Bursa Rontok, BEI Tidak Akan Proses Transaksi Short Selling
A
A
A
JAKARTA - Sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSSG) hingga awal bulan Maret ini telah merosot sebanyak 13,44% ke 5.452,704. Penurunan yang terjadi akibat kekhawatiran penyebaran wabah virus corona ini juga dialami oleh seluruh bursa utama dunia, termasuk bursa-bursa di ASEAN.
Adapun penurunan tertinggi dialami Thailand dan diikuti Indonesia, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Singapura dengan penurunan sebesar 15,03%; 13,44%; 13,15%; 8,2%; 6,68%; dan 6,57%.
"Hal ini karena ada antisipasi investor terhadap dampak virus corona yang diperkirakan semakin meluas mengingat banyaknya jumlah negara yang terdampak, serta dampaknya terhadap aktivitas ekonomi dan perdagangan global," terang Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Oleh karena itu, kata dia, BEI telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah untuk merumuskan inisiatif dan insentif yang akan diberikan dalam rangka mengantisipasi dampak virus corona terhadap aktivitas di pasar modal Indonesia.
"Salah satu inisiatif kami adalah Bursa tidak menerbitkan daftar efek yang dapat ditransaksikan secara short selling sampai dengan batas waktu yang akan ditetapkan kemudian," lanjut Inarno.Ia menjelaskan bahwa Bursa tidak memproses lebih lanjut apabila terdapat anggota bursa efek yang dapat melakukan transaksi short selling sampai dengn batas waktu yang akan ditetapkan kemudian.
"Ini merupakan inisiatif kami dalam rangka menjaga keberlangsungan pasar agar tetap kondusif serta menjaga terlaksananya perdagangan efek di bursa yang teratur, wajar, dan efisien," tutur Inarno.Untuk diketahui, short selling adalah suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham di mana investor/trader meminjam dana (on margin) untuk menjual saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali dan mengembalikan pijaman saham ke pialangnya pada saat saham turun.
Adapun penurunan tertinggi dialami Thailand dan diikuti Indonesia, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Singapura dengan penurunan sebesar 15,03%; 13,44%; 13,15%; 8,2%; 6,68%; dan 6,57%.
"Hal ini karena ada antisipasi investor terhadap dampak virus corona yang diperkirakan semakin meluas mengingat banyaknya jumlah negara yang terdampak, serta dampaknya terhadap aktivitas ekonomi dan perdagangan global," terang Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Oleh karena itu, kata dia, BEI telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah untuk merumuskan inisiatif dan insentif yang akan diberikan dalam rangka mengantisipasi dampak virus corona terhadap aktivitas di pasar modal Indonesia.
"Salah satu inisiatif kami adalah Bursa tidak menerbitkan daftar efek yang dapat ditransaksikan secara short selling sampai dengan batas waktu yang akan ditetapkan kemudian," lanjut Inarno.Ia menjelaskan bahwa Bursa tidak memproses lebih lanjut apabila terdapat anggota bursa efek yang dapat melakukan transaksi short selling sampai dengn batas waktu yang akan ditetapkan kemudian.
"Ini merupakan inisiatif kami dalam rangka menjaga keberlangsungan pasar agar tetap kondusif serta menjaga terlaksananya perdagangan efek di bursa yang teratur, wajar, dan efisien," tutur Inarno.Untuk diketahui, short selling adalah suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham di mana investor/trader meminjam dana (on margin) untuk menjual saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali dan mengembalikan pijaman saham ke pialangnya pada saat saham turun.
(fjo)