Kasus Gagal Bayar Jiwasraya, Pengamat: Solusi Bailout Tak Bisa Diterapkan
A
A
A
JAKARTA - Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terhadap polis nasabah harus segera dituntaskan, lantaran apabila dibiarkan berlarut-larut dikhawatirkan bakal mengganggu bisnis asuransi. Sebelumnya sempat digencarkan solusi bailout untuk diterapkan dalam penyelesaian kasus Jiwasraya.
Menanggapi hal itu, pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan bahwa bailout tidak bisa diterapkan sebagai solusi. "Bailout tidak dimungkinkan, hal itu tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 2016 tentang pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan," ujar Irvan kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Sambung Irvan menjelaskan, bahwa solusi bailout sudah tidak dibenarkan sejak kasus Bank Century lalu. Di sisi lain, Ia menyetujui solusi fill-in, yaitu pembentukan anak perusahaan Jiwasraya yang sudah disebutkan oleh direksi dan juga oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Solusi ini hanya perlu eksekusi sesegera mungkin, direncanakan di kuartal I tahun 2020. Terlebih ada dana segar sebesar Rp3 triliun dengan investor yang masuk," tutur Irvan.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi yang mengungkapkan, salah satu cara penyelesaiannya bisa melalui anak usaha yang akan dibentuk yakni PT Jiwasraya Putra dengan membuat surat utang.
"Bisa juga menawarkan kepada pihak lain untuk mengakuisisi sebagian saham Jiwasraya agar mendapatkan dana segar. Namun bailout ataupun PMN meskipun bisa dilakukan, sangat tidak dianjurkan karena bisa menjadi lahan korupsi baru. Jangan sampai pengalaman bank century terulang," kata Achmad Baidowi .
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, pencekalan terhadap sepuluh orang terkait kasus Jiwasraya merupakan hal yang perlu dilakukan agar semuanya terbuka semuanya. Kasus dugaan korupsi di Jiwasraya memang sudah memasuki tahap penyidikan sejak 17 Desember 2019.
Kejaksaan Agung sempat melansir potensi kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 13,7 triliun. Dalam rapat antara manajemen baru Jiwasraya dengan Komisi XI DPR, terungkap bahwa perusahaan tengah dililit masalah keuangan.
Perusahaan membutuhkan suntikan modal Rp 32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC) 120%. Per September 2019, aset perusahaan tercatat hanya Rp 25,68 triliun, sedangkan kewajiban nyaris dua kali lipatnya yaitu Rp 49,60 triliun. Dengan demikian, terjadi ekuitas (modal) negatif Rp 23,92 triliun.
Dengan perkembangan ini, maka diperhitungkan kebutuhan tambahan modal Rp 32,89 triliun. Selisih besar antara aset dan kewajiban ini terjadi karena beberapa hal di antaranya investasi pada aset berisiko. Jiwasraya banyak melakukan investasi pada aset berisiko tinggi untuk mengejar imbal hasil yang besar.
Menanggapi hal itu, pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan bahwa bailout tidak bisa diterapkan sebagai solusi. "Bailout tidak dimungkinkan, hal itu tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 2016 tentang pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan," ujar Irvan kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Sambung Irvan menjelaskan, bahwa solusi bailout sudah tidak dibenarkan sejak kasus Bank Century lalu. Di sisi lain, Ia menyetujui solusi fill-in, yaitu pembentukan anak perusahaan Jiwasraya yang sudah disebutkan oleh direksi dan juga oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Solusi ini hanya perlu eksekusi sesegera mungkin, direncanakan di kuartal I tahun 2020. Terlebih ada dana segar sebesar Rp3 triliun dengan investor yang masuk," tutur Irvan.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi yang mengungkapkan, salah satu cara penyelesaiannya bisa melalui anak usaha yang akan dibentuk yakni PT Jiwasraya Putra dengan membuat surat utang.
"Bisa juga menawarkan kepada pihak lain untuk mengakuisisi sebagian saham Jiwasraya agar mendapatkan dana segar. Namun bailout ataupun PMN meskipun bisa dilakukan, sangat tidak dianjurkan karena bisa menjadi lahan korupsi baru. Jangan sampai pengalaman bank century terulang," kata Achmad Baidowi .
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, pencekalan terhadap sepuluh orang terkait kasus Jiwasraya merupakan hal yang perlu dilakukan agar semuanya terbuka semuanya. Kasus dugaan korupsi di Jiwasraya memang sudah memasuki tahap penyidikan sejak 17 Desember 2019.
Kejaksaan Agung sempat melansir potensi kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 13,7 triliun. Dalam rapat antara manajemen baru Jiwasraya dengan Komisi XI DPR, terungkap bahwa perusahaan tengah dililit masalah keuangan.
Perusahaan membutuhkan suntikan modal Rp 32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC) 120%. Per September 2019, aset perusahaan tercatat hanya Rp 25,68 triliun, sedangkan kewajiban nyaris dua kali lipatnya yaitu Rp 49,60 triliun. Dengan demikian, terjadi ekuitas (modal) negatif Rp 23,92 triliun.
Dengan perkembangan ini, maka diperhitungkan kebutuhan tambahan modal Rp 32,89 triliun. Selisih besar antara aset dan kewajiban ini terjadi karena beberapa hal di antaranya investasi pada aset berisiko. Jiwasraya banyak melakukan investasi pada aset berisiko tinggi untuk mengejar imbal hasil yang besar.
(akr)