Target 7 Tahun Rampung, Batan: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Cocok di Kalbar
A
A
A
BANDUNG - Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama di Indonesia. Pembangkit itu nantinya diproyeksikan mampu menghasilkan listrik 100 Megawatt.
Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan mengatakan, rencana pembangunan PLTN telah memasuki tahap pra pembangunan, yaitu studi kelayakan. Proses ini akan menelaah lebih jauh tentang rencana pembangunan PLTN ini.
"Total ada 19 item studi kelayakan yang harus dipertimbangkan. Misalnya terkait lokasi, keekonomiannya, pendanaan, pembangunan, dan lainnya. Prosesnya sekarang sedang dilakukan," kata dia di Bandung, Selasa (28/1).
Namun begitu, kata dia, proses studi kelayakan diperkirakan memakan waktu dua hingga tiga tahun. Setelah selesai, akan diajukan ke pemerintah untuk menentukan apakah proyek tersebut akan dilanjutkan atau tidak.
Dia memperkirakan, pembangunan PLTN akan memakan waktu hingga 7 hingga 10 tahun. Namun tergantung teknologi yang digunakan. Dia mencontohkan, Uni Emirat Arab mulai membangun 2018, dan tahun ini akan beroperasi.
Soal sumber daya manusia (SDM), kata dia, Batan memastikan akan bisa dipenuhi dari dalam negeri. Banyak sarjana teknik lulusan Indonesia yang memiliki kemampuan dalam teknologi nuklir, listrik, dan bidang keilmuan lainnya.
Menurut dia, untuk sementara pemilihan tempat ada di Kalimantan Barat. Hal itu setelah melakukan riset atas daerah yang sangat memungkinkan dibangun PLTN. Namun untuk titik tempat, masih dilakukan studi kelayakan lanjutan.
"Secara geografis, Kalimantan Barat relatif stabil dari gempa. Nyaris terpantau tidak ada gempa besar selama beberapa periode. Itu juga kenapa ibu kota juga pilih di sana. Pasti nanti kebutuhan listrik akan meningkat juga," beber dia.
Selain itu, kata dia, kebutuhan energi listrik di Kalimantan juga tinggi. Hal itu melihat industrialisasi yang diperkirakan akan berkembang, sehingga dibutuhkan tenaga listrik tinggi. Sementara SDA di sana tidak memungkinkan membangun pembangkit listrik.
Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan mengatakan, rencana pembangunan PLTN telah memasuki tahap pra pembangunan, yaitu studi kelayakan. Proses ini akan menelaah lebih jauh tentang rencana pembangunan PLTN ini.
"Total ada 19 item studi kelayakan yang harus dipertimbangkan. Misalnya terkait lokasi, keekonomiannya, pendanaan, pembangunan, dan lainnya. Prosesnya sekarang sedang dilakukan," kata dia di Bandung, Selasa (28/1).
Namun begitu, kata dia, proses studi kelayakan diperkirakan memakan waktu dua hingga tiga tahun. Setelah selesai, akan diajukan ke pemerintah untuk menentukan apakah proyek tersebut akan dilanjutkan atau tidak.
Dia memperkirakan, pembangunan PLTN akan memakan waktu hingga 7 hingga 10 tahun. Namun tergantung teknologi yang digunakan. Dia mencontohkan, Uni Emirat Arab mulai membangun 2018, dan tahun ini akan beroperasi.
Soal sumber daya manusia (SDM), kata dia, Batan memastikan akan bisa dipenuhi dari dalam negeri. Banyak sarjana teknik lulusan Indonesia yang memiliki kemampuan dalam teknologi nuklir, listrik, dan bidang keilmuan lainnya.
Menurut dia, untuk sementara pemilihan tempat ada di Kalimantan Barat. Hal itu setelah melakukan riset atas daerah yang sangat memungkinkan dibangun PLTN. Namun untuk titik tempat, masih dilakukan studi kelayakan lanjutan.
"Secara geografis, Kalimantan Barat relatif stabil dari gempa. Nyaris terpantau tidak ada gempa besar selama beberapa periode. Itu juga kenapa ibu kota juga pilih di sana. Pasti nanti kebutuhan listrik akan meningkat juga," beber dia.
Selain itu, kata dia, kebutuhan energi listrik di Kalimantan juga tinggi. Hal itu melihat industrialisasi yang diperkirakan akan berkembang, sehingga dibutuhkan tenaga listrik tinggi. Sementara SDA di sana tidak memungkinkan membangun pembangkit listrik.
(akr)