Dorong Pasar Properti Terserap, REI Jabar Ingin Perbankan Buat Terobosan
A
A
A
BANDUNG - Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat meminta Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga terkait lainnya harus membuka diri, mengambil kebijakan jangka pendek, menengah, dan panjang. Terutama untuk jangka pendek, pihak terkait harus mempertimbangkan cash flow dan daya beli mayarakat. Bila uang beredar do masyarakat memadai, ekonomi mayarakat akan berkembang dan tumbuh.
Di sisi lain lerbankan juga harus membuka diri, agar sektor properti bisa tumbuh. Apalagi penjualan tahun lalu tidak mencapai target, yang juga berdampak pada turunnya penyaluran pembiayaan perumahan.
Ketua REI Jabar Joko Suranto menyarankan, perbankan harus mau merelaksasi atau membuat terobosan. Aturan yang sifatnya kaku mestinya ada solusi, sehingga pasar properti bisa terserap. Terutama market yang mungkin sudah visible tapi belum bankable. Karena peliknya ketentuan, mereka sulit mengakses kredit pemilikan rumah (KPR).
"Coba dibuat simulasi atau hitungan baru. Intinya kami ingin banknya bagus dan tetap sehat. Tapi jangan karena tidak bankable jadi susah semua. Misalnya kami ingin dikaji ulang ketentuan orang yang kolektibilitasnya jelek. Tolong dilihat ulang berdasarkan kasus per kasus. Sehingga tidak semua orang yang pernah kena masalah, tertutup akses ke bank," jelasnya di Bandung, Jumat (14/2/2020).
Perbankan kata dia, mestinya bisa mengakselerasi pertumbuhan sektor ini. Menurutnya jangan hanya mempertimbangkan mematuhi tentuan saja, tetapi bagaimana sektor ini bisa tumbuh dan memberi dampak ekonomi lebih luas lagi.
"Sektor properti ini juga menjadi andalan bank. Setidaknya portofolio properti di bank harus masuk 17%. Artinya kalau itu tidak tercapai, bisa turunkan pertumbuhan ekonomi serta berdampak sistemik," imbuh dia.
Di sisi lain lerbankan juga harus membuka diri, agar sektor properti bisa tumbuh. Apalagi penjualan tahun lalu tidak mencapai target, yang juga berdampak pada turunnya penyaluran pembiayaan perumahan.
Ketua REI Jabar Joko Suranto menyarankan, perbankan harus mau merelaksasi atau membuat terobosan. Aturan yang sifatnya kaku mestinya ada solusi, sehingga pasar properti bisa terserap. Terutama market yang mungkin sudah visible tapi belum bankable. Karena peliknya ketentuan, mereka sulit mengakses kredit pemilikan rumah (KPR).
"Coba dibuat simulasi atau hitungan baru. Intinya kami ingin banknya bagus dan tetap sehat. Tapi jangan karena tidak bankable jadi susah semua. Misalnya kami ingin dikaji ulang ketentuan orang yang kolektibilitasnya jelek. Tolong dilihat ulang berdasarkan kasus per kasus. Sehingga tidak semua orang yang pernah kena masalah, tertutup akses ke bank," jelasnya di Bandung, Jumat (14/2/2020).
Perbankan kata dia, mestinya bisa mengakselerasi pertumbuhan sektor ini. Menurutnya jangan hanya mempertimbangkan mematuhi tentuan saja, tetapi bagaimana sektor ini bisa tumbuh dan memberi dampak ekonomi lebih luas lagi.
"Sektor properti ini juga menjadi andalan bank. Setidaknya portofolio properti di bank harus masuk 17%. Artinya kalau itu tidak tercapai, bisa turunkan pertumbuhan ekonomi serta berdampak sistemik," imbuh dia.
(akr)