempat lain, perusahaan minyak negara Libya NOC mengatakan tengah mempertimbangkan penutupan pelabuhan Zawiya Barat dan mengevakuasi staf dari kilang yang terletak di sana karena bentrokan berada di dekatnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0954 seconds (0.1#10.140)