Berjuang Keras Memasuki Dekade Suram Brand Internasional

Selasa, 31 Desember 2019 - 08:52 WIB
Berjuang Keras Memasuki...
Berjuang Keras Memasuki Dekade Suram Brand Internasional
A A A
LONDON - Industri ritel dunia harus berjuang keras dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian bahkan tidak mampu bertahan, lalu bangkrut, dan hilang sepenuhnya dari dunia bisnis. Salah satunya adalah raksasa mainan asal Amerika Serikat (AS), Toys R Us, yang kehilangan keseimbangan finansial.

Toys R Us menutup seluruh gerainya di AS dan Inggris pada April 2018 setelah mengajukan perlindungan dari kebangkrutan beberapa bulan sebelumnya. Beberapa gerai Toys R Us di kawasan Asia masih beroperasi. Namun, Toys R Us kekurangan dana operasi sehingga menjualnya kepada Fung Retailing dan lenders.

“Kami patah hati karena para konsumen sangat ingin membelikan mainan bermutu bagi anak-anak mereka,” kata ahli retail, Kate Hardcastle, kepada BBC. “Toys R Us memiliki banyak gudang raksasa yang tidak penting. Mereka dapat memanfaatkannya untuk kebutuhan lain. Namun, mereka gagal secara sistem,”imbuhnya.

Perusahaan lainnya yang tumbang adalah Borders. Borders merupakan kafe konvensional yang dilengkapi dengan perpustakaan buku, musik, dan film. Perusahaan itu ambruk di Inggris pada Juni 2009 sebelum mengajukan perlindungan dari kebangkrutan dua tahun kemudian di AS.

Borders mengalami penurunan penjualanan menyusul adanya perubahan pasar buku dan persaingan ketat dengan supermarkert, penjualan online, dan buku digital. Pemerhati ritel, Chris Field, mengatakan, bangkrutnya Borders yang memiliki karakteristik unik tidak terlepas dari kehadiran buku murah di Amazon.

“Para konsumen kini dapat membeli buku yang mereka inginkan dengan harga yang tidak masuk akal. Mereka juga dapat memperolehnya dalam 24 jam pengiriman,” kata Field. “Saya pribadi merindukan Borders karena keberadannya tidak akan tergantikan. Tapi, saya tahu mereka melakukan apa yang perlu dilakukan,”sambungnya.

Nasib serupa juga menimpa perusahaan pusat perbelanjaan British Home Stores (BHS). BHS telah menutup pintu bisnis pada Juni 2016 lalu setelah gagal mencari tambahan modal. Ritel berusia 88 tahun dan memiliki 163 gerai itu berjuang sangat keras untuk dapat menutup utang senilai 1,3 miliar poundsterling (Rp23,7 triliun). Meski BHS fokus terhadap konsumen, inovasinya kurang variatif dan produk-produknya dinilai membosankan.

Perusahaan lainnya, Staples juga harus menyerah pada 2016 setelah bisnisnya di Inggris dijual untuk merestruktur Hilco. Staples terpaksa membatalkan merger senilai USD6,3 miliar bersama Office Depot. Menurut Field, Staples tidak mampu bertahan lama karena menjadi toko kedua setelah konsumen gagal menemukan produk.

“Para konsumen kini memprioritaskan pembelian secara online. Jika barang yang mereka cari habis dan mereka memerlukannya segera, mereka baru pergi ke Staples,” ujar Field. Bahkan, para konsumen merasa kecewa karena apa yang mereka cari setelah melakukan perjalanan sangat jauh juga tidak ada di Staples.

Blockbuster yang menyediakan jasa sewa film juga tidak mampu bertahan. Lebih dari 9.000 tokonya di seluruh dunia ditutup, kecuali di Bend, Oregon, AS. Sebagian besar franchise di bawah Blockbuster juga berjuang keras meraup pendapatan. Kejayaan Blockbuster hanya berlangsung selama satu dekade yakni 1980-1990.

Tak berbeda jauh dengan Blockbuster, Maplin juga ambruk tahun lalu. Perusahaan ritel elektronik terbesar di Inggris itu selalu rugi. Sekitar 200 gerainya ditutup, terakhir pada Juni 2018.

Perusahaan lainnya Poundworld, Barratts, dan Phones4U juga gagal meneruskan bisnisnya. Poundworld yang dikenal sebagai ritel penuh diskon kesulitan bertahan dan terhapus dari peta bisnis. Sekitar 335 toko ditutup. Perusahaan itu juga terhantam keras oleh jatuhnya nilai poundsterling pasca referendum Brexit.

Adapun Barrats, bangkrut setelah gagal bersaing dengan produk impor yang lebih murah. Ritel ponsel Phones4U juga menutup lebih dari 700 gerai di Inggris pada September 2014. Sekitar 5.596 karyawan juga dipecat. Saat itu, Phones4U menunggak utang lebih dari 200 juta poundsterling. (Muh Shamil)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6234 seconds (0.1#10.140)