Membangun Ekosistem Perumahan lewat Digitalisasi dan Pasar Milenial
A
A
A
JAKARTA - Membangun ekosistem perumahan yang sehat sangatlah penting. Untuk itu kolaborasi antara pemerintah, perbankan dan pengembang serta konsumen mutlak diperlukan guna memenuhi kebutuhan rakyat akan rumah murah dan sehat.
Sayangnya, ekosistem sektor perumahan saat ini agak terganggu dengan penurunan alokasi anggaran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP). Pemerintah tahun ini hanya menganggarkan dana FLPP sebesar Rp11 triliun untuk sekitar 97.700 unit.
Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Totok Lusida, menyampaikan kebutuhan perumahan MBR adalah 260.000 unit untuk tahun 2020. Jumlah tersebut membutuhkan anggaran Rp29 triliun. Dana yang sudah dianggarkan di APBN 2020 hanya Rp11 triliun, sehingga masih dibutuhkan dana Rp18 triliun.
Kamar Dagang Indonesia (Kadin) juga mendorong pemerintah terus mencarikan pengganti dana subsidi untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP). Dampaknya adalah 174 industri akan ikut tertekan karena industri properti sangat berpengaruh untuk perekonomian nasional secara masif.
Plt Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti, Setyo Maharso mengatakan keberlangsungan stabilitas industri properti perlu dijaga. Salah satunya dengan penambahan kuota FLPP dan alternatif subtitusinya.
Menurut Ketua Umum Pengembang Indonesia (PI), Barkah Hidayat, pengembang perumahan FLPP yang sangat rentan terhadap pergerakan pembiayaan konsumen. Jika pembiayaan terhambat maka akan ada multiplier effect ke stakeholder lain yaitu perbankan, kontraktor, vendor dan akhirnya ke konsumen.
Pemangkasan alokasi dana FLPP dan penghapusan subsidi selisih bunga (SSB) oleh pemerintah tentu juga berdampak pada bisnis pembiayaan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN). Namun Direktur Utama BTN Pahala N Mansury tak mau berpangkutangan dengan kondisi tersebut.
Berbagai aksi korporasi disiapkan perseroan agar BTN tetap bisa menjadi pendorong utama dalam menyukseskan program sejuta rumah. Salah satunya dengan mendorong lebih banyak lagi pembiayaan rumah nonsubsidi khususnya bagi kaum milenial.
Seperti industri lainnya, sektor properti juga melihat segmen milenial menjadi sasaran primadona untuk dijadikan konsumen atau nasabah mereka. Tidak terkecuali Bank BTN.
Segmen milenial bisa menjadi perekat ekosistem perumahan dan jalan keluar dari pemangkasan subsidi rumah murah yang dilakukan pemerintah. Ekosistem tersebut merupakan kolaborasi pemerintah termasuk pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan dengan perbankan sebagai lembaga mediasi dan pengembang selaku penyedia perumahan haruslah selalu berorientasi pada kebutuhan milenial.
Salah satu konsep ekosistem yang saat ini sedang diimplementasikan adalah pengembangan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD). Konsep ini diyakini bisa menjadi solusi bagi kaum milenial agar bisa punya rumah. “Milenial sudah tidak mau punya rumah yang jauh-jauh, mereka lebih baik sewa dibandingkan punya rumah yang jauh dari kantor mereka. Untuk itu konsep TOD diharapkan bisa jadi solusi,” tegas Pahala.
Guna mengimplementasikan konsep tersebut, BTN rela mencari dana murah hingga ke Jepang. Dana murah sangat diperlukan bagi perseroan agar bisa memberikan bunga KPR yang rendah, cicilan yang terjangkau serta jangka waktu yang relatif panjang sekitar 15-20 tahun.
Konsep Bank Tabungan
Dalam perayaan HUT ke-70 BTN, manajemen menargetkan selain fokus pada pembiayaan perumahan, BTN juga akan didorong menjadi bank tabungan sesuai dengan namanya. Target ini diharapkan bisa meningkatkan perolehan dana murah untuk menopang bisnis pembiayaan rumah perseroan.
“Ayo Punya Rumah dengan Bank Tabungan, ini menjadi tagline yang kita ingin bangun juga karena BTN lahir dengan nama Bank Tabungan Negara, harusnya salah satu peran kita selain membantu masyarakat memiliki rumah, adalah menjadi bank tempat masyarakat menabung,” ujar Pahala.
Direktur Finance, Planning & Treasury BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, manajemen ingin mengubah budaya perseroan yang selama ini hanya mengandalkan sisi bisnis kredit, sehingga mengesampingkan pengumpulan dana murah.
“Budaya ini ingin kita ubah. Bahwa tabungan juga sangat potensial dalam menunjang bisnis pembiayaan perumahan,” kata Nixon.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, fokus BTN untuk menjadi bank tabungan merupakan gagasan yang baik. Pasalnya dulu sekitar tahun 1950 BTN merupakan Bank Tabungan Pos. “Jadi BTN dari dulu sebenarnya sebagai bank tabungan (saving bank) dan bank khusus perumahan (mortgage bank) juga,” jelas Paul.
Menurut Paul, dua bisnis itu sejajar karena mampu menghimpun dana masyarakat dengan lebih luas untuk membiayai bisnis perumahan. Tabungan saat ini amat penting dalam mendukung likuiditas yang masih ketat. “Apalagi dengan produk tabungan berbasis teknologi, BTN dapat menjangkau calon penabung lebih luas,” tegasnya.
Untuk menunjang ini, mau tak mau BTN pun berbenah dengan memodernkan mobile banking yang dimilikinya. Hal ini agar lebih user friendly atau mudah digunakan bagi kalangan milenial. Beberapa milenial yang menjadi nasabah perseroan sangat terbantu dengan tampilan baru BTN Mobile Banking. Salah satunya Maya (25), karyawan BUMN ini mengaku tampilan BTN Mobile Banking tidak rumit dan sangat mudah untuk digunakan. “Biasanya saya gunakan untuk top up LinkAja dan Go-Pay,” jelas Maya.
Menurut Maya, selain cepat, biaya administrasi yang dikenakan juga murah. Bahkan untuk top up atau isi ulang LinkAja tidak dikenakan biaya alias gratis.
Sebenarnya, potensi BTN untuk menggarap dana murah (tabungan dan giro) dari nasabah yang saat ini berjumlah sekitar 7 juta rekening sangat besar. Selain diberikan kenyamanan bertransaksi dengan mobile banking, nasabah KPR lama (existing) BTN juga harus diberikan gimmick menarik agar mau mengalihkan dana tabungannya di BTN.
Selama ini, bagi nasabah KPR, rekening BTN bisa dibilang hanya tempat penampungan dana pembayaran cicilan rumah setiap bulannya. Hal ini wajar, karena penawaran yang diberikan BTN dalam hal dana tabungan tidak lebih baik dari bank lain.
Untuk itu, sudah saatnya BTN memikirkan dan memanjakan nasabah dengan menurunkan suku bunga KPR-nya bagi mereka yang mengendapkan dananya di rekening tabungan BTN. Jika setiap nasabah mengendapkan dananya Rp10 juta dalam tabungan, maka potensi BTN untuk mendapatkan dana murah mencapai Rp70 triliun. “Itu bisa kami hitung dan sepertinya bisa kami lakukan,” tegas Nixon.
Jadi jika BTN bisa bersinergi dengan semua anggota ekosistem perumahan termasuk dengan nasabahnya. Maka bukanlah hal yang sulit untuk membangun ekosistem perumahan dengan sasaran pasar segmen milenial melalui kemudahan teknologi digital akan cepat terwujud.
Sayangnya, ekosistem sektor perumahan saat ini agak terganggu dengan penurunan alokasi anggaran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP). Pemerintah tahun ini hanya menganggarkan dana FLPP sebesar Rp11 triliun untuk sekitar 97.700 unit.
Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Totok Lusida, menyampaikan kebutuhan perumahan MBR adalah 260.000 unit untuk tahun 2020. Jumlah tersebut membutuhkan anggaran Rp29 triliun. Dana yang sudah dianggarkan di APBN 2020 hanya Rp11 triliun, sehingga masih dibutuhkan dana Rp18 triliun.
Kamar Dagang Indonesia (Kadin) juga mendorong pemerintah terus mencarikan pengganti dana subsidi untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP). Dampaknya adalah 174 industri akan ikut tertekan karena industri properti sangat berpengaruh untuk perekonomian nasional secara masif.
Plt Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti, Setyo Maharso mengatakan keberlangsungan stabilitas industri properti perlu dijaga. Salah satunya dengan penambahan kuota FLPP dan alternatif subtitusinya.
Menurut Ketua Umum Pengembang Indonesia (PI), Barkah Hidayat, pengembang perumahan FLPP yang sangat rentan terhadap pergerakan pembiayaan konsumen. Jika pembiayaan terhambat maka akan ada multiplier effect ke stakeholder lain yaitu perbankan, kontraktor, vendor dan akhirnya ke konsumen.
Pemangkasan alokasi dana FLPP dan penghapusan subsidi selisih bunga (SSB) oleh pemerintah tentu juga berdampak pada bisnis pembiayaan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN). Namun Direktur Utama BTN Pahala N Mansury tak mau berpangkutangan dengan kondisi tersebut.
Berbagai aksi korporasi disiapkan perseroan agar BTN tetap bisa menjadi pendorong utama dalam menyukseskan program sejuta rumah. Salah satunya dengan mendorong lebih banyak lagi pembiayaan rumah nonsubsidi khususnya bagi kaum milenial.
Seperti industri lainnya, sektor properti juga melihat segmen milenial menjadi sasaran primadona untuk dijadikan konsumen atau nasabah mereka. Tidak terkecuali Bank BTN.
Segmen milenial bisa menjadi perekat ekosistem perumahan dan jalan keluar dari pemangkasan subsidi rumah murah yang dilakukan pemerintah. Ekosistem tersebut merupakan kolaborasi pemerintah termasuk pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan dengan perbankan sebagai lembaga mediasi dan pengembang selaku penyedia perumahan haruslah selalu berorientasi pada kebutuhan milenial.
Salah satu konsep ekosistem yang saat ini sedang diimplementasikan adalah pengembangan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD). Konsep ini diyakini bisa menjadi solusi bagi kaum milenial agar bisa punya rumah. “Milenial sudah tidak mau punya rumah yang jauh-jauh, mereka lebih baik sewa dibandingkan punya rumah yang jauh dari kantor mereka. Untuk itu konsep TOD diharapkan bisa jadi solusi,” tegas Pahala.
Guna mengimplementasikan konsep tersebut, BTN rela mencari dana murah hingga ke Jepang. Dana murah sangat diperlukan bagi perseroan agar bisa memberikan bunga KPR yang rendah, cicilan yang terjangkau serta jangka waktu yang relatif panjang sekitar 15-20 tahun.
Konsep Bank Tabungan
Dalam perayaan HUT ke-70 BTN, manajemen menargetkan selain fokus pada pembiayaan perumahan, BTN juga akan didorong menjadi bank tabungan sesuai dengan namanya. Target ini diharapkan bisa meningkatkan perolehan dana murah untuk menopang bisnis pembiayaan rumah perseroan.
“Ayo Punya Rumah dengan Bank Tabungan, ini menjadi tagline yang kita ingin bangun juga karena BTN lahir dengan nama Bank Tabungan Negara, harusnya salah satu peran kita selain membantu masyarakat memiliki rumah, adalah menjadi bank tempat masyarakat menabung,” ujar Pahala.
Direktur Finance, Planning & Treasury BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, manajemen ingin mengubah budaya perseroan yang selama ini hanya mengandalkan sisi bisnis kredit, sehingga mengesampingkan pengumpulan dana murah.
“Budaya ini ingin kita ubah. Bahwa tabungan juga sangat potensial dalam menunjang bisnis pembiayaan perumahan,” kata Nixon.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, fokus BTN untuk menjadi bank tabungan merupakan gagasan yang baik. Pasalnya dulu sekitar tahun 1950 BTN merupakan Bank Tabungan Pos. “Jadi BTN dari dulu sebenarnya sebagai bank tabungan (saving bank) dan bank khusus perumahan (mortgage bank) juga,” jelas Paul.
Menurut Paul, dua bisnis itu sejajar karena mampu menghimpun dana masyarakat dengan lebih luas untuk membiayai bisnis perumahan. Tabungan saat ini amat penting dalam mendukung likuiditas yang masih ketat. “Apalagi dengan produk tabungan berbasis teknologi, BTN dapat menjangkau calon penabung lebih luas,” tegasnya.
Untuk menunjang ini, mau tak mau BTN pun berbenah dengan memodernkan mobile banking yang dimilikinya. Hal ini agar lebih user friendly atau mudah digunakan bagi kalangan milenial. Beberapa milenial yang menjadi nasabah perseroan sangat terbantu dengan tampilan baru BTN Mobile Banking. Salah satunya Maya (25), karyawan BUMN ini mengaku tampilan BTN Mobile Banking tidak rumit dan sangat mudah untuk digunakan. “Biasanya saya gunakan untuk top up LinkAja dan Go-Pay,” jelas Maya.
Menurut Maya, selain cepat, biaya administrasi yang dikenakan juga murah. Bahkan untuk top up atau isi ulang LinkAja tidak dikenakan biaya alias gratis.
Sebenarnya, potensi BTN untuk menggarap dana murah (tabungan dan giro) dari nasabah yang saat ini berjumlah sekitar 7 juta rekening sangat besar. Selain diberikan kenyamanan bertransaksi dengan mobile banking, nasabah KPR lama (existing) BTN juga harus diberikan gimmick menarik agar mau mengalihkan dana tabungannya di BTN.
Selama ini, bagi nasabah KPR, rekening BTN bisa dibilang hanya tempat penampungan dana pembayaran cicilan rumah setiap bulannya. Hal ini wajar, karena penawaran yang diberikan BTN dalam hal dana tabungan tidak lebih baik dari bank lain.
Untuk itu, sudah saatnya BTN memikirkan dan memanjakan nasabah dengan menurunkan suku bunga KPR-nya bagi mereka yang mengendapkan dananya di rekening tabungan BTN. Jika setiap nasabah mengendapkan dananya Rp10 juta dalam tabungan, maka potensi BTN untuk mendapatkan dana murah mencapai Rp70 triliun. “Itu bisa kami hitung dan sepertinya bisa kami lakukan,” tegas Nixon.
Jadi jika BTN bisa bersinergi dengan semua anggota ekosistem perumahan termasuk dengan nasabahnya. Maka bukanlah hal yang sulit untuk membangun ekosistem perumahan dengan sasaran pasar segmen milenial melalui kemudahan teknologi digital akan cepat terwujud.
(fjo)