Fulus dari UEA Mengalir hingga Cirata
A
A
A
SENYUM semringah diperlihatkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir saat menyaksikan penandatanganan kontrak power purchase agreement (PPA) antara PLN dan konsorsium PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI)-Masdar di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), 1 Januari lalu. Artinya, sekitar 49% dari nilai proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Cirata, Jawa Barat, senilai Rp1,8 triliun resmi dibiayai oleh investor asal UEA, Masdar.
Menteri BUMN boleh jadi senang karena pihaknya berhasil membantu Presiden Joko Widodo yang memang tengah menawarkan berbagai proyek pembangunan kepada investor asing, termasuk UEA. CEO Masdar Mohamed Jameel Al Ramahi mengatakan pihaknya memang begitu antusias untuk membiayai proyek terkait energi baru dan terbarukan alias EBT (renewable energy). Masdar sendiri memang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang EBT dan berbasis di Abu Dhabi, UEA.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini yang ikut menandatangani PPA menjelaskan PLTS Waduk Cirata berkapasitas 145 MW AC. PLTS ini dibuat terapung di atas waduk agar biaya investasinya murah karena tak memerlukan pembebasan lahan. Ini bukan sembarang PLTS. Sebab, PLTS ini akan menjadi pembangkit listrik terapung pertama di Indonesia dan bahkan menjadi PLTS terbesar di Asia Tenggara. Sebagai catatan, pembangkit bertenaga surya terbesar di Asia Tenggara yang sudah berdiri adalah PLTS di Filipina bernama Cadiz Solar Powerplant. Energi yang dihasilkannya mencapai 132,5 MW.
Setelah kontrak PPA ditandatangani, selanjutnya akan dimulai pembangunan konstruksinya pada awal 2021. Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Sripeni Inten Cahyani menambahkan tahap pertama pembangunan PLTS sebesar 50 MW ditargetkan bakal rampung pada 2021. Selanjutnya, penyelesaian pembangunan tahap selanjutnya akan berlanjut hingga 2022. Pembangunan PLTS Terapung Cirata bakal dilakukan anak usaha PLN Pembangkitan Jawa Bali (PJB) melalui PT PJBI dengan porsi 51%, sedangkan Masdar mengambil porsi 49%. Listrik dari PLTS ini dipatok dengan harga US$5,8 sen per kWh.
Pembangunan PLTS Terapung di Waduk Cirata ini sejalan dengan semangat PLN untuk mendukung komitmen pemerintah guna menurunkan emisi karbon sebesar 29% pada 2030. Komitmen Indonesia ini merupakan bagian dari perjanjian internasional yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dalam Paris Agreement 2015. Diharapkan proyek ini bisa menjadi pionir pengembangan PLTS terapung yang dapat dikembangkan di waduk lain di wilayah Indonesia.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan investasi pembangunan PLTS Cirata dipercepat. Pasalnya, porsi EBT pada bauran energi pembangkit nasional masih tergolong sedikit, yakni baru sekitar 10% dari total bauran energi (mixed energy). Tak hanya itu, porsi PLTS dari existing kapasitas listrik nasional baru sebesar 5 MW. Padahal, pada 2025 nanti, pemerintah menargetkan porsi EBT mencapai 23%.
Beragam Manfaat
Seperti diketahui sebelumnya, di Waduk Cirata sudah ada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata dengan kemampuan membangkitkan setrum sebesar 1.000 MW atau sekitar 1.428 gWh per tahun. Daya listrik sebesar itu setara dengan penggunaan 428 ton bahan bakar minyak untuk unit pembangkit termal. Listrik yang dihasilkan oleh PLTA terbesar di Indonesia ini dikelola oleh PT PJB yang merupakan anak perusahaan PLN.
Fungsi PLTA Cirata sangat penting sebagai fasilitas cadangan untuk memperkuat sistem Jawa-Madura-Bali apabila terjadi gangguan pasokan listrik. Jika pasokan listrik pada sistem Jawa-Bali mengalami gangguan, listrik dari Cirata ini bisa memasok setrum dengan cepat. PLTA Cirata hanya butuh sekitar lima menit untuk memasok listrik karena dilengkapi teknologi line charging.
Keberadaan Waduk Cirata memang amat vital bagi masyarakat di sekitarnya. Waduk yang sekarang berusia 32 tahun ini memiliki beragam fungsi, mulai dari budi daya perikanan, pengairan lahan pertanian, pengendali debit air, transportasi, sumber air bersih, hingga pembangkit listrik. Meski secara resmi disebut berada di Kabupaten Purwakarta, Waduk Cirata sejatinya terletak di tiga kabupaten, yaitu Bandung, Purwakarta, dan Cianjur.
Waduk ini memiliki luas area 7.111 hektare dan luas genangan 6.200 hektare serta bervolume 2.165 juta meter kubik. Cirata mampu mengairi daerah persawahan yang selama ini menjadi lumbung padi, seperti Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu seluas 420 hektare. Tak terkecuali persawahan yang ada di sekitar Bandung, Purwakarta, dan Cianjur.
Pembangunan PLTS terapung berukuran besar di Cirata secara langsung akan memberikan dampak positif bagi waduk tersebut. Sebut saja misalnya mengurangi penguapan air dan mengurangi pertumbuhan algae gulma lainnya. Contohnya eceng gondok yang lazim muncul di sebuah kolam terbuka. Alhasil, keberadaan PLTS di Cirata mampu mendukung volume dan kualitas air di waduk ini. Artinya, PLTS Cirata akan mampu menunjang operasional Waduk Cirata yang didesain untuk bisa beroperasi selama 100 tahun. (Eko Edhi Caroko)
Menteri BUMN boleh jadi senang karena pihaknya berhasil membantu Presiden Joko Widodo yang memang tengah menawarkan berbagai proyek pembangunan kepada investor asing, termasuk UEA. CEO Masdar Mohamed Jameel Al Ramahi mengatakan pihaknya memang begitu antusias untuk membiayai proyek terkait energi baru dan terbarukan alias EBT (renewable energy). Masdar sendiri memang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang EBT dan berbasis di Abu Dhabi, UEA.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini yang ikut menandatangani PPA menjelaskan PLTS Waduk Cirata berkapasitas 145 MW AC. PLTS ini dibuat terapung di atas waduk agar biaya investasinya murah karena tak memerlukan pembebasan lahan. Ini bukan sembarang PLTS. Sebab, PLTS ini akan menjadi pembangkit listrik terapung pertama di Indonesia dan bahkan menjadi PLTS terbesar di Asia Tenggara. Sebagai catatan, pembangkit bertenaga surya terbesar di Asia Tenggara yang sudah berdiri adalah PLTS di Filipina bernama Cadiz Solar Powerplant. Energi yang dihasilkannya mencapai 132,5 MW.
Setelah kontrak PPA ditandatangani, selanjutnya akan dimulai pembangunan konstruksinya pada awal 2021. Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Sripeni Inten Cahyani menambahkan tahap pertama pembangunan PLTS sebesar 50 MW ditargetkan bakal rampung pada 2021. Selanjutnya, penyelesaian pembangunan tahap selanjutnya akan berlanjut hingga 2022. Pembangunan PLTS Terapung Cirata bakal dilakukan anak usaha PLN Pembangkitan Jawa Bali (PJB) melalui PT PJBI dengan porsi 51%, sedangkan Masdar mengambil porsi 49%. Listrik dari PLTS ini dipatok dengan harga US$5,8 sen per kWh.
Pembangunan PLTS Terapung di Waduk Cirata ini sejalan dengan semangat PLN untuk mendukung komitmen pemerintah guna menurunkan emisi karbon sebesar 29% pada 2030. Komitmen Indonesia ini merupakan bagian dari perjanjian internasional yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dalam Paris Agreement 2015. Diharapkan proyek ini bisa menjadi pionir pengembangan PLTS terapung yang dapat dikembangkan di waduk lain di wilayah Indonesia.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan investasi pembangunan PLTS Cirata dipercepat. Pasalnya, porsi EBT pada bauran energi pembangkit nasional masih tergolong sedikit, yakni baru sekitar 10% dari total bauran energi (mixed energy). Tak hanya itu, porsi PLTS dari existing kapasitas listrik nasional baru sebesar 5 MW. Padahal, pada 2025 nanti, pemerintah menargetkan porsi EBT mencapai 23%.
Beragam Manfaat
Seperti diketahui sebelumnya, di Waduk Cirata sudah ada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata dengan kemampuan membangkitkan setrum sebesar 1.000 MW atau sekitar 1.428 gWh per tahun. Daya listrik sebesar itu setara dengan penggunaan 428 ton bahan bakar minyak untuk unit pembangkit termal. Listrik yang dihasilkan oleh PLTA terbesar di Indonesia ini dikelola oleh PT PJB yang merupakan anak perusahaan PLN.
Fungsi PLTA Cirata sangat penting sebagai fasilitas cadangan untuk memperkuat sistem Jawa-Madura-Bali apabila terjadi gangguan pasokan listrik. Jika pasokan listrik pada sistem Jawa-Bali mengalami gangguan, listrik dari Cirata ini bisa memasok setrum dengan cepat. PLTA Cirata hanya butuh sekitar lima menit untuk memasok listrik karena dilengkapi teknologi line charging.
Keberadaan Waduk Cirata memang amat vital bagi masyarakat di sekitarnya. Waduk yang sekarang berusia 32 tahun ini memiliki beragam fungsi, mulai dari budi daya perikanan, pengairan lahan pertanian, pengendali debit air, transportasi, sumber air bersih, hingga pembangkit listrik. Meski secara resmi disebut berada di Kabupaten Purwakarta, Waduk Cirata sejatinya terletak di tiga kabupaten, yaitu Bandung, Purwakarta, dan Cianjur.
Waduk ini memiliki luas area 7.111 hektare dan luas genangan 6.200 hektare serta bervolume 2.165 juta meter kubik. Cirata mampu mengairi daerah persawahan yang selama ini menjadi lumbung padi, seperti Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu seluas 420 hektare. Tak terkecuali persawahan yang ada di sekitar Bandung, Purwakarta, dan Cianjur.
Pembangunan PLTS terapung berukuran besar di Cirata secara langsung akan memberikan dampak positif bagi waduk tersebut. Sebut saja misalnya mengurangi penguapan air dan mengurangi pertumbuhan algae gulma lainnya. Contohnya eceng gondok yang lazim muncul di sebuah kolam terbuka. Alhasil, keberadaan PLTS di Cirata mampu mendukung volume dan kualitas air di waduk ini. Artinya, PLTS Cirata akan mampu menunjang operasional Waduk Cirata yang didesain untuk bisa beroperasi selama 100 tahun. (Eko Edhi Caroko)
(ysw)