Neraca Dagang Mei Diprediksi Surplus USD697 Juta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan neraca perdagangan bulan Mei akan membukukan surplus sebesar USD697 juta. Surplus ini diperkirakan didorong oleh penurunan impor yang melebihi penurunan ekspor .
Adapun penurunan impor ini didorong oleh masih rendahnya aktivitas manufaktur di Indonesia, yang terlihat dari Indeks PMI Manufacturing pada bulan Mei sebesar 28,6, hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 27,5.
"Namun, penurunan impor ini akan cenderung dibatasi oleh pulihnya harga minyak dunia, yang pada bulan Mei mengalami kenaikan hingga 88,38% (month on month/mom), seiring dengan kesepakatan OPEC terkait pemotongan produksi minyak global. Pertumbuhan impor pada bulan ini diproyeksikan sebesar -20,69%," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (14/6/2020).
(Baca Juga: China Masih Jadi Tujuan Utama Ekspor RI)
Dia melanjutkan ekspor juga diproyeksikan mengalami penurunan hingga -17,16% (yoy), seiring dengan masih rendahnya aktivitas manufaktur global. Hampir semua negara partner dagang Indonesia, masih berada di bawah indikasi ekspansi, kecuali China, di mana Indeks PMI Manufacturing tercatat sebesar 50,7, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya sebesar 49,4.
"Di sisi lain, kondisi pasar komoditas belum terlalu pulih secara signifikan, kecuali harga minyak. Harga CPO tercatat mengalami kenaikan sebesar 7,58% (mom), sementara garga karet global tercatat naik 5,30% (mom), sementara harga batu bara malah mengalami penurunan tipis hingga -0,67% (mom)," pungkasnya.
Adapun penurunan impor ini didorong oleh masih rendahnya aktivitas manufaktur di Indonesia, yang terlihat dari Indeks PMI Manufacturing pada bulan Mei sebesar 28,6, hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 27,5.
"Namun, penurunan impor ini akan cenderung dibatasi oleh pulihnya harga minyak dunia, yang pada bulan Mei mengalami kenaikan hingga 88,38% (month on month/mom), seiring dengan kesepakatan OPEC terkait pemotongan produksi minyak global. Pertumbuhan impor pada bulan ini diproyeksikan sebesar -20,69%," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (14/6/2020).
(Baca Juga: China Masih Jadi Tujuan Utama Ekspor RI)
Dia melanjutkan ekspor juga diproyeksikan mengalami penurunan hingga -17,16% (yoy), seiring dengan masih rendahnya aktivitas manufaktur global. Hampir semua negara partner dagang Indonesia, masih berada di bawah indikasi ekspansi, kecuali China, di mana Indeks PMI Manufacturing tercatat sebesar 50,7, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya sebesar 49,4.
"Di sisi lain, kondisi pasar komoditas belum terlalu pulih secara signifikan, kecuali harga minyak. Harga CPO tercatat mengalami kenaikan sebesar 7,58% (mom), sementara garga karet global tercatat naik 5,30% (mom), sementara harga batu bara malah mengalami penurunan tipis hingga -0,67% (mom)," pungkasnya.
(fai)