Kasus Pelindo II Diingatkan Harus Tuntas Jika Tak Ingin Bebani Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) menilai pemeriksaan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap RJ Lino akan membuka kotak pandora dugaan korupsi lainnya di Pelindo II. KPK sendiri seperti diketahui telah memeriksa tersangka dugaan korupsi pengadaan 3 unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II, RJ Lino, Kamis (23/1) lalu dimana RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka sejak Desember 2015.
"Jika terbukti, RJ Lino menjadi ancaman berat bangsa atas warisan korupsi Pelindo II. Padahal, pelabuhan merupakan gerbang ekonomi nasional,” ungkap Ketua Umum Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) Nova Sofyan.
Karena itu, Nova meminta aparat penegak hukum lebih serius mengusut berbagai dugaan korupsi di Pelindo II dan masyarakat tidak terkecoh pernyataan menyesatkan yang disampaikan RJ Lino setelah pemeriksaan.
“Pernyataan RJ Lino bahwa ketika diangkat sebagai Dirut pada 2009, PT Pelindo II hanya memiliki asset Rp6,4 Triliun jelas menyesatkan. Faktanya, aset Pelindo II di Tanjung Priok saja lebih dari Rp25 Triliun dan Aset Pelindo II di 12 Cabang nilainya lebih dari Rp40 Triliun. Jumlah asset ini akan lebih besar jika ditambah dengan JICT dan KSO TPK Koja,” kata Nova.
Sambung dia menambahkan, sebelum RJ Lino menjadi Dirut, Pelindo II memiliki uang kas setara Rp1,5 Triliun dan ketika ditinggalkan RJ Lino, Pelindo II malah memiliki utang global bond yang bermasalah secara hukum senilai Rp21 Triliun. Adanya dana global bond menyebabkan perseroan harus menanggung beban bunga sebesar hingga Rp150 miliar setiap bulan.
Selain itu, sampai saat ini dana global bond masih mengendap 50% sehingga Pelindo II harus berjibaku agar tidak gagal bayar yang bisa berakibat lepasnya pengelolaan pelabuhan karena jerat hutang tersebut. Selain itu, sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut, ada empat proyek di PT Pelindo II yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 6 triliun.
Empat proyek tersebut proyek pengadaan 3 QCC dan pengadaan 10 unit mobile crane yang kasusnya masing-masing ditangani Bareskrim Polri. Keempat proyek tersebut meliputi: Perpanjangan kontrak JICT (indikasi kerugian keuangan negara Rp. 4,08 Triliun), perpanjangan kontrak KSO TPK Koja (Rp1,86 Triliun), penerbitan global bond (Rp. 744 Miliar) dan pembanguan terminal Petikemas Kalibaru (Rp. 1,4 Triliun).
“Kesimpulan dari audit investigasi BPK jelas menyebut indikasi bukan potensi, sehingga kerugian negara secara hitungan keuangan sudah terjadi, aparat penegak hukum tinggal melakukan pembuktian terhadap bukti dan pihak terlibat yang sudah tercantum dalam audit investigatif tersebut,” urainya.
Lebih lanjut Nova menekankan pentingnya dukungan semua pihak untuk membantu KPK dan pemerintah dalam menangani dugaan korupsi sistemik di Pelindo II. Jika tidak, rakyat akan menerima dampak dan beban dalam bentuk peningkatan biaya jasa pelabuhan. Selain itu, aset negara berpotensi lepas ke tangan asing jika Pelindo II mengalami gagal bayar global bond.
Diharapkan olehnya KPK bisa menuntaskan kasus-kasus dugaan korupsi di Pelindo II. Apalagi, menurutnya, rangkaian skema kasus-kasus tersebut dibangun dengan modus rekayasa keuangan yang kompleks.
“Tapi kita yakin, publik sudah jauh lebih pintar. Semua pihak akan turut mengawasi, dan tidak akan percaya begitu saja terhadap narasi-narasi tersangka korupsi. Bagaimanapun, penuntasan kasus Pelindo II akan menjadi bukti komitmen KPK dan pemerintah dalam memberantas korupsi yang selama ini menjadi beban ekonomi negara,” pungkas Nova.
"Jika terbukti, RJ Lino menjadi ancaman berat bangsa atas warisan korupsi Pelindo II. Padahal, pelabuhan merupakan gerbang ekonomi nasional,” ungkap Ketua Umum Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) Nova Sofyan.
Karena itu, Nova meminta aparat penegak hukum lebih serius mengusut berbagai dugaan korupsi di Pelindo II dan masyarakat tidak terkecoh pernyataan menyesatkan yang disampaikan RJ Lino setelah pemeriksaan.
“Pernyataan RJ Lino bahwa ketika diangkat sebagai Dirut pada 2009, PT Pelindo II hanya memiliki asset Rp6,4 Triliun jelas menyesatkan. Faktanya, aset Pelindo II di Tanjung Priok saja lebih dari Rp25 Triliun dan Aset Pelindo II di 12 Cabang nilainya lebih dari Rp40 Triliun. Jumlah asset ini akan lebih besar jika ditambah dengan JICT dan KSO TPK Koja,” kata Nova.
Sambung dia menambahkan, sebelum RJ Lino menjadi Dirut, Pelindo II memiliki uang kas setara Rp1,5 Triliun dan ketika ditinggalkan RJ Lino, Pelindo II malah memiliki utang global bond yang bermasalah secara hukum senilai Rp21 Triliun. Adanya dana global bond menyebabkan perseroan harus menanggung beban bunga sebesar hingga Rp150 miliar setiap bulan.
Selain itu, sampai saat ini dana global bond masih mengendap 50% sehingga Pelindo II harus berjibaku agar tidak gagal bayar yang bisa berakibat lepasnya pengelolaan pelabuhan karena jerat hutang tersebut. Selain itu, sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut, ada empat proyek di PT Pelindo II yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 6 triliun.
Empat proyek tersebut proyek pengadaan 3 QCC dan pengadaan 10 unit mobile crane yang kasusnya masing-masing ditangani Bareskrim Polri. Keempat proyek tersebut meliputi: Perpanjangan kontrak JICT (indikasi kerugian keuangan negara Rp. 4,08 Triliun), perpanjangan kontrak KSO TPK Koja (Rp1,86 Triliun), penerbitan global bond (Rp. 744 Miliar) dan pembanguan terminal Petikemas Kalibaru (Rp. 1,4 Triliun).
“Kesimpulan dari audit investigasi BPK jelas menyebut indikasi bukan potensi, sehingga kerugian negara secara hitungan keuangan sudah terjadi, aparat penegak hukum tinggal melakukan pembuktian terhadap bukti dan pihak terlibat yang sudah tercantum dalam audit investigatif tersebut,” urainya.
Lebih lanjut Nova menekankan pentingnya dukungan semua pihak untuk membantu KPK dan pemerintah dalam menangani dugaan korupsi sistemik di Pelindo II. Jika tidak, rakyat akan menerima dampak dan beban dalam bentuk peningkatan biaya jasa pelabuhan. Selain itu, aset negara berpotensi lepas ke tangan asing jika Pelindo II mengalami gagal bayar global bond.
Diharapkan olehnya KPK bisa menuntaskan kasus-kasus dugaan korupsi di Pelindo II. Apalagi, menurutnya, rangkaian skema kasus-kasus tersebut dibangun dengan modus rekayasa keuangan yang kompleks.
“Tapi kita yakin, publik sudah jauh lebih pintar. Semua pihak akan turut mengawasi, dan tidak akan percaya begitu saja terhadap narasi-narasi tersangka korupsi. Bagaimanapun, penuntasan kasus Pelindo II akan menjadi bukti komitmen KPK dan pemerintah dalam memberantas korupsi yang selama ini menjadi beban ekonomi negara,” pungkas Nova.
(akr)