Buka Jakarta Energy Forum 2020, Arifin Tasrif Ingatkan Soal Kemandirian Energi
A
A
A
JAKARTA - Jakarta Energy Forum 2020 resmi dibuka, dengan tujuan meningkatkan semangat pengusaha muda dalam berkolaborasi dengan pemerintah, korporasi, institusi keuangan, sektor pendidikan dan komunitas. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan dalam sambutannya, menekankan pemerintah sedang membuat kebijakan-kebijakan baru mendorong bagaimana energi terbarukan bisa tumbuh berkembang dengan dorongan kebijakan yang disusun.
"Impor energi kita, khususnya migas yang meliputi LPG dan BBM jumlahnya sangat besar karena tingkat konsumsinya sangat tinggi. Di 2018, total impornya mencapai USD22 miliar," ungkap Arifin di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Lebih lanjut terang dia di tahun 2019 dengan kebijakan yang tepat, berani, dan agresif, yaitu dengan mengkonversikan BBM ke bioenergy Indonesia berhasil menurunkan angka impornya menjadi USD19 miliar. "Angka USD3 miliar itu signifikan perubahannya," imbuh Arifin.
Ia juga menjelaskan, contoh programnya adalah konversi energi dari sawit, menjadi gasoline, diesel, dan avtur. "Upaya-upaya ini sedang kita dukung, development dari katalis sedang kita dorong. Ini sudah dicoba di unit-unit Pertamina tinggal bagaimana kita adjust prosesnya," jelas Arifin.
Menurutnya hal ini harus terus didukung demi menciptakan Indonesia yang mandiri dalam energi. "Kita harapkan bahwa apabila program ketahanan energi ini berjalan, kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) kita di desa-desa bisa direspon oleh masyarakat, yang ada di desa-desa yang memiliki pohon-pohon dan kebun-kebun bio, kita bisa bikin SPBU-SPBU kecil, ini suatu dream innovation ke depan, sehingga kita bisa memotong volume impor dan biaya-biaya logistik," terang Arifin.
Dirinya juga menyakini apabila semua pihak serius dalam memikirkan bersama terkait pengembangan energi di masa depan, Indonesia bisa menjadi negara mandiri energi, dan bisa menciptakan energi yang bersih serta positif. "Yang perlu kita lihat juga, kadar emisi Jakarta ini sudah 40%, tertinggi di ASEAN, yang berarti tidak sehat khususnya bagi yang handicapped. Oleh karena itu, kita harus bisa menciptakan energi baru terbarukan untuk memperbaiki lingkungan hidup kita," tutupnya.
"Impor energi kita, khususnya migas yang meliputi LPG dan BBM jumlahnya sangat besar karena tingkat konsumsinya sangat tinggi. Di 2018, total impornya mencapai USD22 miliar," ungkap Arifin di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Lebih lanjut terang dia di tahun 2019 dengan kebijakan yang tepat, berani, dan agresif, yaitu dengan mengkonversikan BBM ke bioenergy Indonesia berhasil menurunkan angka impornya menjadi USD19 miliar. "Angka USD3 miliar itu signifikan perubahannya," imbuh Arifin.
Ia juga menjelaskan, contoh programnya adalah konversi energi dari sawit, menjadi gasoline, diesel, dan avtur. "Upaya-upaya ini sedang kita dukung, development dari katalis sedang kita dorong. Ini sudah dicoba di unit-unit Pertamina tinggal bagaimana kita adjust prosesnya," jelas Arifin.
Menurutnya hal ini harus terus didukung demi menciptakan Indonesia yang mandiri dalam energi. "Kita harapkan bahwa apabila program ketahanan energi ini berjalan, kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) kita di desa-desa bisa direspon oleh masyarakat, yang ada di desa-desa yang memiliki pohon-pohon dan kebun-kebun bio, kita bisa bikin SPBU-SPBU kecil, ini suatu dream innovation ke depan, sehingga kita bisa memotong volume impor dan biaya-biaya logistik," terang Arifin.
Dirinya juga menyakini apabila semua pihak serius dalam memikirkan bersama terkait pengembangan energi di masa depan, Indonesia bisa menjadi negara mandiri energi, dan bisa menciptakan energi yang bersih serta positif. "Yang perlu kita lihat juga, kadar emisi Jakarta ini sudah 40%, tertinggi di ASEAN, yang berarti tidak sehat khususnya bagi yang handicapped. Oleh karena itu, kita harus bisa menciptakan energi baru terbarukan untuk memperbaiki lingkungan hidup kita," tutupnya.
(akr)