Pemerintah Masih Optimistis Perdagangan Indonesia-China Akan Stabil

Jum'at, 14 Februari 2020 - 07:09 WIB
Pemerintah Masih Optimistis...
Pemerintah Masih Optimistis Perdagangan Indonesia-China Akan Stabil
A A A
JAKARTA - Pemerintah masih optimistis memandang hubungan perdagangan Indonesia-China akan tetap stabil. Walaupun ada kecenderungan pelemahan belakangan ini, pemerintah belum sepenuhnya yakin kondisi tersebut disebabkan oleh wabah virus corona di Negeri Tirai Bambu.

Optimisme ini disampaikan pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Arif Baharudin dan Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Syarif Hidayat. Menurut mereka, tren perdagangan Indonesia-China memang selalu menurun setelah perayaan Hari Raya Imlek.

“Tapi, apakah karena siklus atau korona, itu harus kita pantau karena siklus di China pada bulan lalu ada yang disebut Tahun Baru Imlek. Pada saat itu memang biasanya kegiatan perekonomian mereka memang turun. Dan, kegiatan ekspor-impor pun menurun,” ungkap Arif Baharudin di Kantor Staf Presiden (KSP) kemarin.

Namun, Arif menandaskan bahwa pihaknya akan terus memantau perkembangan, termasuk melakukan langkah antisipasi. Apalagi, China memiliki perekonomian yang cukup besar sehingga apa pun yang terjadi di China akan memiliki dampak ke dunia, termasuk Indonesia.

Senada, Syarif Hidayat mengungkapkan, tren ekspor-impor memang selalu mengalami penurunan setelah Hari Raya Imlek. Menurut dia, sejauh ini tidak ada perubahan yang signifikan dalam hubungan perdagangan Indonesia-China. “Kita sama-sama tahu bahwa 25 Januari adalah Imlek dan kegiatan perekonomian ekspor dan impor selalu turun. Kemudian disamping juga perdagangan global yang secara umum belum pulih,” ucapnya.

Dia menuturkan, China merupakan negara asal impor Indonesia dengan kontribusi sebesar 27%. Jika dibandingkan pada Desember 2018 hingga Februari 2019, import share China malah mengalami kenaikan.

“Kita lihat untuk bulan pada tahun kemarin dari Desember 2018 sampai Februari 2019, import share China itu 28%. Nah, import share pada tahun ini Desember 2019 sampai Februari 2020 ini malah naik menjadi 30%. Tapi, memang data yang ada saat ini belum menunjukkan pengaruh adanya virus corona,” tuturnya.

Syarif kemudian mengakui, berdasar data di enam pelabuhan yang menjadi pintu impor China ke Indonesia, yakni Qingdao, Xingang, Dalian, Shanghai, Liangyungang, dan Zhangjiagang, sebagian besar pelabuhan mengalami penurunan pengiriman barang ke Indonesia.

Dia menyebut ada empat pelabuhan yang mengalami penurunan. Pelabuhan dimaksud, yaitu Qingdao, Xingang, Dalian, dan Shanghai. Penurunan pengiriman barang dari Qingdao mencapai 61,83%. Penurunan Xingang sampai 38,11%. Penurunan Dalian hingga 67,77%. Sementara penurunan pengiriman barang dari Shanghai mencapai 72,37%. ”Meskipun empat pelabuhan terjadi penurunan, tapi belum bisa dikaitkan langsung dengan virus corona,” ucapnya.

Di sisi lain, lanjut Syarif, dua pelabuhan lain justru mengalami peningkatan pengiriman barang yang cukup signifikan dibandingkan tahun lalu. Pelabuhan Zhangjiagang yang dekat Wuhan malah tumbuh 13,43%. Sementara kenaikan Pelabuhan Liangyungang sebesar 60,54%.

China Gunakan Diagosis Baru

Pemerintah China menggunakan metode baru dalam menentukan pasien virus corona COVID-19 di Provinsi Hubei. Saat ini petugas kesehatan memasukkan pasien yang secara klinis didiagnosis mengidap corona sebagai pasien COVID-19. Sebelumnya kelompok itu hanya bagi pasien positif COVID-19.

Perubahan tersebut menyebabkan membeludaknya pasien corona di rumah sakit(RS). Menurut Komisi Kesehatan Hubei, jumlah pasien baru corona tercatat mencapai 14.840 orang, naik dari 1.638 orang sehari sebelumnya. Artinya, total pasien corona kini mencapai 48.206 orang, naik sekitar 44% dalam sehari.

Wakil Presiden RS Beijing Chaoyang Tong Chaohui mengatakan, revisi standar diagnosis itu ditujukan untuk membantu mempermudah dokter dalam mendiagnosis tersangka pasien corona. Mereka kini dapat menggabungkan berbagai faktor seperti citra paru-paru, kondisi fisik, dan riwayat epidemiologis pasien.

Senada dengan Chaohui, Kepala Epidemiologis Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Zeng Guang mengatakan, metode baru itu dapat menutup celah diagnosis. Sebab, sebagian pasien ada yang mengalami gejala perkembangan yang lambat sebelum akhirnya didiagnosis positif terjangkit corona.

Pernyataan Guang bukan tanpa alasan. Beberapa pasien klinis diberitakan positif terinfeksi virus corona setelah melewati tes asam nukleat sebanyak tiga sampai empat kali dalam waktu berbeda. Mereka tidak dimasukkan ke dalam kelompok pasien positif dan tidak dapat dirawat di RS sehingga virus terus menyebar.

“Ini menyisakan celah. Kami perlu menutupnya. Dari 14.840 pasien baru yang didiagnosis kemarin (12/2), sekitar 13.332 di antaranya pasien klinis,” ungkap Chaohui kemarin, dikutip China Daily. “Metode ini menguntungkan, baik bagi masyarakat ataupun pasien, karena peluang penularan kian mengecil,” katanya.

Seperti dilansir CNA, otoritas kesehatan Hubei menggunakan tes computed tomography (CT) setelah sebelumnya menggunakan tes ribonucleic acid (RNA) dalam mendiagnosis pasien corona. Menurut Kepala Institut Kirby Universitas New South Wales Raina Mc Intyre, semua data perlu direvisi sejak Desember. (Muh Shamil)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8350 seconds (0.1#10.140)