Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV 2019 Melemah ke 4,97%
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal IV 2019 yang hanya mencapai 4,97%. Angka ini melemah dibanding pertumbuhan ekonomi kuartal III 2019 sebesar 5,02%. Juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2018 sebesar 5,17%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan tren penurunan. Pada kuartal I 2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,07%. Kuartal II melemah jadi 5,05%, kuartal III sebesar 5,02%, dan kuartal IV jatuh ke posisi 4,97%.
Secara akumuasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 hanya 5,02%, jauh dari target pemerintah yang mematok ekonomi meroket di level 5,20%. Baca Juga: Gagal Meroket, Pertumbuhan Ekonomi 2019 Turun ke 5,02%
"Pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5,02%, lebih lambat dari tahun-tahun sebelumnya, dan mendekati posisi tahun 2016 yang tumbuh 5,03%," terang Kepala BPS Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto, menjelaskan realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian.
"Karena saat itu masih berlangsungnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, tensi geopolitik yang berlangsung di beberapa negara, juga harga komoditas yang berfluktuatif," jelasnya.
BPS mencatat harga komoditas migas dan non migas di pasar internasional pada kuartal IV 2019 secara umum mengalami peningkatan baik secara kuartal (quarter to quarter) maupun secara tahunan (year on year). Hal ini sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia.
Di antaranya harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada kuartal IV 2019 mengalami peningkatan 6,04% dari kuartal III 2019, namun menurun 2,06% bila dibandingkan kuartal IV 2018. Di sisi lain, komoditas cokelat, kedelai, daging sapi, minyak kelapa sawit, dan karet mengalami kenaikan harga di kuartal IV 2019.
Ekonomi Indonesia juga tak terlepas dari empat negara mitra dagang utama yang perekonomiannya melambat di sepanjang tahun 2019, yakni Singapura, China, dan Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Ini semua menunjukkan perekonomian global masih lemah dan belum stabil, akibat lemahnya perdagangan global dan investasi.
"Jadi banyak negara yang mengalami perlambatan ekonomi," jelasnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan tren penurunan. Pada kuartal I 2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,07%. Kuartal II melemah jadi 5,05%, kuartal III sebesar 5,02%, dan kuartal IV jatuh ke posisi 4,97%.
Secara akumuasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 hanya 5,02%, jauh dari target pemerintah yang mematok ekonomi meroket di level 5,20%. Baca Juga: Gagal Meroket, Pertumbuhan Ekonomi 2019 Turun ke 5,02%
"Pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5,02%, lebih lambat dari tahun-tahun sebelumnya, dan mendekati posisi tahun 2016 yang tumbuh 5,03%," terang Kepala BPS Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto, menjelaskan realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian.
"Karena saat itu masih berlangsungnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, tensi geopolitik yang berlangsung di beberapa negara, juga harga komoditas yang berfluktuatif," jelasnya.
BPS mencatat harga komoditas migas dan non migas di pasar internasional pada kuartal IV 2019 secara umum mengalami peningkatan baik secara kuartal (quarter to quarter) maupun secara tahunan (year on year). Hal ini sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia.
Di antaranya harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada kuartal IV 2019 mengalami peningkatan 6,04% dari kuartal III 2019, namun menurun 2,06% bila dibandingkan kuartal IV 2018. Di sisi lain, komoditas cokelat, kedelai, daging sapi, minyak kelapa sawit, dan karet mengalami kenaikan harga di kuartal IV 2019.
Ekonomi Indonesia juga tak terlepas dari empat negara mitra dagang utama yang perekonomiannya melambat di sepanjang tahun 2019, yakni Singapura, China, dan Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Ini semua menunjukkan perekonomian global masih lemah dan belum stabil, akibat lemahnya perdagangan global dan investasi.
"Jadi banyak negara yang mengalami perlambatan ekonomi," jelasnya.
(ven)