Investasi Bodong MeMiles, Tawarkan Keuntungan Tak Wajar

Jum'at, 17 Januari 2020 - 06:02 WIB
Investasi Bodong MeMiles, Tawarkan Keuntungan Tak Wajar
Investasi Bodong MeMiles, Tawarkan Keuntungan Tak Wajar
A A A
JAKARTA - Tawaran investasi tak henti datang silih berganti. Jangan sampai mudah tergiur karena kini semakin banyak bermunculan investasi abal-abal dengan beragam kedok dan motif bisnis.

Investasi ilegal selalu menawarkan keuntungan yang tidak wajar. Namun ironisnya model investasi seperti inilah yang justru mudah mendapatkan nasabah. Mereka tergiur dengan iming-iming selangit dari hasil berlipat ganda hingga bonus menggiurkan seperti mobil, sepeda motor, ponsel.

Nasabah umumnya baru sadar menjadi korban investasi bodong kala iming-iming yang dijanjikan mulai tak dipenuhi. Gambaran seperti inilah yang kini tengah dialami ribuan nasabah MeMiles. Mereka kecewa karena janji mobil, sepeda motor, barang elektronik atau uang berlipat tak jadi nyata.

Kasus dugaan penipuan berkedok investasi yang dilakukan MeMiles kini tengah diinvestigasi jajaran Polda Jawa Timur. Yang mencengangkan, dari ribuan korban investasi berkedok jasa iklan ini, terdapat sederet selebritas dan pejabat publik. Polisi masih mendalami peran mereka. Sebagian dari mereka seperti penyanyi Eka Delli dan Marcello Tahitoe (Ello) sudah diperiksa untuk mendalami sejauh mana keterlibatan mereka dalam kasus ini. (

Iming-iming keuntungan besar yang ditawarkan pengelola MeMiles membuat nasabahnya cepat bertambah dalam waktu singkat. (Baca: Ditetapkan Investasi Bodong, Member Minta Pemerintah Bantu MeMiles)

Satgas Waspada Investasi (SWI) mendata, hanya dalam delapan bulan MeMiles mampu mendapatkan nasabah hingga 264.000 orang. Omzet yang didapatkan pun besar, yakni mencapai Rp750 miliar.

Agustus 2019 lalu SWI sebenarnya telah tegas menyatakan bahwa MeMiles adalah entitas investasi ilegal. Selain menawarkan keuntungan yang tak wajar, bisnis investasi yang dikelola PT Kam and Kam ini juga tak mengantongi izin dari lembaga berwenang.

Namun peringatan dan keputusan SWI ini seolah tak didengar. Banyak masyarakat nekat bergabung meski dengan risiko yang tak terhitung.

Dalam pandangan pengamat sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) AB Widyanto, masyarakat saat ini memang banyak yang suka dengan investasi ringan, tetapi hasilnya besar. Situasi ekonomi digital saat ini juga menjadi ruang baru bagi manipulasi banyak hal, termasuk mencari keuntungan dengan cara mudah. “Kemudahan ini membawa kerentanan baru, termasuk risiko penipuan dengan kecanggihan teknologi,” ungkapnya.

Menurutnya secara kultural sebagian masyarakat belum memahami tentang instrumen baru seperti ekonomi digital. Dengan demikian banyak masyarakat yang belum melek teknologi menjadi rentan sebagai korban. “Ditambah lagi impian mencari income mudah dan cepat. Ini menjadi sebuah ilusi tinggi masyarakat yang harus mendapatkan edukasi,” tandas dosen Fisipol UGM ini.

Pengamat sosial vokasi Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menilai kejahatan finansial telah menjadi wabah penyakit sosial yang semakin kuat dan luas jangkauannya. Karenanya, walaupun saat ini adalah era digital, tetap saja publik banyak yang menjadi korban. Penipuan berbasis online juga memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi dari pada dengan mekanisme tradisional seperti telepon dan tatap muka. Data ini merujuk pada sejumlah kasus penipuan terkini yang terjadi di Barat.

Devie menilai kasus MeMiles merupakan kejahatan ekonomi. “Kasus MeMiles mengingatkan kita pada krisis ekonomi dunia pada tahun 2008 silam di mana Madof telah menipu banyak konsumennya hingga merusak perekonomian dunia,” ungkapnya.

Devie memberikan tips agar warga tidak lagi menjadi korban kasus penipuan serupa. Pertama dengan menggali informasi yang dalam soal tawaran tersebut. Kedua, meningkatkan rasa ber syukur. Dengan demi kian akan berkurang rasa membandingkan diri dengan orang lain.

Sementara kebohongan MeMiles semakin terbongkar dan akhirnya ditutup pada 18 Desember 2019 lalu, para nasabahnya pun resah. Pekan lalu Ketua Komunitas MeMiles, Kemala Intan, mengatakan banyak nasabah yang meminta keadilan karena pihak MeMiles rencananya akan ditutup tanpa adanya gan ti rugi. Kemala ingin masalah MeMiles dituntaskan dengan adil tanpa harus langsung menutupnya karena hal ini menyangkut hajat hidup banyak member yang telah berinvestasi.

Polda Jatim pun terus mengembangkan kasus ini. Tidak hanya artis maupun penyanyi saja yang diperiksa, seorang pejabat lembaga pemasyara katan (lapas) di bawah Kemen terian Hukum dan HAM (Kemenkumham) juga dipanggil untuk dimintai keterangannya. Diduga sang pejabat menerima empat mobil mewah hasil dari investasi ilegal MeMiles. Pejabat tersebut diketahui setelah viral di sebuah channel berbagi video YouTube dengan akun Trenz Indonesia.

Dalam video terlihat pejabat tersebut menggunakan name tag Hilal di pakaiannya. Dia menyampaikan testimoni hadiah yang didapatnya dari MeMiles. Dia bercerita bahwa sang istri lebih dulu mendaftar di MeMiles dan telah mendapatkan mobil Mitsubishi Pajero. Sementara dirinya yang ber investasi sebesar Rp7 juta mendapatkan mobil Toyota Fortuner. Dia menyampaikan testimoni bersama dengan anggota TNI dan Eva Martini Luisa, General Head Leaders MeMiles yang kini sudah menjadi tersangka.

“Semua aset (hadiah) yangsudah me ngalir ke para memberMeMiles akan kami tarik selu -ruhnya, ter masuk yang diterima figur publik,” kata Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan, Senin (13/1).

Anggota Komisi XI DPR Bertu Merlas meminta masyarakat untuk waspada terhadap investasi bodong yang sangat marak terjadi di Indonesia. Menurutnya MeMiles ini hanya satu dari sekian banyak investasi bodong yang ada di Indonesia. Menurut Bertu, berdasarkan panduan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada dua ciri utama yang mudah dikenali dari investasi bodong. Pertama, sepertimulti-level marketing (MLM). “Dia seperti piramida dimana orang membawa orang kemudian yang membawa mendapatkan bonus. Itu satu ciri-cirinya,” kata Bertu kemarin. (Baca juga: Waspadai Maraknya Jebakan Investasi Fiktif)

Ciri kedua adalah menjanjikan keuntungan yang nilainya di luar akal sehat. Menurutnya, berdasarkan laporan OJK, untuk investasi yang umumnya disalurkan melalui manajer investasi yang paling canggih saja rata-rata perkembangannya maksimal hanya sekitar 17% satu tahun. “Sementara investasi bodong ini bisa memberikan iming-iming perkembangan sebesar rata-rata 10% per bulan atau 120% pertahun,” jelasnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso siap memperkuat aspek perlindungan konsumen dan masyarakat melalui peningkatan kualitas pengawasan market conduct. Hal ini sekaligus diikuti percepatan penyediaan akses keuangan masyarakat yang lebih baik. “Kami juga akan melakukan optimalisasi peran SWI tahun ini,” ujarnya.

SWI pun terus bertindak untuk melindungi masyarakat dan hingga akhir November 2019 lalu menemukan 125 entitas yang melakukan kegiatan fintech peer-to-peer lending ilegal yang tidak terdaftar di OJK. “Kegiatan fintech peer-to-peer lending ilegal masih banyak beredar lewat website maupun aplikasi serta penawaran melalui SMS. Kami meminta masyarakat untuk berhati-hati,” kata Ketua SWI Tongam L Tobing beberapa waktu lalu.

Pada 7 Oktober 2019 SWI telah menindak 133 entitas fintech peer-to-peer lending ilegal. Dengan demikian total entitas fintech peer-to-peer lending ilegal yang ditangani SWI sampai dengan November 2019 sebanyak 1.494. Adapun sejak 2018, fintech peer-to-peer lending ilegal yang sudah ditindak SWI sebanyak 1.898 entitas.

Hingga akhir November 2019, SWI juga menghentikan 182 kegiatan usaha yang diduga tanpa mengantongi izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat. Dari 182 entitas tersebut, perdagangan forex tanpa izin ada 164, investasi money game 8, illegal equity crowd-funding 2, dan multi-level marketing tanpa izin 2. Kemudian perdagangan kebun kurma, investasi properti, penawaran investasi tabungan, penawaran umrah, investasi cryptocurrency tanpa izin dan koperasi tanpa izin masing-masing 1 entitas.
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6080 seconds (0.1#10.140)