Kemenhub Berlakukan Pengecualian Zero ODOL untuk 5 Industri hingga 2022
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi setelah melakukan pertemuan dengan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita memperhatikan usulan Menteri Perindustrian namun demikian, Kementerian Perhubungan tidak sepenuhnya dapat mengakomodasi permintaan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk menunda pembebasan angkutan Over Dimension dan Over Loading (ODOL).
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi, menjelaskan bahwa dispensasi yang diminta Kemenperin telah disepakati untuk diambil jalan tengahnya. “Kami, Kemenhub dan Kemenperin telah bersepakat akan memberlakukan pengecualian untuk kendaraan ODOL yang mengangkut 5 industri pengangkut komoditas berikut: semen, baja, kaca lembaran, beton ringan, air minum dalam kemasan hingga maksimal tahun 2022. Meski demikian untuk ruas jalan tertentu, seperti Jakarta-Cikampek dan Gresik akan tetap diberlakukan Zero ODOL atau tidak ada toleransi terhadap ODOL,” jelas Dirjen Budi.
Sebelumnya dalam surat yang dikirimkan oleh Menperin pada 31 Desember yang lalu, tertulis bahwa Kemenperin meminta peninjauan kembali dan penyesuaian waktu kebijakan Zero ODOL hingga 2023-2025.
Namun meski demikian, sesuai arahan Menhub, akan difinalkan lebih lanjut , koreksiDirjen Budi menegaskan bahwa dari jalan tengah ini diharapkan semua pihak baik Pemerintah maupun para pengusaha angkutan barang dan logistik dapat mengantisipasi kebijakan Zero ODOL ini karena yang dapat ditolerir hanyalah dari segi waktu penerapannya saja serta hanya diberlakukan untuk 5 jenis industri di atas.
Untuk jenis angkutan barang pengangkut komoditas selain 5 industri tersebut, Dirjen Budi menjelaskan bahwa pihaknya akan tetap memberlakukan Zero ODOL per 2021 sesuai dengan road map Zero ODOL yang sudah dirancang Kemenhub sejak tahun 2017.
Dirjen Budi menjelaskan, “Kemenhub sudah merancang road map tersebut bersama para pemangku kepentingan seperti APTRINDO, Organda, dan Pemerintah Daerah maupun Kementerian dan Lembaga lainnya untuk mendukung program Zero ODOL pada tahun 2018 lalu. Dari para pelaku di asosiasi pun pada saat itu sudah setuju. Bagi kami, ODOL tak semata mengenai industri tapi juga keselamatan,” urainya.
Dirjen Budi menjabarkan bahwa dengan adanya truk ODOL, maka keselamatan masyarakat umum maupun pengguna jalan lainnya terancam. Demikian pula dengan kondisi kerusakan jalan, mengutip data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kerugian ini mencapai Rp43 Triliun. Berdasarkan data dari Korlantas Polri (Integrated Road Safety Management System/ IRSMS) tentang kecelakaan tahun 2018, Truk ODOL menjadi salah satu penyumbang terbesar penyebab kecelakaan lalu lintas.
“Kami telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor Di Jalan, maka kami imbau kepada pengusaha angkutan barang dan logistik untuk mempersiapkan kendaraannya sesuai ketentuan yang tercantuk dalam PM 60/2019,” imbau Dirjen Budi.
Selain itu Dirjen Budi menjelaskan bahwa pihaknya juga telah menghadirkan Tanda Bukti Lulus Uji elektronik (BLUe) untuk memperketat pengawasan terhadap uji berkala atau uji kir setiap 6 bulan sekali yang harus dilakukan di Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor (UPUBKB) oleh pemilik angkutan barang. “Dengan adanya BLUe ini diharapkan juga mampu untuk mengawasi hingga ke depannya dapat mengurangi truk ODOL,” pungkas Dirjen Budi.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi, menjelaskan bahwa dispensasi yang diminta Kemenperin telah disepakati untuk diambil jalan tengahnya. “Kami, Kemenhub dan Kemenperin telah bersepakat akan memberlakukan pengecualian untuk kendaraan ODOL yang mengangkut 5 industri pengangkut komoditas berikut: semen, baja, kaca lembaran, beton ringan, air minum dalam kemasan hingga maksimal tahun 2022. Meski demikian untuk ruas jalan tertentu, seperti Jakarta-Cikampek dan Gresik akan tetap diberlakukan Zero ODOL atau tidak ada toleransi terhadap ODOL,” jelas Dirjen Budi.
Sebelumnya dalam surat yang dikirimkan oleh Menperin pada 31 Desember yang lalu, tertulis bahwa Kemenperin meminta peninjauan kembali dan penyesuaian waktu kebijakan Zero ODOL hingga 2023-2025.
Namun meski demikian, sesuai arahan Menhub, akan difinalkan lebih lanjut , koreksiDirjen Budi menegaskan bahwa dari jalan tengah ini diharapkan semua pihak baik Pemerintah maupun para pengusaha angkutan barang dan logistik dapat mengantisipasi kebijakan Zero ODOL ini karena yang dapat ditolerir hanyalah dari segi waktu penerapannya saja serta hanya diberlakukan untuk 5 jenis industri di atas.
Untuk jenis angkutan barang pengangkut komoditas selain 5 industri tersebut, Dirjen Budi menjelaskan bahwa pihaknya akan tetap memberlakukan Zero ODOL per 2021 sesuai dengan road map Zero ODOL yang sudah dirancang Kemenhub sejak tahun 2017.
Dirjen Budi menjelaskan, “Kemenhub sudah merancang road map tersebut bersama para pemangku kepentingan seperti APTRINDO, Organda, dan Pemerintah Daerah maupun Kementerian dan Lembaga lainnya untuk mendukung program Zero ODOL pada tahun 2018 lalu. Dari para pelaku di asosiasi pun pada saat itu sudah setuju. Bagi kami, ODOL tak semata mengenai industri tapi juga keselamatan,” urainya.
Dirjen Budi menjabarkan bahwa dengan adanya truk ODOL, maka keselamatan masyarakat umum maupun pengguna jalan lainnya terancam. Demikian pula dengan kondisi kerusakan jalan, mengutip data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kerugian ini mencapai Rp43 Triliun. Berdasarkan data dari Korlantas Polri (Integrated Road Safety Management System/ IRSMS) tentang kecelakaan tahun 2018, Truk ODOL menjadi salah satu penyumbang terbesar penyebab kecelakaan lalu lintas.
“Kami telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor Di Jalan, maka kami imbau kepada pengusaha angkutan barang dan logistik untuk mempersiapkan kendaraannya sesuai ketentuan yang tercantuk dalam PM 60/2019,” imbau Dirjen Budi.
Selain itu Dirjen Budi menjelaskan bahwa pihaknya juga telah menghadirkan Tanda Bukti Lulus Uji elektronik (BLUe) untuk memperketat pengawasan terhadap uji berkala atau uji kir setiap 6 bulan sekali yang harus dilakukan di Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor (UPUBKB) oleh pemilik angkutan barang. “Dengan adanya BLUe ini diharapkan juga mampu untuk mengawasi hingga ke depannya dapat mengurangi truk ODOL,” pungkas Dirjen Budi.
(atk)